Bullying And Bloody Letters

Merasa Di Atas Awan



Merasa Di Atas Awan

0"Haha! Senangnya, sudah berhasil membunuh anaknya, sekarang ibunya sudah lumpuh, dan sebentar lagi oasti juga mati, kalau pun sembuh pasti tidak akan bisa senormal dulu lagi, 'kan?" ujar Nindi sambil tertawa-tawa sendiri.     
0

Setelah itu kembali Nindi melajukan mobilnya dan meninggalkan halaman rumah Rima.     

Kali ini Nindi benar-benar kembali merasa di atas awan.     

Dua musuhnya sudah tumbang, tinggal Raisa saja.     

Dan menurutnya Raisa itu tidaklah begitu berat, karna selama ini Raisa selalu diam dan tidak terlalu menanggapinya. Oleh karna itu lah, menurutnya, Raisa tidaklah berbahaya baginya.     

***     

"Ma, ayo makan dulu, Ma! Kalau gak makan Mama bisa tambah sakit," ujar Raisa.     

"Mama gak naf-su mak-an, Rai-sa ...," ujar Rima.     

"Mama mau makan apa? Biar Raisa buatkan makanan untuk Mama,"     

Dan Rima pun menggelengkan kepalanya.     

"Eng-gak, Ma-ma gak .. mau mak-an apa-apa, Mama cum-an ... ing-in ke-te-mu deng-an Eli-za," jawab Rima.     

"Ma, Eliza itu udah gak ada, jadi kita harus bisa mengiklaskannya!"     

"Eng-gak bisa, Raisa! Mama tet-ap gak bisa mengikla-skan-nya!" jawab Rima.     

"Baik, kalau Mama, gak mau ikhlasin Eliza, tapi setidaknya Mama harus makan, kita harus kuat, Ma. Kalau kita terlalu lemah maka mereka akan semakin bahgia!" ujar Raisa menyemangati sang ibu.     

Dan akhirnya Rima pun mau membuka mulutnya.     

Dia pun bersemangat melahap makanannya.     

"Nah, gitu dong! Kalau Mama semangat gitu, nanti biasa cepet sembuh," tukas Raisa dan Rima pun tersenyum.     

Sudah cukup bagi Raisa, selama ini dia terlalu banyak diam, dan membiarkan sang ibu dan adiknya berjuang sendirian.     

Mereka selalu mengalami kesulitan, sedangkan dia enak-enakkan di luar negeri untuk menutut ilmu.     

Yang sebenarnya tidak dia inginkan, dan sejujurnya dia hanya ingin berkumpul dengan ibu dan adiknya. Tapi ayahnya selalau memaksanya untuk kuliah di luar negeri dengan berbagai alasan.     

Setelah dia mencari tahu mengapa sang ayah memaksanya untuk kuliah di luar negeri adalah karna bujukan dari Nindi istri keduanya.     

Dan dari semua itu dia mulai sadar jika Nindi sengaja membujuk suaminya agar memaksa Raisa pergi ke London dan setelah itu dia bisa dengan mudah mencelakai Eliza dan menindas Rima.     

Meski dia dan ibunya tidak memiliki bukti, tapi Raisa yakin sekali kalau Nindi lah dalang dari semua ini.     

Dan di saat Raisa dan ibunya sedang terpuruk ayahnya tidak ada. Bahkan tak sedikit pun sang ayah menunjukkan kepeduliannya, apalagi kadih sayangnya.     

Kini Raisa pun juga ingin melawan kejahatan dari Nindi dan keluarganya.     

Dia berusaha mencari tahu tentang penyebab meninggalnya Eliza.     

Dan Raisa pun memutuskan untuk bekerja di sekolah itu dengan menjadi salah satu staf pengajar.     

Tentunya untuk masuk ke dalam sekolah itu tidak lah mudah.     

Dia harus membujuk sang ayah mati-matian.     

Dan memastikan Nindi si ibu tirinya tidak turut ikut campur. Karna sekali ucapan dari Nindi pasti akan selalu di dengar dan di turuti oleh sanga ayah.     

Ucapan Nindi bagaikan hipnotis di mata Surya.     

***     

Dengan sangat terpaksa, Raisa mendatangi kantor sang ayah untuk meminta agar dia bisa bekerja di Pratama Jaya High School.     

Sekolah milik keluarga Sucipto sang ayah.     

Dia membuang segala rasa benci dan kesombogannya agar bisa bekerja di sekolah keluarganya sendiri.     

"Pa, Raisa, mohon. Untuk kali ini saja, izinkan Raisa bekerja di sekolah ini," pinta Raisa.     

