PERNIKAHAN TANPA RENCANA

11. Misi Pertama



11. Misi Pertama

0Malam itu Mas Sardi berencana ke rumah Kabul. Ia hendak menanyakan tentang progres siasat yang mereka buat kemarin sore.     
0

Sesampainya di rumah Kabul Ia pun mengucapkan salam. Namun Ia tidak mendapati Kabul keluar dari rumah gubuk itu.     

Yang Ia temui malah Ibunya.     

"Lho Kabul lagi pergi Di. Dari tadi sore. Bilang nya apa gitu sama kamu. Kok malah kamu ke sini."     

"Iya Bu... tidak apa apa saya tunggu di depan. Paling juga bentar lagi pulang." Jawab Mas Sardi sambil menuju arah bangku dari bambu itu.     

"Tak kira in perginya sama kamu lho malahan. Yaudah tak buatin teh ya? Teh apa kopi?"     

"Hehehe kopi aja buk. Matur suwun."     

"Iyo. Di tunggu yo."     

Ibunya Kabul pun berlalu. Belum sampai sepuluh menit Ibunya Kabul masuk rumah, Kabul pun muncul dari arah bersebrangan.     

"Loh cuk. Udah nyampe sini aja kamu. Nggak sabar ya."     

Asem memang teman Mas Sardi satu ini. Kalau ada orang lain pasti sudah mikir yang enggak-enggak sama ucapannya itu.     

"Prungsang lah aku. Entar kamu maki-maki orang lagi kayak kemarin." Jawab Mas Sardi tidak mau kalah.     

"Meragukan kemampuanku kamu.?"     

Kabul pun mendekati Mas Sardi lalu duduk di sampingnya. Sementara Mas Sardi menyodorkan bungkusan kretek lengkap dengan korek nya.     

"Gimana?" Sodor Mas Sardi dengan pertanyaan pada Kabul.     

"Sabar Di kamu itu. Mau nyulut rokok dulu ini. Napas dulu."     

Kabul berkelakar.     

Mas Sardi mencebik.     

Kabul membuang kepulan di udara. Ibunya pun muncul dari dalam rumah dengan secangkir kopi diatas nampan. Sontak kabul menoleh ke arahnya.     

"Buk.. aku nggak di buatin kopi? Anakmu ini lho yang paling ganteng sendiri." Kelakar Kabul.     

Mas Sardi merasa geli mendengar Teman somplaknya itu memuji dirinya sendiri. Apa enggak punya cermin di rumah ya.     

"Lho ini anak manang ibu mau di buatin. Lengkap sama cinta nya dari Ibu." Seloroh ibunya kabul menimpali gombalan kabul yang menggelikan. Ternyata Ibunya juga sama. Yang berbau menggelikan dari Kabul itu memang turun dari gen ibunya sepertinya.     

Ibunya pun meninggalkan kami. Tinggaal aku dan kabul yang sama-sama di bius kenikmatan rokok.     

"Tuh suaramu itu. Di kendorin dikit."     

"Apa sih Di...kamu itu sirikkkk aja sama aku kerjaannya"     

"Ibumu yang di belakang aja bisa tahu kamu sudah pulang. Artinya suaramu itu kedengeran dari sana."     

"Enggak enggak.. cuman telepati." Kilah Kabul.     

"Telepati telepati dari hongkong?" jawab Mas Sardi     

"Mau di ceritain apa enggak?" Ancam Kabul.     

"Iya tapi jangan keras-keras ngomongnya. Entar seantero bumi jadi tahu."     

Kabul hanya menanggapi dengan deheman.     

Kabul pun mulai menceritakan kronologi perjalanannya sore tadi ke rumah Darwati.     

Kabul sengaja memilih waktu sore hari. Karena Ia tahu pagi dan siang adalah jam nya orang kerja. Kabul juga harus kerja dulu tadi. Sehingga ia hanya punya waktu sore ini.     

Sama seperti Mas Sardi Kabul pun penasaran dengan rencana mereka. Apakah akan berhasil atau gagal. Maka dari itu Kabul tidak menunda-nunda sehari pun untuk menjalankan misinya.     

Sesampainya Kabul di rumah Darwati, Ia di sambut Ibunya. Sebenarnya agak merinding melihat penampilan Ibunya itu. Selain badannya besar suaranya juga tidak kalah besar. Akan tetapi pada dasarnya orangnya baik. Emas singapur pun tentrem di pergelangannya.     

Orang-orang biasa menyebut emas singapur yang artinya emas dari luar negeri. Yang tidak bakal laku jika dijual di pasaran lokal.     

Kabul menyampaikan maksudnya untuk bertemu dengan ayah Darwati. Namun Kabul tidak memberitahu tentang tujuan sebenarnya sampai Ia di persilahkan masuk rumah. Duduklah kabul di ruang tamu mereka.     

Pak Soleh namanya. Duduk hanya dengan mengenakan sarung. Ia meracau gerah sejak dari dalam tadi. Ia di temani istrinya yang Kabul yakin sangat penasaran dengan kedatangannya.     

