PERNIKAHAN TANPA RENCANA

12. S U K S E S



12. S U K S E S

0Tiga hari pun telah jatuh pada temponya. Seperti yang di janjikan Kabul kepada Pak Soleh bahwa Ia akan datang lagi guna mempertanyakan jawaban dari Darwati. Semoga saja berhasil harapan Kabuk untuk temannya itu.     
0

Kabul tahu hari ini adalah hari Jumat. Maka untuk waktu tidak di permasalahkan. Karena hari Jumat adalah hari libur nasional untuk para petani. Berbeda dengan orang-orang dinas. Petani memang memilih hari libur pada hari Jumat karena di nilai harinya pendek dan juga di selingi dengan Shalat Jumat.     

Kabul tidak ingin terlalu bersantai-santai. Ia justru mendahulukan amanah yang di berikan oleh temannya itu. Ia berangkat seusai urusan rumah selesai. Dengan celana jubrai dan kemeja kotak-kotak lengan pendek serta rambut yang disisir rapi dan klimis. Kabul berangkat menuju rumah Pak Soleh.     

Dia datang dengan penampilan paling sopan menurutnya.     

Sampailah Ia di depan pintu rumah Pak Soleh yang kebetulan tidak di tutup itu menandakan bahwa pemilik rumah sedang berada di rumah semua. Kabul pun mengucap salam.     

"Assalamualaikum"     

selang beberapa detik seseorang teedengar menjawab dari dalam.     

"Waalaikumsalam...eh mas kabul." Nampak Istri Pak kabul keluar dari dalam dengan wajah yang cerah ceria.     

"Anu buk saya ingin membahas yang kemarin."     

"oh.. iya-iya mas.. silakan masuk. Duduk dulu sambil ngeteh." Istri Pak Soleh ini begitu ramah dan semringah. Tidak seperti kelihatan penampakan luarnya.     

"Sebenernya Bapak sedang keluar mas, tapi beliau sudah berpesan kepada saya." Sebagai tamu Kabul tidak mau banyak tanya Ia hanya mengangguk-angguk percaya dengan semua ucapan Istri Pak Soleh ini.     

"Kita sebagai orang tua ya setuju saja ada orang baik kepada kami. Tapi saya maunya ada pendekatan dulu begitu. Jangan ujug-ujug kawin. Enggak baik di pandang orang." Kabul masih mengangguk-angguk di depannya.     

"Kira-kira pendekatannya yang seperti apa ya buk, apa harus langsung orang tua datang kesini..."     

"Oh tidak begitu mas Kabul, maksud saya pendekatan apa anak saya di ajak jalan-jalan, apa ke pasar di belanja kan.. atau gimana lah anak muda jaman sekarang." Tiba-tiba omongan Kabul di potong begitu saja. Kabul pin mengiyakan permintaan istri Pak Soleh tersebut.     

Lalu keluarlah Darwati membawa nampan yang di atasnya terdapat dua gelas berisi teh hangat. Namun tidak di sangka si Darwati ini nampaknya menaruh nampan tersebut asal-asalan. Terlihat tidak sopan dan jengkel. Sampai menimbulkan bunyi karena kedua gelas berbenturan.     

Melihatnya membuat Ibu Darwati tertawa sungkan. Kabul pun memandang Darwati yang nampak masam dan melirik ke arah Ibu Darwati lalu mengikutinya tertawa.     

"Ati-ati to nduk.." Kata Ibunya. Darwati pun menoleh ke arah kabul lalu tersenyum yang di paksakan.     

"Maaf mas. Ndak sengaja." Begitu menaruh gelas dan Ia pun pergi melenggangkan badan ke belakang lagi.     

"Grogi mungkin mas ya.." Yang di maksud Ibunya adalah kelakuan yang di buat darwati di depan kabul tadi adalah karena Ia sedang grogi. Padahal hal tersebut malah memunculkan pertanyaan baru buat kabul. Kenapa Darwati harus grogi di depan Kabul. Bukankah seharusnya grogi itu di munculkan di depan Sardi. Karena kabul tahu jelas Darwati adalah orang yang dulu teegila-gila dengan Mas Sardi.     

Lalu pertanyaan lain lagi. Kenapa Darwati memunculkan wajah yang masam dan senyum yang di paksakan. Bukan kah seharusnya Ia semringah selayaknya Ibunya semringah sekarang.     

