Bullying And Bloody Letters

Mati Mengenaskan



Mati Mengenaskan

0"Tenang, Ninna, Tante yakin, pasti ini adalah ulah dari Raisa, entah bagaimana caranya dia sudah membuat mu menjadi seperti ini, tapi kamu tenang saja, karna Tante gak akan tinggal diam,"     
0

Rasty terus memeluk dengan erat sambil mengusap-usap punggung Ninna. Perlahan Ninna melepaskan pelukan Rasty.     

Dan di saat itu tiba-tiba wajah Rasty berubahnya menjadi wajah Eliza.     

Seketiak Ninna pun berteriak histeris.     

"TIDAAAK!"     

Ninna langsung berlari keluar dari dalam ruangan Rasty.     

"Ninna! Ninna! Jangan lari, Ninna!" teriak Rasty memanggil Ninna.     

Ninna berlari menuju lantai bawah, dan di bawah tiba-tiba banyak sekali orang yang melihat kearahnya dengan tatapan penuh amarah dan wajahnya di penuhi dengan darah, seolah-olah mereka berjalan mendekatinya dan hendak menyerangnya. Padahal mereka hanya para sisawa dan siswi yang sedang berkerumun menyaksikan dirinya yang sedang berteriak-teriak histeris.     

Mereka semua tampak penasaran, tapi sayangnya Ninna malah ketakutan melihat mereka karna wajah mereka berubah derastis.     

"Tolong! Tolong!" teriak Ninna.     

Ninna kembali berlari ke lantai dua tempat di mana letak ruang kelasnya dan letak ruangan kepala sekolah.     

Dan kebetulan Rasty yang ada di situ langsung menyambutnya dengan wajah paniknya.     

Tapi sayangnya di mata Ninna wajah Rasty sudah berubah menajadi wajahnya Eliza.     

"Tolong! Tolong jangan mendakat!" teriak Ninna.     

"Ninna! Tolong jangan berlari lagi, bahaya, Ninna!" tukas Rasty.     

"Minggir, Eliza!" sergah Ninna. "Ini, Tante Rasty! Bukan Eliza!" ujar Rasty meyakinkan Ninna.     

Tapi tetap saja semua tidak berhasil karna di matanya Ninna, Rasty adalah Eliza. Ninna merasa terjebak dan tidak bisa lari kemana-mana dia bingung harus berlari kemana, dia hendak berlari ke lantai bawah, tapi di sana banyak orang-orang berwajah zombie yang sudah menyambutnya dan hendak menyerangnya, padahal sesungguhnya mereka hanyalah para siswa dan siswi yang sedang berkumpul melihatnya karna tingkah anehnya itu.     

Ninna hendak berlari ke atas lagi, tapi tepat di depan tangga sudah ada Rasty yang wajahnya sudah nyerupai Eliza.     

Ninna pun mendorong tubuh Rasty hingga terjatuh, dan setelah itu dia beralri meninggakan Rasty.     

"Akh! Ninna! Sakit!" tetiak Rasty.     

Sedangkan Ninna terus berlari menjauh dari tempat itu.     

Perlahan-lahan Rasty terbangun dan mengejar Ninna.     

"Tunggu, Ninna! Tunggu!" teriak Rasty.     

Dia terus mengejar keponakannnya itu.     

Dan Ninna sudah mulai naik ke tangga atas lantai tiga, lantai paling tinggi di dalam gedung sekolah itu.     

Tentu saja hal itu membuat Rasty merasa sangat kahwatir dia mulai merasa takut jika apa yang sudah di katakan Ninna tadi memang benar, dan Ninna akan jatuh dari lantai tiga, seperti surat yang dia terima dalam mimpinya beberapa hari yang lalu.     

"Ninna! Jangan ke sana, Ninna! Ayo turun Tante mohon!"     

Dengan sekuat tenaga Rasty mengejar Ninna yang sudah berlari naik ke lantai atas itu.     

"Ya ampun! Lututku!" keluh Rasty sambil berhenti sesaat dan memegangi lututnya setelah itu dia pun kembali berlari sambil menaiki tangga untuk mengejar Ninna.     

Tampak di atas Ninna menghentikan langkah kakinya.     

Sedangkan Rasty berjalan mendekat ke arahnya.     

"Kamu tidak apa-apa, kan, Ninna?" tanya Rasty.     

Dan Ninna pun masih tampak ketakutan melihat kedatangan Rasty itu.     

Di mata Ninna masih belum berubah, wajah Rasty adalah wajah Eliza.     

Ninna semakin bertambah ketakutan saat melihat Rasty semakin mendekatinya, di matanya seperti Eliza yang melihatnya dengan tatapan marah dan menyodorkan kan tangannya hendak mencekiknya.     

