Bullying And Bloody Letters

Merasa Tenang



Merasa Tenang

0Kemudian Melisa menghentikan tangannya sejenak, dia sudah tidak tertawa lagi.     
0

Wajahnya terlihat membiru di penuhi luka lebam dan sebagian sampai berdarah-darah, terutama di area bibir dan hidung.     

      

"Hik... hentikan, sakit, tolong  ...." Mohon Melisa.     

      

Dan dadanya kembali terasa sesak serta tak bisa lagi dia mengendalikan tubuhnya.     

Tangan bergerak-gerak tak terkendali memukul dan menampar lalu dia meraih sebuah pisau yang tadi terjatuh di tanah.     

      

"Tolong jangan! Jangan!" teriak Melisa.     

Tapi tangannya malah mencengkeram kuat bagian sisi pisau hingga mengucur darah segar dari telapak tangannya.     

Kedua netra Melisa meneteskan butiran air mata dengan wajah meringis kesakitan.     

Tapi bibirnya kembali tertawa-tawa dengan lantang.     

      

Haha haha haha haha haha!     

Haha haha haha haha haha!     

Haha haha haha haha haha!     

      

Dengan tangan yang masih bercucuran darah dia berpindah memegang gagang pisaunya lalu menusukkan pisau itu ke bagian perut hingga berkali-kali, darah terus menyembur dan menetes di sekitar  tempat itu.     

"Biarkan aku mati, aku sudah tidak tahan lagi, ayo keluar dari dalam tubuhku!" pinta Melisa.     

Dan lagi-lagi setelah menangis kesakitan, Melisa kembali tertawa-tawa lagi.     

      

Haha haha haha haha haha!     

Haha haha haha haha haha!     

Haha haha haha haha haha!     

      

Jlup!     

Jlup!     

Jlup!     

Melisa kembali menusuk-nusukkan pisau itu kebagian perut, dada, leher dan yang lainya.     

Hingga tubuh Melisa di penuhi luka dengan lubang yang menganga.     

Setelah itu arwah Cinta keluar dari tubuh Melisa.     

Seketika Melisa pun langsung ambruk dengan mulut terbuka dan mata melotot.     

      

      

      

***     

Sementara itu Mentari mulai sadar dari pingsannya.     

Dia melihat sekitar rumah itu sudah berantakan, dan Melisa beserta kedua anak buahnya sudah tidak ada.     

"Tari! Ke sini!" panggil Vero.     

"Kak Vero!" Mentari pun segera berlari menghampiri Vero.     

"Cepat lepaskan aku!" suruh Vero.     

"Baik, Kak Vero!"     

Mentari mulai membuka ikatan di tangan serta di kaki Vero.     

"Sudah, Kak!"     

"Terima kasih!"     

Vero segera memeluk Mentari.     

"Kak Vero, gak apa-apa, 'kan?" tanya Mentari.     

"Enggak, aku baik-baik saja kok!" jawab Vero.     

"Di mana yang lainnya?"     

"Entalah, Tari! Sepertinya kedua anak buah Melisa sudah kabur, sedangkan Melisa sendiri tadi berlari ketakutan sambil berteriak-teriak histeris.     

"Apa tadi, Cinta datang?" tanya Mentari.     

"Iya, dia datang dan sesaat merasuk ke dalam tubuhmu, lalu setelah itu dia keluar lagi dan kamu pingsan," jawab Vero.     

"Sudah kuduga, pasti dia akan datang,"     

"Yasudah ayo kita pergi dari sini, pasti Mama sangat menghawatirkanku!" ajak Vero.     

"Iya, Kak, benar, tante Sarah sangat menghawatirkan, Kak Vero!" jawab Mentari.     

Mereka berdua bergandengan tangan keluar bersama-sama dari dalam rumah itu.     

      

Ketika berada di dekat pemukiman warga, mereka melihat ada kerumunan orang dan mobil polisi yang sedang mengevakuasi jasad dari Melisa.     

Mereka berdua pun segera menghampiri para polisi itu, karna saat ini mereka tidak memiliki kendaraan untuk bisa pulang ke rumah.     

Apalagi jarak dari puncak ke Jakarta cukup jauh.     

      

Akhirnya Mentari beserta Vero menceritakan kronologi kejadian menyeramkan ini kepada mereka. Mereka juga mengenali wajah Vero, karna selama ini Sarah memasang wajah Vero di berbagai media sosial sebagai orang hilang.     

Dan setelah itu mereka pun mendapat tumpangan pulang ke Jakarta dari musyawarah para warga sekitar dan di bantu juga oleh para aparat Kepolisian.     

      

***     

      

Sesampainya di rumah.     

"Vero! Kamu ke mana saja, Nak? Mama khawatir banget," tukas Sarah sambil memeluk Vero dengan erat.     

