Bullying And Bloody Letters

Hanya Halusinasi



Hanya Halusinasi

0Pagi hari yang begitu cerah, tampan Janinna sedang berjalan penuh percaya diri memasuki gerbang sekolahan.     
0

"Wuhh! Pagi yang indah, tanpa kehadiran si biang onar dan si haus perhatian para pria!" gumam Ninna sambil tersenyum merekah.     

      

Nama gadis ini adalah Jeninna Sucipto, atau yang akrab di sapa Ninna putri dari istri kedua Surya Sucipto.     

Gadis cantik ini adalah teman satu kelas dengan Eliza saudari tirinya.     

Ninna dan Eliza memang tidak pernah akur, gadis berusia 16 tahun ini memang selalu tak mau kalah dengan Eliza saudari tirinya.     

      

Eliza adalah seorang gadis cantik dan cerdas, dia miliki banyak teman dan juga di sukai banyak teman lelaki, tentu saja hal itu membuat Ninna merasa sangat cemburu.     

Berbagai cara iya lakukan untuk menyingkirkan Eliza.     

Dan dengan meninggalnya Eliza, membuat Ninna merasa sangat bahagia.     

Karna kini dia sudah tidak memiliki rival lagi di sekolah, dan gadis paling cantik, populer, serta pemilik yayasan sekolah hannyalah dirinya.     

      

Dengan santai dia menaiki tangga atas, itu berpindah ke lantai tiga, tempat di mana kejadian kecelakaan itu terjadi.     

      

Dari atas pagar pembatas gedung, Ninna memandang ke arah bawah, sambil mengenang kejadian satu minggu yang lalu. Di mana saat tubuh Eliza terjun bebas ke lantai bawah.     

Waktu itu dia memang berada di tempat kejadian, dan menyaksikan langsung bahkan terlibat atas kejadian kecelakaan tragis itu.     

Ninna yang di bantu oleh sang Tante, yang juga seorang kepala sekolah di sekolah itu. Sudah merencanakan pembunuhan itu secara rapi, di bantu oleh sang ibu dan beberapa orang untuk membuat kejadian itu seolah-oleh benar-benar murni kecelakaan.     

      

Sebelum mendorong tubuh Eliza hingga terjatuh, Ninna dan yang lainnya menyekapnya terlebih dahulu.     

Ninna mengurung Eliza di dalam gudang, sejak jam pertama masuk pelajaran, hingga jam istirahat tiba.     

Sebelum kejadian sempat terjadi cekcok antara Rasty dan Eliza.     

      

Eliza memaki-maki Rasty si kepala sekolah. Hal itu dia lakukan karna  tak terima perlakuan Rasty yang selalu tak adil terhadapnya.     

Rasty selalu memojokkan, menghukum dan menyindir-nyindir Eliza dengan ibunya, walau Eliza tak pernah berbuat salah.     

Dan hal itu sudah sering Rasty lakukan, hingga membuat kesabaran Eliza habis.     

      

"Dengar, Bu Rasty! Jangan karna saya diam, itu berarti saya bisa terima perlakuan Bu Rasty terhadap saya! Selama ini saya masih bersabar, tapi kalau sudah menyangkut tentang Mama saya! Maka saya tidak akan terima, saya akan merebut kembali apa yang menjadi hak saya dan ibu saya, termasuk sekolah ini!" ancam Eliza.     

"Dasar anak sialan! Berani ya kamu bicara seperti itu kepadaku!" teriak Rasty.     

"Tentu saja! Bu Rasty itu bukan apa-apa, tanpa Papa saya! Jadi tolong hargai saya dan jangan semena-mena dengan saya!"     

"Dasar anak sia—" Rasty hendak menampar Eliza, tapi Eliza menangkap tangannya.     

"Ingat! Bu Rasty di sini adalah kepala sekolah! Apa perlu saya akan permalukan sikap rendahan yang tidak pantas jadi teladan ini?!" ancam Eliza.     

Dan Rasty pun menghentikan niatnya yang akan menampar Eliza itu.     

"Dengar, Bu Rasty. Sekarang kalian bisa berada di atas awan, dan menguasai Papa beserta hartanya, tapi suatu saat nanti kami akan merebutnya kembali!" tegas Eliza.     

Lalu Eliza pun pergi meninggalkan Rasty.     

Dan Rasty pun tampak sangatlah kesal.     

"Ada apa, Tante? Si brengsek itu sudah membuat ulah lagi ya?" tanya Ninna yang baru saja datang.     

