Bullying And Bloody Letters

Merasa Menang



Merasa Menang

0"Ma! Raisa gak ada, kan itu karna sedang berada di luar negeri untuk kuliah!" ujar Raisa.     
0

"Iya, Mama tahu, Mama juga sangat menyayangimu, Raisa! Tapi Mama tidak bisa selalu dekat dengan kamu, dan selama itu Mama dan Eliza menjalani masa yang sangat sulit."  Tutur Rima.     

"Apa mereka, selalu mengganggu kalian? " tanya Raisa.     

"Iya, mereka selalu datang dan meneror kami. Maka dari itu Mama sangat yakin, jika kepergian Eliza, ada hubungannya dengan mereka," tukas Rima.     

"Maafkan, Raisa, Ma! Raisa gak ada buat kalian," tukas Raisa dengan wajah yang memelas penuh sesal.     

"Tidak apa-apa, Sayang! Mama tahu kamu itu sedang berjuang meraih impianmu, Raisa," ujar Rima.     

"Ma! Kalau tahu bakalan begini, Raisa gak mau ke luar negeri, memang sejak awal Raisa, ingin kuliah di sini saja, tapi, Papa terus memaksa Raisa untuk ke London!" jelas Raisa.     

"Loh, bukanya ke London itu memang kemauan kamu?!" tanya Rima dengan wajah ke herankan.     

"Itu ke inginkanku dulu, Ma, saat hubungan kalian masih baik-baik saja! Aku ingin melanjutkan kuliah ke London dan tinggal bersama Tante, tapi tidak setelah Tante Nindi hadir!" jelas Raisa.     

"Jadi, semua karna ulah Papa kamu?"     

"Iya, Ma!"     

"Kalau itu semua karna keinginan kamu, Mama bisa terima, tapi kalau karna ulah  Papa kamu atau mungkin pengaruh dari Nindi, Mama tidak bisa terima!"     

"Hufft... sudahlah, Ma. Semua sudah terjadi, yang terpenting, sekarang Raisa bersama Mama. Dan sekarang Raisa bisa selalu ada buat Mama. Raisa janji gak akan ninggalin Mama lagi."     

"Iya, Sayang, janji ya, jangan tinggalin Mama! Karna Mama sudah tidak mampu lagi hidup sendirian."     

"Iya, Ma! Sekarang Mama minum tehnya ya, biar Raisa buatkan sarapan," ujar Raisa.     

"Iya, Sayang," jawab Rima.     

      

      

Melihat keadaan sang ibu yang tampak tidak baik setelah kepergian sang adik, membuat Raisa menjadi bingung harus berbuat apa.     

Sang ibu tampak berbeda dari biasanya.     

Dulu yang selalu sabar dan kuat, kini nampaknya sudah tidak lagi.     

Rima terlihat sangat rapuh dan mudah emosi.     

Sesaat dia bisa berpikir jernih. Tapi sesaat kemudian dia kembali marah-marah tidak jelas.     

"Kenapa semua ini terjadi kepada keluarga kami ya, Tuhan. Kenapa Papa jahat, dan kenapa engkau ambil Eliza?" tukas Raisa.     

Tampaknya Raisa juga sudah mulai lelah,  dia tak tahan lagi harus berpura-pura tegar di hadapan sang ibu.     

Padahal sesungguhnya dia itu sangatlah rapuh dan tak berdaya.     

      

Padahal dia dan Eliza sudah saling berjanji akan menjadi orang yang sukses dengan mendapatkan nilai terbaik di bidang akademik serta bisa merebut kembali apa yang seharusnya menjadi hak mereka.     

Tapi takdir berkata lain, karna  Eliza malah pergi untuk selama-lamanya.     

      

Preaaang!     

      

Terdengar suara gaduh seperti gelas yang pecah dari luar rumah.     

"Mama?" tukas Raisa.     

Dan dia pun segera menghampiri sang ibu.     

"Mama! Mama kenapa!" teriak Raisa sambil mencoba membangunkan sang ibu yang sudah terjatuh.     

"Ya ampun Mama! Mama kenapa bisa jatuh begini sih?!" teriak Raisa sambil menangis, sedangkan Rima masih tergeletak di lantai tak sadarkan diri serta dengan gelas yang pecah berceceran.     

      

Dengan segera Raisa memanggil mobil ambulance dan melarikan sang ibu ke rumah sakit.     

      

***     

      

Setelah kejadian itu, Rima mengalami kelumpuhan akibat strok.     

Raisa pun sampai pusing memikirkannya.     

Dia yang baru saja kehilangan adiknya, kini di tambah lagi ibunya yang lumpuh.     

