Bullying And Bloody Letters

Fanya Yang Menyebalkan



Fanya Yang Menyebalkan

0Meskipun Fanya mengancam akan mempermalukan Sandra, namun nyatanya Sandra tidak merasa takut kepada Fanya.     
0

Justru ancamannya malah fi jadikan bahan hinaan oleh Sandra.     

Dan setelah itu Sandra meninggalkannya begitu saja, tentu saja hal itu membuat Fanya merasa sangat kesal. Lagi-lagi dia sendiri, tidak ada yang menemaninya.     

"Ini benar-benar menyebalkan sekali, harusnya dia takut dengan ancamanku, dan mengapa dia malah terlihat baik-baik saja begitu?!"     

"AKH MENYEBALKAN!" teriak Fanya.     

      

Dan tepat di hadapannya ada Ane dan Keysia yang sedang lewat di hadapannya.     

Mereka berdua melirik sesaat ke arah Fanya, dan Fanya tampak melihat mereka berdua dengan sinis.     

Tapi Keysia melihatnya sambil tertawa kecil meledek.     

Keysia sempat melihat tadi Fanya sudah di tolak mentah-mentah oleh Sandra.     

Dan Ane pun juga melihatnya, tapi ekspresi Ane tak sebahagia Keysia, dia masih merasa sedikit bersalah dengan kedua temanya, karna dirinya Fanya dan Keysia menjadi bertengkar.     

      

"Keysia, ayo," ajak Ane berbicara lirih.     

Tapi sayangnya Keysia tak menerima ajakan Ane. Keysia malah tertarik menghampiri Fanya.     

Dan apalagi tujuannya kalau bukan untuk menghina Fanya.     

Perlahan Keysia melangkah mendekat kearah Fanya.     

"Keysia! Kamu mau kemana?!" teriak Ane.     

"Mau kemana lagi kalau bukan menghampiri mantan sahabat!" jawab Keysia sambil tersenyum sinis.     

"Key! Udah biarin aja ayo ke kelas!" ajak Ane.     

Keysia masih tak menghiraukannya, lalu dia pun mendekat ke arah Fanya.     

"Hey, Fanya. Bagaimana hari-harimu setelah sendirian?" tanya Keysia dengan wajah meledek.     

Keysia pun tak mau kalah, dia tak mau terlihat lemah di depan Keysia dan Ane.     

Meski dia benar-benar merasa sakit dan kesepian tanpa mereka berdua tapi dia tak peduli, yang namanya Fanya tak boleh terlihat lemah seperti seorang pecundang.     

"Untuk apa kalian kemari? Ingin memohon biar agar aku bisa kembali lagi bersama kalian ya?" tukas Fanya dengan sombong.     

"Cih, untuk apa aku memintamu kembali?" ujar Keysia. "Dengar ya Fanya, bagi kami barang yang sudah ada di kotak sampah tidak boleh di pungut lagi!" tegas Keysia.     

'Dasar sial!' batin Fanya.     

"Oh, kamu ada urusan apa dengan gadis sok kaya itu? Kamu sedang menawarkan pertemanan dengannya ya?" Keysia kembali melipat kedua tangannya.     

"Kamu itu benar-benar kasihan ya, sampai segitunya karna tidak punya teman, hahaha!" ledek Keysia.     

"Keysia  udah dong, kita jangan bertengkar lagi, ayo kita ke kelas aja!" ajak Ane.     

Ane tampak tak ingin melihat kedua orang itu bertengkar lagi.     

"Dengar ya, Keysia! Sebaiknya urus urusan dirimu sendiri, jangan pikirkan hal yang lain contohnya diriku, karna aku ini baik-baik saja meski tanpa kalian!"     

"Oh, begitu ya? Tapi sepertinya tidak tu," Kembali Keysia memancing amarah Fanya.     

"Sudah ku bilang aku baik-baik saja, jadi kalian pergi saja! Aku tidak butuh belas kasihan kalian!" tegas Fanya.     

"Siapa yang ingin memberi belas kasihan kepadamu! Kami ini datang karna ingin menghinamu!" Sahut Keysia.     

Seketika Fanya pun terdiam sambil melebarkan pupil matanya, dan terlihat sangat marah sekali dengan sikap Keysia yang menyebalkan ini.     

"PERGI!" sergah Fanya.     

"Oh my God, wajahmu seram sekali!" Keysia menutup mulutnya dengan kedua tangan, dengan ekspresi sok dramatis.     

"Kalau dilihat dari ekspresi tertawamu ini terlihat jelas bahwa kamu sebentar lagi akan gila ya? Hahaha!" ledek Keysia lagi.     

