Bullying And Bloody Letters

Masih Belum Rela



Masih Belum Rela

0Setelah merasa ada yang tidak beres di lantai tiga, Ninna pun turun ke lantai dua, dan masuk ke dalam kelasnya.     
0

Ninna merasa sangat bingung sekaligus ketakutan karna melihat kejadian aneh tadi.     

      

Jasad Eliza yang tadi dia lihat masih membuatnya merasa merinding, padahal jelas-jelas Eliza sudah di kebumikan, tapi entah mengapa dia masih melihatnya berada di lantai bawah.     

Dan kejadian tadi terasa nyata, walaupun pada akhirnya saat dia dia mengusap kedua matanya ternyata tak ada apa pun.     

Tapi hal itu terasa sangat menyeramkan sekaligus membuat dirinya menjadi tak tenang.     

"Ah, sialan kenapa bisa ada bayangan itu? Aku tahu itu tidak nyata dan mungkin hanya perasaanku saja! Tapi entah mengapa membuatku menjadi sangat takut sekali." Gumam Ninna.     

      

"Jeninna!" panggil Sera taman satu bangkunya.     

Dan Ninna pun menoleh ke arah Sera.     

"Ada apa?" tanya Ninna.     

"Eh, tahu tidak besok Aldo ulang tahun, kamu dapat undangannya enggak?" tanya Sera.     

Dan Ninna pun menggelengkan kepalanya.     

"Enggak, tuh!"     

"Ah, mungkin belum, kayaknya semua di undang kok, apa lagi kamu kan populer banget," ujar Sera.     

"Kamu ngomong begitu gak ada niat buat pamer, 'kan?" sindir Ninna.     

"Ya enggak dong! Karna aku yakin kamu itu pasti juga di undang. Kamu, kan paling populer di sini! Anak pemilik yayasan pula!" ujar Sera.     

      

      

***     

Dan sampai waktu pulang pun tiba, Ninna tidak juga mendapatkan kartu undangan ulang tahun dari Aldo teman satu kelasnya.     

      

Tentu saja Ninna merasa sangat kesal apa lagi semua orang di undang kecuali dirinya. Ini sebuah penghinaan baginya.     

"Ah, sial! Dia benar-benar tidak memberi kartu undangan kepadaku! Memangnya apa salahku!" gerutu Ninna.     

      

Dengan wajah yang cemberut dia berjalan keluar gerbang sekolah, dan di depan dia melihat ada Aldo yang tampak sedang asyik mengobrol dengan teman-temannya.     

'Itu dia, dengan teman-temannya selalu ramah, tapi kenapa dengan ku selalu dingin?' batin Ninna.     

      

Ninna memang sudah lama menyukai Aldo, tapi Aldo tidak pernah sedikit pun menyukai Ninna.     

Dan Aldo lebih memilih berpacaran dengan Eliza.     

Tentu saja hal itu membuat Ninna, menjadi semakin membenci Eliza.     

Dan dengan meninggalnya Eliza membuatnya merasa sangat bahagia, Ninna berpikir setelah ini dia akan lebih mudah mendapatkan Aldo.     

Tapi tampaknya tidak semudah itu, Aldo sudah terlalu membenci Ninna.     

Karna Ninna sangat licik dan selalu bersekongkol  dengan Rasty si kepala sekolah untuk terus menjatuhkan Eliza.     

Oleh karna hal itu Aldo juga turut membenci Ninna.     

      

Lalu Ninna pun melanjutkan langkah kakinya untuk keluar dari gerbang sekolah.     

Dan dia berhenti sejenak tepat di hadapan Aldo.     

"Hay, Aldo," sapa Ninna.     

"Hay," sahut Aldo dengan terpaksa.     

"Kayaknya kalian lagi seru banget, aku boleh ikutan gabung enggak?" tanya Ninna.     

"Maaf, Nin, kita udahan kok, aku mau pulang!" ketus Aldo.     

"Tapi, Do ...."     

Dan Aldo pun menarik kedua temanya untuk pergi meninggalkan Ninna dari depan gerbang sekolah itu.     

Ninna merasa sangat kesal, dia tak tahan lagi dan segera dia menghentikan Aldo.     

"Aldo!" teriak Ninna.     

Aldo pun menoleh ke arah Ninna dan berhenti sejenak.     

"Ada apa, Jeninna?" tanya Aldo.     

"Ada apa kamu bilang? Kamu belum sadar juga?" sindir Ninna.     

"Sadar? Sadar soal apa?" tanya Aldo.     

Dan Ninna segera meraih tangan Aldo dan mengajaknya pergi meninggalkan kedua temannya.     

      

"Kamu itu apa-apaan sih, Ninna? Kamu mau ajak aku kemana?" tanya Aldo.     

"Ikut aku sebentar! Aku mau ngomong!" jawab Ninna.     