"Ada apa mas kabul... tumben-tumbenan datang ke rumah kami." Tanya Pak soleh selepas mereka berjabat tangan.     

Kabul tersenyum terlebih dahulu. Untuk memberikan kesan positif.     

"Anu pak Soleh. Sebelumnya mohon maaf karena saya lancang datang ke sini. Sebagai utusan teman saya. Namun sebelumnya izin kan saya bertanya dahulu."     

"Apa mas, monggo." Jawab Pak Soleh ramah.     

"Begini, apakah anak perempuan panjenengan yang bernama dek Darwati sudah ada yang meminang.? Jika sudah ada maka saya selaku utusan tidak perlu melanjutkan tujuan dari saya diutus ke sini."     

Wajah ramah Pak soleh dan istrinya sontak berubah. Tidak menjadi masam namun terkejut pastinya.     

Namun sang istri buru-buru bertanya.     

"Siapa mas Kabul.?"     

Istri Pak Soleh ini orangnya terlalu mudah penasaran rupanya.     

"Apanya bu?"     

"Ya yang mau ngelamar to mas. Gimana kamu itu."     

Kabul belum menjawab pertanyaannya namun buru-buru menatap pak soleh supaya terlebih dahulu mendapat jawaban darinya.     

"Anak saya belum ada yang minang mas kabul. Namun siapa gerangan yang mengutus mas kabul ke sini." Jawab Pak soleh tenang.     

"Anak sulung dari Pak Timbul dan Bu duminah Pak Bu, beliau mengutus saya untuk menanyakan tentang setatus anak pak soleh yang bernama Darwati. Apakah diperkenankan untuk beliau persunting jika insyaAllah jodoh."     

Mendengar penuturan inti dari Kabul intri Pak soleh langsung sempringah. Ia langsung mengatakan Iya. Tanpa menanyakan dahulu kepada putrinya.     

Namun berbeda dengan raut muka Pak Soleh yang masih serius dan penuh pertimbangan. Ia memegang tangan istrinya supaya menjaga lisannya.     

"Mengenai itu, apakah bisa di beri waktu dulu mas. Supaya saya tanyakan dulu pada darwati." Ujar pak soleh.     

"Tentu saja pak, dengan senang hati. Maka saya akan ke sini lagi tiga hari ke depan. Untuk itu saya terima kasih telah di jamu dan mohon maaf telah merepotkan bapak dan ibu. Saya undur diri pulang dahulu."     

"nggeh mas. Sama-sama"     

Begitulah kronologi misi pertama yang di jalankan oleh Kabul ke rumah Darwati. Sejauh ini masih aman tutur kabul pada Mas Sardi. Mas Sardi pun nampak tersenyum. Akhirnya dilancarkan juga siasat yang sudah mereka rancang.     

Misi pertama belum bisa di katakan berhasil sampai tiga hari ke depan. Dan Mas Sardi mendapatkan jawaban pasti untuk menikahi Darwati. Semoga kali ini akan berakhir baik. Jika pinangan pada Darwati berakhir sukses maka selanjutnya adalah membawa orang tua Mas Sardi kepada orang tua Darwati. Maka tidak akan ada misi-misi yang lain lagi untuk Kabul.     

Selanjutnya tinggal menjalankan sesuai yang sudah di persiapkan oleh Mas Sardi sendiri. Maka Ia akan mendaftarkan Darwati sebagai calon transmigran ke tanah Sumatera bersamanya.     

"Menurut aku cuk, ini pasti berhasil. Kalau inget dulu gimana si Darwati ngejar kamu. Selain itu si Ibunya itu tadi pas aku temuin. Semringah sekali. Waktu aku bilang namamu aja dia langsung tersenyum lebar. Belum pas aku bilang kamu mau minang anaknya. Dia langsung bilang iya. Enggak tahu aja calonnya ini modelan kayak apa." Ledek kabul pada Mas Sardi.     

"ah lu bul enggak suportif. Yang suportif dong. Kalo mau dukung ya dukung kalo selek ya selek aja." Bela Mas Sardi pada dirinya sendiri.     

"Emang segitu antusiasnya ya si ibunya Darwati Bul." Mas Sardi berusaha meyakinkan dirinya sendiri.     

"Ya Allah Dii... gak percaya kamu sama aku temen satu-satunya yang paling setia ini." Jawab Kabul tidak terima.     

"Ya percaya Bul. Cuman kan enggak nyangka aja rasanya."     

"Enggak nyangka kenapa? Enggak nyangka karena ada yang mau diajak nikah sama kamu?"     

"Enggak gitu Bul, enggak nyangka akhirnya aku bakalan nikah." Mas Sardi nanmpak neyungging kan giginya.     

"Ah lu nikah dikira enak. Kenthu aja pikiranmu itu. Tahu saya."     

"Hahaha.. sialan kamu Bul. Itu kan pikiranmu. Kenapa jadi saya." Sanggah Mas Sardi sambil memukul bahunya. Mereka pun tertawa malam itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.