Gairah Nona

Pergi ke Orang Pintar



Pergi ke Orang Pintar

0Keesokan harinya, deru suara motor klasik yang khas memasuki pelataran rumah itu. Pemuda itu memarkirkan kendaraannya begitu saja dan beringsut masuk ke dalam rumah berpas-pasan dengan Bagas dan Nining yang akan keluar rumah.     
0

"Bapak! Ibu! Mirna kemana?" tanya Zayn dengan raut wajah khawatir. Pasangan suami istri itu saling berpandangan sejenak. seolah dari tatapan mereka sedang berdiskusi kata apa yang sebaiknya mereka ucapkan untuk menenangkan anaknya itu.     

"Zayn kamu baru datang Nak, ayo masuk dulu. Kita bicarakan baik-baik di dalam." ajak Bagas sambil merangkul anaknya itu. Namun tidak bergeming, dia masih bersikukuh di ambang pintu sampai kedua orang tuanya mengatakan kebenaran tentang Mirna.     

"Tidak! Kasih tahu sama Zayn sekarang, apa yang terjadi dengan Mirna?" desak Zayn. Terlihat kedua orang tuanya itu menghela nafas untuk mengatakan sesuatu hal yang berat.     

"Dari kemaren pagi, Istrimu menghilang secara misterius Zayn. Kami dan seluruh warga sudah berupaya untuk mencarinya tapi hasilnya nihil." Begitu ungkap Bagas. Wajah Zayn mendadak pias. tatapan matanya kosong.     

Pemuda itu duduk di kursi panjang di depan rumah. dia meremas rambutnya sendiri. Kekalutan teramat sangat mendera batinnya saat ini. Ternyata apa yang dikatakan oleh Bu Inem benar adanya. Karena dia yang menolak untuk mengikuti noni belanda itu untuk masuk ke alamnya, sekarang imbasnya adalah istrinya sendiri yang menjadi korban.     

Bagas dan Nining menghampiri anaknya itu, berusaha membesarkan hati anaknya itu.     

"Yang sabar ya Nak, cepat atau lambat pasti Mirna bisa ditemukan." ujar Ibunya sambil mengelus-elus lengannya lembut.     

"Ini saja, ibu dan bapak mau pergi ke rumah orang pintar untuk mencari keberadaan Mirna." Seloroh Bagas. Seketika Zayn mendongak. Dia menatapp kedua orang tuanya itu bergantian.     

"Bapak dan ibu mau pergi ke orang pintar sekarang?" mereka mengangguk serempak.     

"Kenapa tidak bilang dari tadi? kalau tahu gitu 'kan Zayn ikut."     

"???"     

**     

Mereka sudah sampai dirumah Mbah Nasir, orang pintar dari kampung sebelah yang sangat piawai dalam hal ghaib. Sudah banyak orang yang hilang secara misterius berhasil dia temukan. Menjadikannya orang pintar yang cukup ternama hingga seantero kecamatan.     

Terlihat sudah banyak orang yang mengantri di rumah Mbah Nasir. Mereka datang dengan berbagai keperluan tentunya. Bagas, Nining, dan Zayn sampai tidak kebagian tempat duduk. Mereka berdiri sampai kurang lebih satu jam baru mendapatkan tempat duduk. Itu pun masih mengantri dengan cukup lama.     

"Pak, apa tidak sebaiknya ganti dukun aja." ujar Zayn yang sudah tidak sabar.     

"Hush ngawur saja kamu. Tidak ada dukun yang ampuh selain Mbah Nasir. Jadi tunggu saja." ibunya malah yang menimpali. Dia sangat yakin dengan kinerja sang dukun sehingga keukeuh tetap disana.     

"Iya, coba lihat sendiri. Antriannya panjang sekali. ini sudah cukup membuktikan bahwa beliau adalah orang yang sangat sakti." Imbuh Bagas.     

Zayn hanya menghela nafas. Dia terlalu khawatir dengan Mirna, sampai tidak sabaran untuk pergi ke tempat yang lain, kepada pemuka agama misalnya. sebenernya dia tidak terlalu suka kalau pergi ke orang pintar yang mungkin bisa saja mengelabuhi mereka. Tapi meskipun begitu. Dia harus menuruti apa kata orang tua yang sudah kekeh dengan keyakinannya.     

saking lamanya mereka menunggu, mereka tertidur hingga sore menjelang. Seseorang tampak menghampiri mereka dan menggoyang-goyangkan pundak mereka.     

"Permisi bapak-ibu."     

Baik Bagas, Nining dan Zayn tergeragap. Seorang itu tampak menggeleng-geleng 'kan kepalanya.     

"Lho kok sudah sepi?" seru Bagas.     

"Iya, tadi perasaan rame." timpal Zayn.     

"Mohon maaf sebelumnya bapak, ibu. Saya adalah asisten dari Mbah Nasir mau menginformasikan bahwa tempat praktek kami sudah tutup."     

"Apa?" sahut mereka serempak.     

"Iya, mohon maaf sekali ya bapak, Ibu."     

"Enggak bisa seperti itu Pak! kami sudah menunggu seharian ini. masa tidak bisa untuk bertemu dengan beliau?" protes Bagas sembari menuding ke arah Asisten itu.     

"Tapi memang jam prakteknya sudah tutup Bapak. Kami tutup jam lima sore."     

"Pak, kami mohon izinkan kami untuk bertemu dengan Mbah Nazir ini adalah hal yang sangat penting." Ujar ibu memohon. Terlihat wajah dari sang Asisten itu jengkel. Dia bersiap untuk melontarkan kata-kata yang lebih tegas, tapi suara barinton menghentikannya.     

"Sudah, biarkan mereka masuk." Ujar seorang pria yang menggunakan pakaian serba hitam.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.