PERNIKAHAN TANPA RENCANA

13. Cinta Darwati Pada Mas Sardi



13. Cinta Darwati Pada Mas Sardi

0Sesuai dengan perjanjian yang telah di atur oleh Kabul dan Ibunya Darwati. Bakda ashar pun Mas Sardi memenuhi janjinya. Ia datang di gardu yang dekat dengan rumah Darwati. Sesampainya di sana Darwati belum menampakkan dirinya. Mas Sardi setia menunggu sambil menyesapi rokoknya.     
0

Beberapa menit berselang nampak Darwati muncul dengan kebaya pink dan jarik luriknya. Ia begitu cantik hari ini. Nampak lipstik menempel di bibirnya dan bunga diujung sanggulnya. Mas Sardi pun segera memperbaiki posisinya dan kemejanya.     

Mas Sardi sebenarnya tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Dia hanya akan berjalan sesuai arus permainan hang Darwati inginkan. Keduanya mulai berjalan, Mas Sardi mengimbangi jalan Darwati. Sementara Darwati masih hanya diam. Tak sepatah kata pun Ia katakan.     

Arah perjalanan mereka menuju pasar wage. Mas Sardi berusaha memahami mungkin Darwati ingin membeli sesuatu. Sebagai seorang lelaki yang mengajak calonnya tentu saja Ia sudah menyiapkan sejumlah uang untuk mereka berdua.     

Sebenarnya selama perjalanan Ia merasa canggung. Padahal, Darwati ini bukanlah tipe pendiam. Apalagi dengan orang yang Ia sukai. Dia tidak akan se kalem ini. Atau memang inilah Darwati yang tidak pernah Ia sangka dan ketahui sifat aslinya.     

Sampailah mereka berdua di Pasar Wage. Pasar malam yang hanya akan ada setiap hari wage dari bakda ashar hingga tengah malam. Dipenuhi pemuda pemudi yang saling menjalin cinta atau pemuda pemudi yang memang sekedar cuci mata.     

Pasar yang di penuhi penjual dari dalam maupun lokal ini memiliki beraneka ragam barang yang di tawarkan. Termasuk pernak pernik, jajan pasar bahkan di ujung pasar ada tempat rolet tersembunyi yang padahal sudah sangat umum masyarakat ketahui.     

Mas Sardi setia mengikuti Darwati dari belakang. Sesekali Ia menjaganya dari jalannya ketika terhuyung oleh keramaian. Sampai detik ini Darwati masih belum berucap apa pun. Ia diam seribu bahasa yang membuat Mas Sardi begitu gusar.     

Sesekali mereka juga bertemu dengan tetangga yang mereka kenal. Mungkin mereka juga bisik-bisik di belakang tentang kencan antara Mas Sardi dan Darwati. Namun baik Darwati ataupun Mas Sardi sama sama tidak menggubrisnya.     

Darwati berhenti di sebuah toko aksesoris wanita. Seorang bapak tua menjual aksesoris-aksesoris wanita yang unik dan lucu. Darwati mulai memilih-milih. Tangannya menuju ke arah bros bermanik-manik cantik. Pilihannya jatuh kepada bros bercorak dua bunga melati berwarna putih bening mengkilau.     

Mas Sardi pun merogoh koceknya. Mengeluarkan koin lima rupiah. Lalau keduanya berjalan kembali. Kali ini Ia memimpin perjalanan menuju opera wayang orang atau di sebut ketoprak.     

Pagelaran rutin yang sebenarnya menjadi daya tarik ini begitu di gandrungi. Tidak hanya muda mudi namun juga orang tua. Tawa gelegar para penonton menyeruak ketika para wayang mendagel. Memainkan perannya masing-masing. Kemudian semua orang nampak serius saat wayang-wayang itu berperang. Dan acara pun ditutup dengan tepuk tangan meriah serta para penonton yang mulai berhamburan meninggalkan area.     

Tiba-tiba Darwati tergesa-gesa berlari dari arah belakang. Dia mengatakan bahwa baru saja buang air kecil. Mas Sardi hanya mengangguk-angguk saja menunjukkan bahwa dia percaya. Sementara Ia tahu sebenarnya Ia menemui laki-laki lain di belakangnya.     

Mas Sardi sudah menahannya sejak tadi, padahal Ia tahu bahwa mereka sedang diikuti oleh beberapa pemuda. Namun karena Ia sendiri dan tidak ingin membuat keributan Ia pun hanya diam dan terus berjalan mengikuti Darwati.     

"Ayo kita makan lalu pulang Dar, karena hari sudah malam." Ajak Mas Sardi lalu menuju ke arah warung pecel.     

Darwati hanya mengangguk mengikuti Mas Sardi berjalan.     

Mereka pun masuk ke dalam warung. Disambut oleh wanita paruh baya yang langsung mempersilakan mereka berdua duduk di bangku kayu dan meja yang diisi dengan sebuah kendi.     

Mas Sardi sengaja masuk ke warung untuk memancing pemuda yang mengikutinya itu masuk. Namun ternyata dia tak kunjung masuk.     

