Bullying And Bloody Letters

Membujuk Ninna



Membujuk Ninna

0Dua hari telah berlalu, Jeninna masih dalam ketakutannya, entah disebut halusinasi atau pun nyata, baginya itu sangat menakutkan.     
0

      

Tok tok tok!     

"Ninna! Ayo buka pintunya, Sayang! Jangan di dalam terus, kamu harus berangkat ke sekolah!" teriak Nindi memanggil sang anak.     

"Gak! Ninna gak mau sekolah!" sahut Ninna.     

"Tapi setidaknya, tolong buka pintunya!" tukas Nindi.     

      

Ceklek!     

Dengan wajah kesal dan bibir cemberut Ninna membuka pintu kamarnya.     

"Mama, mau bilang Ninna berhalusinasi lagi?" tanya Ninna dengan nada menyindir.     

"Enggak, Sayang! Mama gak mengatakan kamu berhalusinasi lagi, sungguh!"     

"Terus mau apa?!"     

"Ninna, tolong jangan kasar begitu dong," tukas Nindi.     

Perlahan Nindi menghampirinua dan mengelus rambutnya.     

"Iya, Mama minta maaf, soal yang kemarin,"     

Ninna masih terdiam dengan bibir yang cemberut.     

"Udah dong, Sayang, jangan marah," rayu Nindi terhadap putrinya.     

"Kalau hari ini kamu gak mau sekolah, kita pergi jalan-jalan ke mall yuk! Siapa tahu habis ini mood kamu jadi lebih baik,"     

Dan Ninna pun mulai sedikit luluh.     

"Gimana? Kamu mau, 'kan?"  tanya Nindi.     

"Iya, Ma,  Ninna mau!" jawab Ninna penuh semangat.     

"Nah, gitu dong! Anak Mama gak boleh cemberut terus!"     

"Tapi Ninna, beliin baju baru ya?"     

"Iya dong, pastinya! Jangan kan baju baru kamu mau beli ponsel baru juga Mama belikan!"     

"Ah, serius?! Kebetulan ponsel Ninna udah retak, gara-gara kemarin jatuh, harus model terbaru ya, Ma?"     

"Iya!" jawab Nindi sambil tersenyum.     

      

Hari itu mereka berdua menghabiskan waktu untuk pergi jalan-jalan.     

Nindi berusaha untuk mengalihkan Ninna agar tidak berhalusinasi lagi.     

Nindi menuruti segala apa yang di inginkan putri semata watangnya itu, kebetulan Surya sedang berada di luar kota, jadi mereka bisa bebas bersenang-senang.     

      

"Apa sudah terbeli semuanya?" tanya Nindi.     

"Iya, sudah, Ma!" jawab Ninna.     

"Mau pulang atau makan dulu?"     

"Kita makan dulu ya, Ma. Ninna lapar!"     

"Ok, kita ke resto lantai bawah, yang masakannya terkenal enak dan mahal itu.     

"Ok, Ma! Siap! Mama, tahu aja kalau Ninna suka masakan resto di situ!"     

"Iya dong, kan, Mama, juga suka!"     

      

      

Mereka berdua tampak sangat asyik makan, dan tepat saat itu rupanya Sherly, sahabat dari Raisa juga tengah berada di situ.     

Tentu saja, Sherly tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, dia kembali memata-matai apa saja yang di lakukan oleh Nindi dan Ninna.     

      

Bahkan Sherly juga sempat memotret kebersamaan ibu dan anak itu, untuk di kirimkan kepada Raisa sahabatnya.     

Dan di saat itu, tak sadar Nindi mencurigai gelagat aneh Sherly yang sedang mengarahkan ponselnya ke arahnya, apa lagi Nindi sudah beberapa kali melihat Sherly, terutama di saat berada di restoran Sherly.     

      

"Mama, ngelihatin apa sih?" tanya Ninna.     

"Enggak, kok, Mama, cuman lihat pengunjung lainnya, kayaknya rame banget," jawab Nindi.     

"Oww," Ninna pun kembali menikmati makan siangnya.     

      

Sedang Sherly tampak sangat panik, karna tadi dia sempat melihat saat Nindi melirik ke arahnya.     

'Apa jangan-jangan dia mencurigaiku?' batin Sherly.     

Kalu dia segera bergegas meninggalkan restoran itu.     

      

***     

Selain licik, Nindi adalah orang yang sangat pandai dan tidak mudah di bohongi, dia sangat teliti dan mudah curiga.     

Akhirnya setelah itu, dia pun mulai mencari tahu tentang Sherly.     

Karna gerak-gerik Sherly sangat mencurigakan dan membuatnya merasa ingin sekali untuk mengetahui siapa sebenarnya Sherly.     