"Minggir! Eliza! Cepat pergi! Aku mohon jangan bunuh aku! Maaf kan aku! Maaf kan aku, Eliza! Maaf kan aku!" tukas Ninna sambil menangis ketakutan, tatapannya terlihat sangat kosong.     

"Ninna, ini Tante! Sayang! Ini Tante!" ujar Rasty yang terus berusaha menyadarkan Ninna.     

Ninna, menangis histeris dia berjalan mundur dan berhenti tepat di pagar pembatas lantai tiga.     

"Ninna! Stop! Itu berbahaya sekali, tolong jangan mundur lagi ya ...!" mohon Rasty.     

"El, tolong jangan bunuh aku, El, aku mohon," ujar Ninna     

"Ini, Tante, Ninna ... bukan Eliza, Eliza udah mati ...," lirih Rasty.     

Di dalam pandangan Ninna, Eliza pun keluar dari tubuh Rasty, dan Rasty kembali ke wajah aslinya, namun Eliza terbang dan melompat ke tubuhnya lalu dia merasuk ke dalam tubuh Jeninna.     

Sesaat nafas Jeninna terasa sangat sesak, bahkan untuk sekedar berbicara saja dia tidak mampu.     

Kemudian tangannya bergerak-gerak sendiri, dan mencekik lehernya sendiri.     

"Jeninna! Apa yang kamu lakukan?!" sergah Rasty.     

Tapi Jeninna tidak mendengarkannya dia terus mencekik dan memukul-mukulkan kepalanya di atas pagar pembatas itu.     

Jeduk!     

Jeduk!     

"Jen! Jeninna! Apa yang kamu lakukan?! Hik hik ...."     

"Tante! Tolong!" teriak Jeninna, tapi dia tidak bisa menghentikan tangannya sendiri.     

"Sadar Ninna, jangan lakukan itu ayo kendalikan dirimu!" teriak Rasty.     

"Gak bisa, Tante! Ga-bi-sa!" jawab Ninna terbata-bata.     

Rasty berjalan mendekatinya, dia berusahan menghentikan Ninna yang terus menyiksa dirinya sendiri itu.     

"Hentikan! Tante mohon, hentikan ...." mohon Rasty.     

Rasty memegang tangan Ninna, tapi Ninna menampiknya, dan tenaganya terasa sangat besar bagi Rasty, sampai membuat tubuhnya pun menjadi terpental.     

Gedebruk!     

"Aww! Sakit!" keluh Rasty sambil memegangi kakinya.     

Dan tak berselang lama terdengar suara gemertak seperti sebuah tulang yang patah.     

Gletek... geletek....     

Rasty mandang ke arah keponakanya itu, dan ternyata Ninna memutus kepalanya sendiri hanya dengan memuntir menggunakan tangannya sendiri.     

Mata Rasty melotot tajam, mulutnya tak sanggup berbicara.     

Darah sudah berceceran, Ninna masih berdiri tegak dengan tangan yang memegang kepalanya yang sudah terputus dari tubuhnya.     

Kemudian dia menjatuhkan tubuhnya dengan posisi seperti hendak berbaring dengan telentang.     

"AKHHHH!" teriak para siswa dan siswi di lantai bawah yang melihat pristiwa yang sangat seram itu.     

Dan tepat saat itu juga Rasty pun langsung pingsan di tempat, sedangkan Sera yang baru saja sampai di lantai tiga, dia pun segera menolong Rasty.     

"Bu Rasty! Ada apa?!" teriak Sera yang panik.     

Dia sama sekali belum tahu kalau di lantai bawah sedang ramai orang melihat jasad Ninna yang sudah bersimbah darah tanpa kepala.     

"Loh, ini darah apa?!" ujar Sera yang kaget.     

Lalu Sera mendekat ke arah darah itu lalu melihat ke bawah rupanya tubuh sahabtanya sudah terkapar tak bernyawa dengan di saksikan seluruh siswa dan siswi di sekolah itu.     

"Ninna! Itu apa Ninna?!" teriak Sera yang syok dan masih belum yakin jika itu benar-benar Ninna sahabatnya.     

Kembali Sera menghampiri Rasty.     

"Bu Rasty! Ayo bangun, Bu Rasty!" panggil Ninna sambil menepuk-nepuk wajah Rasty.     

Karna Rasty enggan terbangun juga, akhirnya Sera memutuskan untuk pergi menuju lantai bawah untuk memastikan jasad itu apakah benar-benar Ninna atau bukan.     

Berlari dengan tergesa-gesa menuruni tangga, hingga sampai di lantai bawah, membuat Sera terlihat kelelahan.     

"Minggir!" sergah Sera mencari jalan untuk melihat siapa yang terjatuh itu.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.