Darwati dan Mas Sardi duduk saling berhadapan. Namun tak sekalipun Darwati memperhatikan wajah Mas Sardi. Kini Mas Sardi menyadari bahwa yang duduk di depannya kini bukanlah Darwati yang dulu tergila-gila padanya. Matanya sama sekali tidak menyiratkan bahwa Ia sedang menikmati perjalanan dengannya.     

Terlebih, Mas Sardi sudah memergoki Darwati bercumbu dengan pemuda lain yang tak sempat Ia kenali wajahnya marena gelapnya malam.     

"Dar,." Mas Sardi memulai pembicaraan yang sejak tadi Ia pendam.     

"Iya mas." Lama Darwati tak menjawab namun akhirnya hanya menjawabnya singkat.     

"Kenapa kamu mau saya pinang kalau kamu tidak menyukai saya." Tanya Mas Sardi tanpa basa basi.     

"Saya sudah menolaknya mas. Tapi ibu saya memaksa." Jawab darwati jujur.     

Mas Sardi manggu-manggut.     

"Kalau memang Ibumu yang menyukai saya kenapa hari ini kamu datang. Harusnya tidak perlu dengan begitu akan saya anggap sebagai penolakan."     

Darwati bergeming.     

Kemudian keluar pemilik warung dengan dua pecel dan mendoan dalam tempayan kecil. Dan pelayan lain membawa sebuah gelas berisi wedang kopi dan teh untuk Darwati.     

"Ibu ku itu mata duitan mas. Dia sangat senang ketika sampean meminang aku. Sementara aku sudah bilang tidak mungkin bersama kamu.     

"Kenapa Dar? Aku tidak masalah dengan watak Ibumu. Aku hanya membutuhkan pernikahan kita." Jawab Mas Sardi.     

"Karena aku tahu mas Sardi tidak tulus. Aku tahu Mas Sardi tidak menyayangi aku."     

Mas Sardi benar-benar kalah telak dengan kalimat erakhir yang keluar dari mulut Darwati. Memang benar Wito sama sekali tidak mencintai Darwati. Tapi Ia tidak pernah merasa sebajingan ini. Ia merasa dipercundangi oleh perbuatannya sendiri.     

Mas Sardi terbungkam. Masih tak tahu kalimat mana yang harus Ia ucapkan untuk menenangkan wanita di hadapannya ini.     

"Makan dulu pecelmu. Nanti enggak enak." Pada akhirnya kalimat itulah yang keluar dari mulut Mas Sardi.     

Ia berusaha mengalihkan topik pembicaraan sambil berpikir apa lagi yang bisa dia lakukan untuk membujuk Darwati. Bagaimana agar semuanya berjalan sesuai dengan yang di rencanakan.     

Darwati pun menyantap pecelnya dalam diam. Sementara Mas Sardi cepat sekali menyelesaikan makannya. Kemudian Ia menunggu Darwati untuk menghabiskan pecelnya. Mas sardi pun memantik korek dan membakar tembakaunya. Ia menyesapnya lalu membuang asapnya ke udara.     

"Baagaimana kalau aku bisa menyayangi kamu Dar." Kata Mas Sardi.     

"Mas Sardi lupa, bagaimana dulu mas mas menolak aku. Aku baru sadar ternyata mas Sardi tidak menyayangi aku bagaimanapun caranya."     

"Kamu tahu dari mana Dar. Memangnya kamu Tuhan bisa menebak hati orang lain." Kata Mas Sardi yang mulai terpancing.     

"Dari mata mas Sardi. Aku bisa melihat semuanya. Matamu mas yang sama sekali tidak menginginkan aku." Jawab Darwati juga mulai kesal.     

"Aku akan berusaha Dar." Bujuk Mas Sardi.     

"Tidak bisa mas."     

"Kenapa?" Mas Sardi menatap Darwati berharap Ia luluh.     

"Karena ada yang lebih menginginkan aku dari pada kamu mas" jawab Darwati.     

Mas Sardi menarik napas. Ia tidak akan terpancing dengannya karena Darwati adalah wanita bagaimanapun juga. Namun ini benar-benar menguras kesabarannya.     

"Jadi pemuda tadi lah yang kamu maksud Dar."     

"Kamu pikir aku tidak tahu selama kita nonton ketoprak kamu pergi dari sampingku. Kamu pikir aku tidak tahu kalau kita diikuti laki-laki yang sebenarnya adalah kekasihmu. Apa jaminan kamu kalau lelaki itu bisa lebih membahagiakan kamu dari pada aku." Tantang Mas Sardi     

"Setidaknya lelaki itu menyayangiku mas. Menginginkanku. Sudah jelas kita tidak mungkin bersama mas. Pahami itu." Jawab Darwati lalu berdiri dan meninggalkan meja.     

"Kalau kamu begitu menginginkan aku mas, seharusnya kamu marah ketia aku bercumbu dengannya." Darwati meneteskan air matanya lalu meninggalkan Mas Sardi yang terkejut dengan ucapannya. Ia terbungkam untuk yang ketiga kalinya oleh ucapan Darwati.     

"Aku tetap mengantarmu meskipun kau menolakku dengan cara seperti ini. Seharusnya jangan rendahkan dirimu untuk laki-laki manapun. Aku tidak akan memaksa jika kamu tidak mau." Kata Mas Sardu mendahului Darwati.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.