"PERGI!" teriak Fanya.     

"Aku benar-benar tidak habis pikir, kenapa dulu aku dan Ane bisa berteman dengan orang seperti ini ya? "     

"Key, ayo pergi!" ajak Ane dan Ane menarik tangan Keysia.     

"Ah, kamu itu payah, Ane!" tukas Keysia, "ini lagi seru-serunya tahu!" ujarnya lagi.     

"Please, Key, dengerin aku, ayo kita ke kelas dan jangan ladenin dia," gumam Ane sambil terus menarik paksa tangan Keysia.     

Keysia pun terpaksa mengikuti Ane, karna tubuhnya yang terseret oleh tarikan Ane.     

Sementara Fanya masih berteriak-teriak histeris, persis seperti orang yang tidak waras.     

Tak peduli jika teriakannya itu sedang di perhatikan oleh orang-orang sekitar.     

Fanya memang kalau sudah marah tidak peduli lagi dengan keadaan sekitar.     

Dia gampang terlarut dalam emosinya.     

Sampai lupa dia sedang berada di tempat umum.     

      

***     

      

Tak terasa bel jam istirahat pun mulai terdengar.     

Kini tiba saatnya Mentari dan Laras keluar kelas dan melakukan  rutinitas seperti biasanya, yaitu pergi ke kantin.     

"Ras, mau makan apa?" tanya mentari.     

"Ah, soto ayam kayaknya enak deh," jawab Laras.     

"Wah, kebetulan aku juga sedang ingin makan itu sih,"     

"Wah, bagus dong, hari ini bagian siapa yang pesan?"     

"Aku aja, kemarin kan sudah kamu," ujar Mentari.     

"Ok, baiklah, kalau gitu aku minta sambalnya yang banyakan ya!"     

"Ok!" jawab Mentari sambil berjalan meninggalkan Laras.     

      

Setelah mendapatkan makanan yang di pesan, Mentari pun kembali menghampiri Laras.     

Dengan berjalan sangat hati-hati sambil membawa nampan yang berisi dua mangkok soto. Tiba-tiba Fanya menjegal kaki Mentari.     

"Awww!" Mentari pun terjatuh, dan makanan yang ia bawa tumpah.     

Nyaris saja menumpahi orang lain, tentu saja insiden itu mengundang orang-orang melihat ke arah Mentari.     

"Tari ada apa?!" teriak Laras, dan dia berjalan menghampiri Mentari.     

"Kamu gak apa-apa, 'kan?" tanya Laras.     

"Aku di jegal," ujar Mentari.     

"Hah?! Siapa yang melakukannya?!" Laras tampak syok.     

Dan Mentari pun menengok ke arah seseorang di belakangnya, yaitu Fanya yang sedang cengengesan.     

"Oh, jadi kamu penyebabnya?!" cantas Laras kepada Fanya.     

Dan bukanya meminta Maaf, Fanya malah tertawa cengengesan lagi.     

"Eh, kamu sudah gila ya tertawa begitu?!" bentak Laras lagi.     

"Aduh, kamu itu kenapa marah-marah sih?! Memang kamu ada bukti kalau aku pelakunya? Enggak, 'kan?"     

Laras pun terdiam sesaat dan menatap wajah Fanya dengan geram, kok ada orang semenyebalkan ini.     

Fanya itu sudah terlihat bukan lagi seperti anak yang normal, dia terlihat seperti orang yang sakit jiwa.     

"Kenapa menatap wajahku seperti itu? Kamu ada bukti kalau aku yang menjegalnya?" tanya Fanya lagi dengan wajah selengean.     

"Kamu itu memang cewek sinting ya, Fanya! Kamu itu sakit jiwa! Tidak bisa ya kalau sehari saja tidak berbuat masalah dengan Mentari?!"     

"Haha! Enggak! Aku akan terus membuat masalah dengannya!"     

"Wah, begitu ya?! Terus di mana dayang-dayang mu!?" Laras melihat Ane dan Keysia tengah asyik makan berdua saja di bangku kantin paling ujung.     

"Loh itu mereka! Kamu bermusuhan juga yang dengan mereka?" tanya Laras.     

"Kalian bertengkar ya?" tanya Laras dengan nada meledek, "wah, selamat ya, memang kami pantas mendapatkan itu semua haha!"     

Laras pun segera menolong Mentari yang sedang membersihkan pakaiannya yang kecipratan kuah soto tadi.     

"Kasihan sekali kamu itu Fanya," ujar Laras sambil membantu Mentari membersihkan bajunya.     

"Tadinya aku ingin memberimu pelajaran, tapi rasanya tidak perlu deh!" ucap Fanya lagi.     

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.