Bullying And Bloody Letters

Hanya Mimpi?



Hanya Mimpi?

0"Tujuan ku kemari, untuk memberitahu mu bahwa jangan bawa-bawa orang lain yang tidak ada hubungannya dengan kita untuk di pecat!" tegas Raisa.     
0

"Haha maksud kamu, Vivi?" tebak Rasty.     

"Iya, kamu berurusan denganku! Lalu untuk apa memecat dia?!"     

"Karna dia sudah terlalu dekat denganmu! Aku tidak mau ada seorang pun yang berbaik hati kepadamu di sini! Kamu tidak boleh betah berada di sekolah ini!" cantas Rasty.     

"Wah, kalian ini benar-benar sangat licik ya! Tapi aku harap kamu batalkan keputusan kamu untuk mengeluarkan, Bu Vivi! Karna dia tidak tahu apa-apa!"     

"Kalau aku tidak mau bagaimana?!" tantang Vivi.     

"Kamu harus mau, kalau tidak kamu akan tahu akibatknya!" tantang balik Raisa.     

"Memangnya kamu mau apa?" tanya Rasty.     

"Aku akan terus menindas, Ninna!" jawab Raisa sambil tersenyum sinis.     

Rasty mendadak mematung tak bergeming.     

"Kenapa kamu diam? Kamu tidak tega melihat keponakan tersayang mu itu terluka?"     

Rasty masih terdiam, tapi matanya melotot tajam, seperti ingin melawan tapi tak berkuasa.     

"Kamu pikir aku ini akan peduli meski kamu mengeluarkan, bu Vivi?" tanya Raisa sambil tersenyum, "jawabannya tidak, Bu Rasty! Karna dia bukan siapa-siapa ku! Kalau pun kamu keluarkan, aku juga tidak rugi! Aku bukan orang yang sepeduli itu. Tapi kalau kamu benar-benar mengeluarkanya, maka akan aku pastikan keponakan tercinta mu tidak akan betah berada di sini!"     

Raisa berjalan mendekat ke arah Rasty sambil memgang pundak Rasty.     

"Kamu tahu kan bagaimana perubahan keponakanmu semenjak ada aku?"     

Rasty melirik ke arah Raisa.     

"Jangan menatapku begitu, tapi coba pikirkan lagi bagiamana sulitnya mencari tenaga pengajar baru sebaik dan berkompeten seperti, Bu Vivi?" tanya Raisa.     

Dan Raisa pun berlalu pergi sambil menepuk-nepuk pelan pundak Rasty, sesaat sebelum pergi Raisa berkata.     

"Pikirkan baik-baik. Kalau tidak keponakan mu akan depresi karena ku!" ancam Raisa.     

Akhirnya setelah kedatangan Raisa di ruangan Rasty.     

Membuat Rasty membatalkan niatnya untuk memecat Vivi salah satu staf pengajar di sekolah itu.     

Karna kalau tidak, Rasty sangat khawatir dengan keadaan Ninna, Rasty sudah paham betul tentang sifat keponakannya itu, Jeninna sebenarnya adalah seorang gadis yang sangat rapuh, dia mudah tersinggung dan mudah putus asa, dan cenderung berbuat nekat serta tak peduli meski itu bisa membahayakan dirinya sekali pun.     

Selain itu apa yang di ucapakan oleh Raisa ada benarnya, Vivi adalah salah satu staff pengajar terbaik di sekolah itu.     

"Sialan! Kalau begini aku menjadi merasa tak berdaya di hadapan wanita itu!" gerutu Rasty.     

"Huffttt ... tapi tidak apa-apalah, toh tidak akan lama menunggunya sampai dia mati!" tukasnya lagi sambil tersenyum sinis.     

"Tante!" panggil Ninna.     

"Eh, Ninna! Bikin Tante, keget saja!" ujar Rasty.     

"Tadi, Ninna lihat wanita itu keluar dari ruangan ini! Apa dia membuat masalah dengan, Tante?"     

"Iya!"     

"Terus, apa yang dia lakukan?"     

"Ah, Tante malas membahasnya! Bikin emosi Tante melambung tinggi saja!" ujar Rasty.     

"Maka dari itu, ayo cepat kita bunuh saja dia, Tante!"     

"Diam, Ninna! Berapa kali, Tante bilang kalau kita harus bersabar!" cantas Rasty.     

"Tapi, dia sudah terlalu mengusik kita, Tante!"     

"Iya, Tante tahu! Tapi ini perintah mama kamu!"     

"Akh! Terserah!" cantas Jeninna lalu dia pun duduk dengan kasar di bangku Rasty.     

"Itu kursi punya, Tante! Ayo manggir!" sergah Rasty.     