Kabul pun membuatkan janji temu antara Mas Sardi dan Darwati. Lagi-lagi hanya melalui Ibunya. Sebenarnya kabul ingin sekali berbicara dengan Darwati. Tapi sepertinya Ibunya ini begitu mendominasi percakapan mereka sehingga Kabul tidak punya sela waktu untuk memintanya.     

Berhubung besok adalah malam minggu. Kebetulan sekali untuk kabul menjadwalkan besok untuk pertemuan Mas Sardi dan Darwati. Mas Sardi mengatakan kepada Ibu Darwati untuk mengatakan kepada anaknya bahwa Mas Sardi akan menjemputnya tepat setelah bakda asar. Ibu Darwati pun meng iyakan kemudian Kabul pun pamit kepadanya untuk pulang.     

Kabul tidak memikirkan sikap Darwati lagi. Ia merasa tugasnya hampir selesai kali ini. Ia ikut bahagia jika temannya kelak juga bahagia.     

Kabul tidak pulang menuju rumahnya. Alih-alih kembali ke rumahnya Ia malah tidak sabar untuk menyampaikan hasil kerjanya kepada Mas Sardi. Ia menuju rumah kami. Semua orang tampak di rumah rupanya. Termasuk ayah.     

Kabul pun menyalami ayah dan Simbok. Lalu Ia duduk di bangku lebar yang terbuat dari bambu itu. Lincak. Mereka menyebutnya.     

"Ealah bul-bul rajin banget kamu itu apel anak sulungku." Kata Simbok yang kemudian berlalu ke dalam untuk membuatkan minuman untuk Kabul.     

"Kalao bukan aku ya siapa lagi buk yang mau apel sama bujang lapuk ini." Sontak Kabul dapat cubitan dari Mas Sardi. Dan yang lainnya pun ikut menertawakannya.     

Tiba-tiba sang bapak mengucapkan kata-kata hang membuat semua orang terdiam.     

"Bentar lagi enggak lama kok Bul." Sontak Kabul langsung mengunci mulutnya. Memang benar jika Mas Sardi berhasil menemukan calonnya sudah pasti bentar lagi. Tapi menggaet satu wanita saja susahnya minta ampun.     

Karena seluruh keluarga berkumpul sehingga Kabul tidak punya kesempatan untuk melaporkan misinya kepada Mas Sardi. Ia takut jika misinya bocor malah akan mengacaukan segalanya.     

Akhirnya Mas Sardi pun mengurungkan niatnya itu. Ia menunggu hingga mereka semua beraktivitas masing-masing sehingga tersisa hanya Kabul dan dirinya.     

Sayangnya hingga waktu menjelang Shalat Jumat pun mereka masih tetap berkumpul. Hanya masing-masing bergantian untuk mandi. Namun tidak benar-benar meninggalkan Mas Sardi dan kabul berdua. Mas Sardi pun memutuskan untuk mandi. Kabul memberikan kode bahwa Ia harus menyampaikan misinya namun sepertinya tidak sampai kepada Mas Sardi. Mas Sardi malah berlenggang meninggalkannya.     

Sementara Mas Sardi mandi, kabul berbincang-bincang dengan ayah, Mas Kardi dan Mas Mardi. Mereka sesekali tertawa sesekali serius dan sesekali membahas masa depan.     

Kabul pun memutuskan untuk berangkat ke masjid bersama mereka. Jadi terasa kalau kabul itu salah satu di antara keluarga mereka.     

Mereka mendapat shaf di tengah. Karena belum adzan ke dua mereka pun mendengar kan khotbah terlebih dahulu. Sebenarnya Kabul punya kesempatan untuk bercerita lirih-lirih saat ini. Tapi Ia merasa kurang sreg dalam hatinya jika bercerita dalam keadaan ini. Sehingga Ia mengurungkan kembali niatnya.     

Dia hanya mengatakan singkat. Kepada Mas Sardi.     

"Berhasil." Kata kabul tiba-tiba. Yang sebenarnya Ia geram karwna sejak tadi Mas Sardu tidak konek juga.     

"Hah.. apanya Bul?" jawabnya masih bingung. "apanya" lirih Mas Sardi lagi karena beberapa orang terlihat menatapnya.     

Sementara kabul tidak peduli dan menghadap ke depan untuk mendengarkan khotbah. Mas Sardi memikirkan maksud Kabul, namun akhirnya dia paham juga yang di maksud kabul. Mas Sardi pun menepuk paha Kabul dan terlihat semringah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.