      

Rima hanya bisa terbaring, tanpa melakukan kegiatan apa pun dan tampak sedikit kesulitan untuk berbicara.     

Setelah beberapa hari di rawat di rumah sakit, Raisa pun memutuskan untuk membawa pulang sang ibu dan dilanjutkan dengan berobat jalan.     

 Dan mengajak ibunya terapi rutin demi kesembuhan sang ibu.     

Hari-hari Raisa terasa sangat barat, dia harus mengurus sang ibu sekaligus tetap berusaha tegar di hadapan beliau.     

Karna Raisa tidak ingin sang ibu melihat dirinya yang menangis karna merasa berat menghadapi cobaan hidup seperti ini.     

      

"Ma, Mama cepat sembuh ya," lirih Raisa dengan wajah memelas.     

"I-iya, Raisa, doa-kan, Ma-ma, ya!" jawab Rima.     

Dan Raisa pun menganggukkan kepalanya.     

Ini benar-benar bukan hal yang mudah, rasanya Raisa sudah tidak tahan lagi, dia pun mendatangi rumah sang ayah.     

      

      

      

      

      

Tok tok tok!     

Ceklek!     

"Iya, ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang asisten rumah tangga di rumah Surya.     

"Pak Surya, ada?" tanya Raisa.     

"Tuan sedang ada di luar kota," jawab asisten rumah tangga itu.     

"Apa istri keduanya ikut?"     

"Tidak, Non. Nyonya Nindi ada dalam, apa perlu saya panggilkan?"     

"Tidak! Saya pesan ke Bibi saja ya, tolong  sampaikan kepada, Papa saya, bahwa Bu Rima istri pertamanya sedang sakit keras," ujar Raisa.     

"Oh baik, Non, Raisa, nanti saya sampaikan,"      

"Baik kalau begitu saya pamit pulang ya, Bik, tolong jangan lupa sampaikan kepada Papa saya," pesan Raisa.     

"Baik, Non!" jawab asisten rumah tangga itu.     

      

Raisa pun meninggalkan rumah ayahnya, dan tak lama Nindi keluar dari dalam rumah dan melihat sesaat kepergian Raisa.     

Dan dengan segera dia bertanya kepada asisten rumah tangganya.     

"Siapa yang datang, Bi?" tanya Nindi.     

"Oh, Non Raisa, Nyonya," Jawab ART itu.     

"Mau apa dia?"     

"Emmm, tadi Non Raisa bilang ...." Asisten rumah tangga itu tampak sangat bingung dengan apa yang harus dia katakan, dia takut untuk mengatakan kepada Nindi, karna dia tahu hubungan Nindi dan keluarga madunya kurang baik,     

"Ayo cepat katakan, Ismi!" paksa Nindi.     

Dan asisten rumah tangga yang bernama Ismi itu pun terpaksa mengatakannya.     

"Non Raisa berpesan, agar saya menyampaikan kepada Tuan, bahwa keadaan Nyonya Rima sedang tidak baik, beliau sedang sakit keras" jelas Ismi.     

"Hah?! Yang benar saja?! Palingan cuman mau mencari perhatian dari Mas Surya!" cantas Nindi sambil bertolak pinggang.     

Sedangkan Ismi hanya terdiam menunduk.     

"Terus dia bilang apa lagi?" tanya Nindi.     

"Tidak ada lagi, Nyonya."     

"Yang benar!? Kalau sampai kamu bohong kamu akan tahu akibatnya lo?" ancam Nindi dengan nada pelan namun menakutkan bagi Ismi.     

"Hanya itu saja, Nyonya, saya tidak berbohong, sungguh ...." Jawab Ismi.     

"Baiklah aku percaya, tapi tolong jangan sampaikan kepada Tuan, kalau biar saya yang sampaikan, kalau kamu sampai buka mulut maka  kamu akan tahu akibatnya!" ancam Nindi sekali lagi dan lalu dia pergi meninggalkan Ismi.     

      

      

***     

Karna merasa sangat penasaran, akhirnya  Nindi mendatangi kediaman Rima secara diam-diam, untuk melihat keadaan Rima.     

Dia penasaran apakah Rima benar-benar sakit arau tidak.     

      

Dan di pagi itu, Nindi enggan turun dari mobilnya dan memandang tepat ke arah rumah Rima.     

Dan tepat saat itu juga, Rima keluar dengan menggunakan kursi roda.     

Di belakangnya ada Raisa sedang mendorong kursinya.     

      

Seketika kedua bola mata Nindi terbelalak lebar sambil mengembangkan sebuah senyuman penuh kebahagiaan.     

"Hahaha, haha haha! Jadi benar! Haha haha rupanya dia benar-benar sakit!" tukasnya.     

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.