"Apa kamu baik-baik saja? Apa ada yang luka? Apa ada yang sakit?" tanya Sarah secara beruntun.     

"Enggak, Ma, Vero beneran gak apa-apa, yang terpenting Vero sekian udah pulang," tutur Vero menenangkan sang ibu.     

"Syukur lah, kalau begitu, dan terima kasih banyak ya, Nak Tari, sudah membantu menemukan, Nak Vero," tukas Sarah sambil melirik ke arah Mentari.     

"Iya, Tante sama-sama," jawab Mentari sambil tersenyum.     

      

"Tari! Kak Vero!" teriak Laras dari kejauhan sambil berlari.     

"Kalian baik-baik aja?" tanya Laras.     

"Iya, kalian gak apa-apa, 'kan? Gak ada yang luka?" tanya Alvin.     

"Iya, kami baik-baik saja," jawab Mentari.     

"Syukur lah, dan aku juga sudah dengar beritanya, kalau Melisa meninggal secara mengenaskan," ujar Laras.     

"Iya," jawab Mentari agak lemas.     

"Pasti, Cinta yang melakukannya ya?" tanya Alvin.     

"Iya, Vin," jawab Mentari lagi     

"Mungkin apa ini sudah menjadi takdir bagi Melisa. Lagi pula dia juga sudah jahat kepada banyak orang, dan sekarang kalian berdua bisa tenang karna tidak ada yang mengganggu lagi," ujar Alvin.     

"Iya, Alvin benar, dan aku rasa, aku juga bisa merasa tenang tidak perlu lagi, dia menerorku dengan pertanyaannya yang selalu ingin tahu siapa pacarnya Vero," imbuh Laras.     

"Memangnya dia pernah menerormu?" tanya Mentari.     

"Pernah sekali dia menemuiku,"     

"Di mana?"     

"Waktu aku dan Alvin di restoran, lalu dia menghampiriku saat aku di toilet dan bertanya tentang siapa pacarnya Vero? Gila banget, 'kan?"     

"Yah, dia kan memang gila!" sahut Vero.     

"Aneh, ada orang mati bukannya bersedih kok kita merasa tenang dan aman ya?" kelakar Alvin menyela obrolan mereka.     

"Haha! Habisnya kalau dia tidak mati, justru kita semua yang terancam mati," sambung Vero.     

"Ih, kalian apa-apaan sih, gak boleh kayak begitu tau!" sahut Mantari.     

"Iya, emang gak boleh begitu, kalau yang meninggal bukan Melisa, tapi kalau Melisa kita wajib bersyukur, karna untuk melindungi populasi manusia, terutama populasi para gadis yang menyukai Vero haha!" ledek Laras.     

"Ih, apaan sih, Laras nih!" sahut Vero.     

"Ehem! Mulai genit nih ya?" sindir Alvin.     

"Ciyee! Ada yang cemburu ni ya!" sambung Vero meledek Alvin.     

"Haha haha udah-udah, sekarang ayo kita bantuin Tante Sarah, lagi masak buat makan malam tuh!" ajak Laras.     

"Iya, benar ayo!" imbuh Mentari.     

      

      

***     

      

Meja makan pun sudah terisi penuh makanan yang sudah di siapkan oleh Sarah, yang di bantu oleh Laras, dan Mentari.     

"Ayo, dimakan semuanya!" ujar Sarah mempersilahkan makan kepada Vero dan teman-temannya.     

"Iya, Tante! Siap!" jawab Alvin mewakili teman-temannya.     

"Hari ini menu spesial, masakan dari Mentari dan Laras!" ujar Sarah lagi.     

"Wah, terima kasih Tante, atas promosinya, tanpa arahan dari Tante Sarah, pasti masakannya Laras bakalan ancur cita rasanya!" tukas Laras yang berkelakar.     

"Gak apa-apa, Laras, namanya juga lagi belajar, tapi by the way, Tari lumayan jago masak  juga ya ternyata!" puji Sarah.     

"Haha, kalau Tari, sih jangan di tanya lagi, dia kan emang calon mantu idaman lo, Tante" ledek Laras lagi.     

"Ah, masa sih! Emangnya Tari mau jadi menantu, Tante?" tanya Sarah yang meledek Mentari.     

"Wah, udah ada lampu hijau lo!" ledek Laras.     

Seketika Mentari pun tersipu malu  dan menunduk.     

"Ih, kalian apa-apaan sih?"  tukas Mentari sambil menunduk.     

"Ciye, Tari, malu-malu, pasti salah tingkah banget tuh!" ledek Laras lagi.     

"Ih, Laras! Apaan sih!" gerutu Mentari sambil mencubit perut Laras.     

"Ih sakit, Tari!"     

      

      

      

      

      

To be continued     

      

      

.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.