"Masa bodo!" sahut Ninna.     

Sambil cemberut Ninna, melihat kearah layar ponselnya.     

Membuka beberapa aplikasi media sosialnya.     

Dan tepat saat itu juga tiba-tiba dia meliat poto Eliza terpampang di layar ponselnya.     

"AKH!" teriak Ninna.     

Prang!     

Dengan gerakan reflek dia melempar ponselnya, hingga layar ponsel itu retak karena terjatuh.     

"Ninna! Ada apa sih!? Bikin kaget saja!" teriak Rasty.     

"Eliza, Tante! Ada Eliza di ponsel, Ninna!" jelas Ninna dengan wajah yang ketakutan.     

Rasty segera mengambil ponsel milik Ninna yang masih di atas lantai.     

Lalu dia merapikan beberapa item yang terlepas dan memasangnya kembali.     

Rasty menekan tombol on dan ponsel pun kembali menyala.     

"Tidak rusak," ujar Rasty.     

Rasty memeriksa isi file dalam ponsel milik Ninna.     

"Tidak ada gambar Eliza! Kamu itu salah lihat!" ujar Rasty.     

"Tadi beneran ada foto Eliza, yang berdarah-darah, Tante!"     

"Ninna! Ninna! Kamu itu terlalu berlebihan, kalau pun benar ada fotonya, Eliza, bisa saja kan dari teman-teman dekatnya!"     

"Tapi, Tante! Fotonya berdarah-darah! Seram sekali, Tante!"     

"Ah, kamu itu sedang tidak enak badan, Ninna! Sebaiknya kamu istirhat saja di klinik!"     

"Tapi, Ninna, tidak sakit, Tante!"     

"Kamu itu sakit, ayo biar Tante, antarkan ke klinik sekolahan!" ajak Rasty sambil menarik paksa tangan Ninna.     

"Tante! Ninna, gak mau!"     

"Ayo, cepat!"     

Dan setelah berada di dalam klinik Rasty menyuruh dokter yang sedang bertugas memeriksa Ninna.     

Setelah itu Rasty meninggalkannya. Rasty kembali ke ruanganhya lagi.     

"Ada-ada saja! Punya keponakan satu saja bikin pusing!" gerutu Rasty.     

Kemudian dia kembali mengotak-atik tombol mause komuternya.     

Dan tepat di saat itu juga dia melihat selembar kertas di hadapannya yang bertuliskan, 'JENNINA AKAN MATI'     

Rasty pun merasa sangat kaget melihat hal itu.     

"Bagaimana bisa ada yang berani menaruh surat ancaman begini, di ruangan ku?!" tukas Rasty.     

"Aku yakin, ini ulahnya Raisa!"     

Kemabli Rasty mengotak atik keyboard dan juga mouse di depan layar monitor.     

"Kalau tahu dia masih juga akan menerorku! Maka aku tidak akan membatalakn niatku untuk memecat, Vivi!"     

Sambil mengotak-atok atik komputernya, Rasty terus menggerutu, dan tepat saat itu juga tiba-tiba layar komputer itu mati, lalu sesaat hidup, dan mati kembali.     

"Ini kenapa jadi eror sih?!" gerutu Rasty.     

Kemudian muncul sebuah tulisan dalam layar komputer itu.     

'AKU AKAN MEMBUNUH KALIAN SATU PERSATU!'     

Tulisan dalam layr komputer itu.     

"Akh! Sialan beraninya dia sampai menyadap data-dataku!" Rasty pun langsung berdiri dengan penuh amarah.     

"Ini gak bisa di biarakan, dia sudah berani masuk ke ruanganku tanpa izin! menaruh surat ancaman dan merusak komputer ku!"     

Tapi belum sempat berdiri tiba-tiba layar komputer itu meledak dan keluar sebuah tangan, dengan kuku-kuku panjang, dan terus memanjang hingga dapat meraih wajah Rasty lalu menariknya masuk ke dalam layar komputer itu.     

"AKH! TOLONG! TOLONG! TOLONG!" triak Rasty, lalu tiba-tiba dia terbangun di ruangannya dengan kepala bersandar di papan keyboard.     

Rasty tampak sangat kerakutan, dia melihat di bagian layar komputer tidak ada apa pun bahkan layarnya tidak retak sama sekali, padahal jelas-jelas tadi ada tangan hitam dengan kuku-kuku panjang keluar dari dalam layar itu.     

Dan setelah itu di mencoba menghidupkannya.     

Komputer dalam ruangan itu tampak baik-baik saja, tidak ada eror atau pun kerusakan sama sekali, serta data-data dalam komputer itu juga masih lemgkap.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.