"Yaudah ngomong di sini aja!" ujar Aldo yang masih di tuntun oleh Ninna.     

Dan Ninna melihat kearah kedua teman Aldo yaitu Derry dan Nino. Mereka berdua sudah terlihat jauh, dan Ninna pun menghentikan langkah kakinya.     

"Ok, kita ngomongnya di sini!" tegas Ninna.     

"Yaudah, buruan ngomong, jangan buang-buang waktu, aku ada urusan sama Derry dan Nino!" ketus Aldo.     

"Do! Salah aku apa?!" cecar Ninna.     

"Salah kamu ...?" Aldo tampak heran, karna tiba-tiba saja Ninna bertanya begitu.     

"Aldo jawab? Salah aku apa, Aldo?!" tanya  Ninna dengan tegas.     

"Kamu gak ada salah kok sama aku," jawab Aldo dengan santai.     

"Terus kenapa kamu tidak mengundangku di acara ulang tahunmu?!"     

"Emangnya penting banget ya, buat kamu?!" tanya balik Aldo.     

Dan dengan segera Ninna menyahuti ucapan Aldo.     

"Tentu saja, itu penting banget, Aldo! Aku itu malu, Aldo! Semua kamu undang tanpa terkecuali sedangkan aku tidak!"     

"Oww, maaf kalau soal itu aku lupa. Dan kebetulan undangannya udah terlanjur habis, jadi maaf ya, Jeninna!" ujar Aldo lalu Aldo pun pergi meninggalkan Nina.     

"Aldo! Tunggu! Aku belum selesai bicara!" teriak Ninna.     

"Maaf, Ninna! Kita bicaranya lain kali aja ya!" tukas Aldo sambil terus berjalan menjauh lalu menghampiri kedua sahabatnya yaitu, Derry dan Nino lalu mereka pun pergi.     

      

"Huh! Dasar sial!" umpat Ninna sambil menghentak-hentakkan kakinya dengan kasar.     

      

      

      

Sedangkan Aldo dan kedua sahabatnya tampak sedang asyik mengobrol sambil berjalan, dia membicarakan Ninna yang meski sudah jauh tapi tetap memandang ke arah mereka dengan tatapan marahnya.     

"Gila lu, Do! Bisa-bisanya di kejar-kejar anak yayasan sekolah! Dulu Eliza, sekarang Ninna!" ujar Derry.     

"Ah, biasa aja! Dia saja yang mengejar-ngejarku! Tapi kalau Eliza, aku yang mengejarnya! Jadi tolong jangan samakan Eliza dengan Ninna!" cantas Aldo.     

"Yah, ya aku tahu! Eliza memang gadis yang baik, dan kamu juga beruntung bisa mendapatkan Eliza, tapi Eliza udah meninggal, apa kamu tidak ingin menggantikannya dengan Ninna? Dia kan juga cantik," sambung Nino.     

"Enggak mungkin lah, aku menggantikan Eliza dengan Ninna! Karna keduanya sangat berbeda jauh, Eliza yang baik hati dan cerdas, sedangkan Ninna si jahat dengan otak udang yang hanya mengandalkan uang dari orang tuanya!" cantas Aldo.     

"Wah gila, kamu itu Do!" ujar Derry.     

"Gila yang bagaimana?" tanya Aldo.     

"Gila! Kamu berani banget ngatain Jeninna seperti itu, kalau kedengaran sama dia langsung bisa berbahaya banget lo!" ujar Derry lagi.     

"Aku, sih gak peduli, mau di keluarkan dari sekolah sini pun aku siap, toh aku bisa sekolah di tempat lain."     

"Ah, baiklah terserah kamu aja lah, Do! Yang terpenting aku gak mau ikut-ikutan," ujar Derry.     

      

      

      

***     

Waktu berjalan begitu cepat, sudah 2 minggu telah berlalu semenjak kepergian   Eliza.     

Dan tampaknya Rima masih juga belum bisa mengikhlaskannya.     

"Eliza, Mama kangen, Sayang. Kenapa kamu gak menemui Mama, kenapa kamu gak hadir di mimpinya Mama?" tukas Rima sambil melamun dengan tatapan kosong.     

      

Lalu Raisa pun datang sambil membawakan secangkir teh hangat dan beberapa potong kue brownies.     

"Udah dong, Ma! Sampai kapan, Mama, mau kayak begini?" ujar Raisa.     

Huffttt....     

Rima pun langsung menghela nafas panjang dan menoleh ke arah Raisa.     

"Eliza Itu kesayangan, Mama, Raisa!" ujar Rima.     

"Terus, Raisa bukan?" sindir Raisa.     

"Kamu juga kesayangan Mama, tapi selama ini kamu gak ada di saat mereka menindas kita, dan Elza lah yang selalu ada buat, Mama!" jawab Rima.     

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.