Entah mengapa Nindi merasa jika Sherly itu memiliki hubungan dengan Raisa.     

      

      

      

***     

Ke esokkan Nindi mendatangi restoran milik Sherly, tapi dia tidak memasuki restoran itu dan terus memantau apa saja yang di lakukan oleh Sherly di restoran itu, dari dalam mobilnya.     

Dan tak berselang lama dia melihat ada Raisa yang baru saja datang ke restoran itu, Raisa datang bersama dengan Aldo.     

      

Saat hendak memasuki restoran itu, Sherly sudah menyambut mereka berdua dengan sangat ramah.     

Hal itu sudah menjadi bukti kuat untuk meyakinkan dirinya bahwa Sherly benar-benar ada hubungannya dengan Raisa, bahkan selama ini menjadi mata-mata bagi Raisa.     

"Sudah kuduga jika dia ada hubungannya  dengan Raisa," gumam Nindi.     

"Aku tidak akan membiarkan  siapa pun membantu Raisa, dan perempuan itu sudah cukup banyak membantu Raisa, jadi sebaiknya aku musnahkan saja dia!" ujar Nindi.     

Setelah mengetahui semuanya, Nindi pun segera meninggalkan restoran itu.     

      

      

***     

Esok harinya, akhirnya berkat bujuk rayu dari sang ibu, Jeninna pun mau bersekolah kembali.     

Tentu saja saat berada di sekolah Ninna tak luput dari pengawasan Rasty sang tante.     

"Dengar, Ninna. Kalau sampai wanita itu berani berbuat yang tidak-tidak denganmu bilang saja sama, Tante!" tegas    Rasty.     

"Iya, Tante," jawab Ninna.     

      

Lalu Ninna pun masuk ke dalam. Kelasnya, dan baru saja memasuki ruangan kelas, seluruh pandangan mengarah kepadanya.     

Tentu saja hal itu membuat Ninna menjadi sangat kesal karna merasa terganggu.     

"Kenapa, kalian memandangku seperti itu!?" tanya Ninna.     

Dan siswa-siswi lainnya hanya terdiam, tapi mereka enggan mengalihkan pandangannya dari Ninna.     

"Ada apa dengan kalian?! Memangnya kalian pikir aku ini, maling ya?!"  teriak Ninna lagi.     

Seluruh temannya memandang karna mereka merasa heran, Ninna tampak berbeda, bahkan kabar bahwa Ninna mengalami depresi mulai tersebar.     

Ada beberapa siswa yang melihat tingkah aneh Ninna saat berada di parkiran mobil, bahkan saat Ninna, sedang berteriak-teriak di lantai tiga sekolahan juga ada yang melihatnya.     

Mereka mulai bergosip dengan menjadikan Ninna sebagai tokoh utamanya, bahkan ada yang mengira bahwa Ninna ada hubungannya dengan kematian Eliza.     

      

Tapi tak satu pun dari mereka ada yang berani menanyakan langsung kepada Ninna secara terang-terangan.     

Karna tentu saja hal itu hanya akan menyulitkan bagi mereka sendiri.     

"Kalian, itu benar-benar bikin kesal ya!" Mereka semua masih tak bergeming, tak ada satu pun yang berani menjawab ucapan Ninna.     

"Kalau kalian tidak menundukkan pandangan kalian dari ku! Maka aku akan membuat perhitungan kepada kalian satu persatu!" ancam Ninna, dan seketika mereka pun langsung menunduk.     

Ninna tersenyum sinis, "Nah memang begitu seharusnya!" tukas Jeninna penuh bangga.     

Lalu Ninna pun duduk di bangkunya dengan santai.     

"Hay, Ninn, apa kabar?" tanya Sera teman terdekatnya.     

"Iya, baik, apa saja berita terbaru selama aku tidak masuk?" tanya Ninna.     

Sera pun terdiam, karna selama dua hari Ninna tidak masuk sekolah, seluruh teman-teman di kelasnya bahkan di sekolah menggosipkan Ninna yang mulai tidak waras.     

"Kenapa kamu diam?!" tanya Ninna dengan nada memaksa.     

"... ah, aku,"     

Ninna langsung menoleh kearah Sera, dia ingin memaksa Sera mengatakan yang sebenarnya, Ninna tahu kalau Sera sedang menyembunyikan sesuatu.     

"Ayo cepat kat—"     

Kedua netra Jeninna melotot tajam karna ternyata yang ada di sampingnya bukanlah Sera melainkan Eliza yang sedang menunduk dengan tubuh yang di penuhi dengan darah.     

      

"AKHHHHH!" teriak Jeninna.     

      

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.