"Iya! Dia membuat Tante, kesal lagi!"     

"Aku juga sudah muak, Tante! Dia selalu selangkah lebih di depan dari ku! Mereka selalu membandingkan ku dengan gadis sialan itu! Aku ingin dia lenyap!" tukas Ninna.     

"Memangnya kamu saja! Tante juga sudah muak melihat anak itu! Dan kalau dia mati! Maka satu pengganggu akan hilang!"     

"Iya, Tante, benar! Sebaiknya dia memang harus mati!"     

"Nanti kita bahas di rumah bersama ibu kamu, kita harus melakukannya serapi mungkin." tukas Rasty.     

"Iya, Tante!"     

      

***     

      

Esok harinya, mereka pun sudah menyusun rapi rencana jahatnya mereka terhadap Eliza.     

Mereka membayar seorang penjaga sekolah yang bernama Jarwo.     

Jarwo mengajak masuk Eliza kedalam gudang dengan alasan karna dia membutuhkan bantuan untuk mencari sebuah barang dari dalam gudang.     

Eliza yang memang seorang gadis baik hati dan ringan tangan suka membantu orang, tak segan menerima ajakan Jarwo.     

Dan tepat saat itu Jarwo pun mengunci Eliza di dalam gudang yang di dalam sudah ada Rasty dan Ninna. Mereka berdua menyuntikan obat bius ke tubuh Eliza, hingga Eliza tak sadarkan diri.     

Sedangkan Jarwo berjaga di depan pintu sambil berpura-pura mengepel lantai.     

Sedang kan Nindi datang dan masuk ke dalam ruangan kepala sekolah dan membuat kejadian seolah-olah, Rasty sedang ada di ruangannya.     

      

Di saat jam istirahat tiba Jarwo memastikan agar tidak ada siapa pun yang naik ke lantai tiga. Setelah keadaan benar-benar aman, Nina dan Rasty menjatuhkan tubuh Eliza dari lantai itu hingga terjun bebas ke lantai bawah dan tewas seketika.     

Setelah kejadian tragis itu, Jarwo memberikan kesaksian palsu atas peristiwa itu.     

Nindi beserta komplotannya terus berusaha untuk menutupi kejadian ini rapat-rapat, mereka melakukan berbagai cara agar para polisi tidak mengendus peristiwa-peristiwa janggal sedikit pun. Dan hingga saat ini semua orang mengira bahwa kejadian yang menimpa Eliza murni kecelakaan.     

      

      

      

      

***     

Ninna sudah berada di atas lantai tiga, tepat di mana Eliza terjatuh waktu itu.     

Sambil memandang ke lantai bawah, Ninna membayangkan kejadian itu, tersenyum-senyum sendiri.     

      

"Wah, agak sulit di percaya ya, kalau kamu mati secepat itu! Sekarang aku yang paling keren, yang paling populer, dan yang paling banyak Fans! Haha!" tukas Ninna.     

"Makanya, jangan sekalipun berani bermain-main denganku!"     

Ninna kembali melihat lagi ke lantai bawah, dan sekilas dia seperti melihat darah bekas kecelakaan itu.     

Padahal kecelakaan sudah terjadi satu minggu yang lalu, tidak mungkin darah masih berceceran di situ.     

Ninna mengusap bola matanya, dan saat dia melihatnya kembali ternyata darahnya sudah tidak ada.     

"Aku salah lihat, 'kan?" tukasnya yang merasa heran.     

Akhirnya dia pun memutuskan untuk meninggalkan tempat itu, lalu terdengar suara jeritan berasal dati lantai bawah.     

      

"Akhhhh! Tolong! Sakit!"     

Suara itu mirip suara dari Eliza, tapi terdengar agak samar, karna keadaan lantai bawah memang sangatlah ramai gaduh.     

"Aku ini sudah gila ya! Mana mungkin dia bisa berteriak," gumam Ninna, tapi dia masih penasaran dan melihat kembali lantai bawah.     

Dan tepat saat itu juga dia kembali melihat jasad Eliza masih tergeletak di lantai itu, terbaring dalam keadaan terlentang dan di penuhi darah, sama persis dengan kejadian satu minggu lalu.     

Seketika Ninna pun merasa syok dan ketakutan, kembali dia mengusap kedua matanya dan melihat kembali ke lantai bawah.     

Dan di sana tidak ada apa pun.     

"Ah, sialan aku ini hanya berhalusinasi!"     

Ninna pun segera meninggalkan tempat itu dengan langkah cepat.     

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.