"Apa alasan kamu tiba-tiba ingin bekerja di sekolah?" tanya Surya.     

"Kenapa, Papa, bertanya begitu? Sekarang Raisa sudah tinggal di sini, dan butuh uang untuk membiayai kehidupan Raisa dan Mama,"     

"Memangnya uang bulanan dari Papa itu masih kurang?"     

"Bukan kurang, tapi Raisa ingin mandiri!" tegas Raisa.     

"Sudah lah, Raisa, Papa kan sudah mencukupi kebutuhan mu, jadi untuk apa bersudah payah segala?"     

"Papa, hanya memberi kami uang bukan kasih sayang, dan kami dudah terbiasa dengan itu semua, jadi biarkan Raisa untuk belajar lebih mandiri lagi, agar Raisa dan Mama tidak perlu meminta Papa memberikan uang bulanan lagi."     

"Kenapa bilang begitu!? Selama ini Papa itu selalu memperhatikan kalian, hanya saja ibu kamu tidak pernah menghargai Papa, dia selalau kasar dan seolah acuh dengan segala apapun yang Papa berikan!"     

"Memperhatikan? Memperhatikan yang bagaimana maksunya? Di mana, Papa, saat Mama sakit? Dan di mana Papa, saat Mama sedang lumpuh begini?!" tanya Raisa dengan nada menyindir.     

"Apa maksud kamu!? Rima lumpuh?!"     

"Iya! Dan di mana Papa?! Bahkan saat Mama jatuh sakit, Papa tidak pernah mangangkat telepon Raisa?!"     

"Telepon?! Kapan kamu menelponnya?!" tanya Surya, yang benar-benar tidak tahu apa-apa yang sudah di ucapakan Raisa.     

"Papa tidak tahu kalau Raisa menelpon, Papa?!" tanya Raisa memastikan.     

"Iya, demi apa pun, tidak ada riwayat panggilan maupun pesan yang kamu kirimkan di ponsel Papa!" tegas Surya.     

Dan dari situ Raisa pun mulai sadar kalau semua ini memang ulahnya Nindi.     

"Papa tidak curiga dengan, Tante Nindi?" tanya Raisa.     

"Curiga? Kenapa harus curiga kepadanya?"     

"Ya karna dia pasti sudah mensabotase ponsel, Papa, makanya, Papa, gak tahu kalau Raisa Menelpon Papa, Bahkan Raisa juga sudah menitip pesan kepada Mbak Ismi?"     

"Pesan apa? Ismi tidak bilang apa-apa?!" "Sebaiknya, Papa, bicarakan ini semua kepada Tante Nindi, dan yang tolong izinkan Raisa bekerja di Pratama Jaya high School!" paksa Raisa.     

Surya terdiam sesaat, dia sedang mencerna apa yang baru saja di ucapkan oleh Raisa.     

Dan akhirnya dia pun menuruti ucapan Raisa.     

"Baik, kamu boleh bekerja di Pratama Jaya High School!" ucap Surya.     

"Yang benar, Pa?!" Raisa tampak tak percaya.     

"Iya!" jawab Surya.     

***     

Hari ini tepatnya, untuk pertama kalinya Raisa mengajar di sekolah itu.     

Dan dia pun langsung di dapuk sebagai wali kelas 10 A, kelas yang sama tempat di mana Eliza dulu berada. Dan tentunnya di kelas itu juga ada Jeninna, yang memang satu kelas dengan Eliza.     

Karna kebetulan wali kelas sebelumnya baru saja mengundurkan diri karna harus pindah ke luar kota.     

Tentu saja ini adalah kesrmpatan yang terbaik bagi Raisa untuk melancarkan aksinya.     

Dan dari sini lah, Raisa memulai perjuangannya, mencari tahu siapa dan apa penyebab dari Eliza sang adik bisa jatuh dari lantai 3.     

Saat ia mulai mamasuki kelas Jeninna pun tampak sangat syok.     

'Kenapa dia bisa ada di sini? Kapan dia pulang dari London?' batin Jeninna yang bertanya-tanya.     

"Selamat pagi, Anak-anak! Perkenalakan, Saya Raisa Nanda Sucipto, kalian bisa panggil saya, Bu Raisa, dan saya adalah wali kelas baru kalian!" tukas Raisa sambil tersenyum penuh percaya diri.     

Senyuman merekah bahagia terukir di wajah Aldo, karna dia tahu jika Raisa adalah kaka dari Eliza kekasihnya yang baru saja meninggal.     

"Selamat datang, Bu Raisa!" sahut Aldo penuh antusias.     

"Wah, terima kasih, kalau boleh tahu siapa nama kamu?" tanya Raisa kepada Aldo.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.