PERNIKAHAN TANPA RENCANA

19. Malam Yang Singkat



19. Malam Yang Singkat

0Mas Sardi dan Mba Ranti sama-sama tak mengerti takdir apa yang sedang bermain main dalam hidup mereka. Mas Sardi tahu dengan jelas bahwa Mba Ranti menyukai Mas Kardi. Beberapa hari yang lalu ia mendengarnya langsung dari mulut Mba Ranti Tapi yang Mas Sardi lebih tidak mengerti sebenarnya adalah mengapa ayahnya begitu nekat menjodohkan mereka berdua tanpa mendengar pendapat Mas Sardi.     
0

Mereka berdua saling bungkam. Sementara hari sudah benar-benar gelap.     

''Pulang Ran. Ayo saya antar .'' Ucap Mas Sardi memecah keheningan mereka.     

''Kalau kamu tidak mau nikah dengan saya. Saya akan bilang pada ayah saya. Tapi kalau kamu bahkan ragu tentang hatinmu. Biar saya pastikan, saya bisa membuat kamu mencintai saya. Saya membutuhkan pernikahan ini. Saya butuh kamu.''     

Mba Ranti tak menjawab sepatah kata pun. Ia tak tahu dengan isi kepalanya juga hatinya. Terlihat dalam wajah Mas Kardi dalam pikirannya. Namun suara Mas Sardi memenuhi juga memenuhi isi hatinya.     

''Mas. Apa yang bisa kamu janjikan kepada saya jika menjadi istrimu.''     

Mas Sardi terdiam mendengar pertanyaan yang seharusnya tidak pernah Mba Ranti ajukan jika dia tidak menginginkan pernikahan ini.     

Mas Sardi menarik lengan Mba Ranti. Mba Ranti tersentak dan masuk dalam peluk Mas Sardi. Mba Ranti meronta namun Mas Sardi memeluknya tanpa ingin melepasnya. Lalu Mba Ranti pun tenang. Mas Sardi mulai mengusap rambutnya.     

''Ran, aku tidak bisa menjajikan apapun yang besar, aku hanyalah orang yang bekerja keras setiap hari, dan juga laki-laki dengan masa lalu memilukan, namun perlu kamu tahu Ran, hatiku mulai berdesir saat aku melihatmu membawa jagung didepan rumahku. Itulah pertama aku melihatmu lebih dekat dari biasanya. Pertama kali aku memperhatikanmu.''     

Mas Sardi melepas pelukanya . Ia tahu Mba Ranti menangis mendengar ucapanya.     

''Tapi aku Mas. Mungkin tidak bisa mengimbangi perasaanmu.'' Jawab Mba Ranti dalam kebimbangan.     

''Aku bisa merubah hatimu Ran. Seiring berjalan waktu. Kamu akan tahu, perasaanmu pada Kardi hanya kekaguman semata.'' Mas Sardi memegang pundak Mba Ranti.     

Sementara Mba Ranti menunduk. Ia tak tahu bagaimana cara mengatasi dirinya sendiri.     

Mas Sardi mengecup kening Mba Ranti. Lalu jemarinya meraba pipinya dan mencari bibirnya. Tepat. Mas Sardi mengecup bibir Mba Ranti dengan lembut. Sementara Mba Ranti mematung. Jantungnya memacu tidak karuan. Pengalaman yang tak pernah sekali pun Mba Ranti rasakan.     

Mas Sardi tersenyum dalam gelap malam itu. Berharap tak ada yang sia-sia dalam usaha terakhir kalinya.     

''Kita menikah Ran, aku janji, tidak akan menggantimu dengan siapapun.'' Ucap Mas Sardi memastikan. Sementara Mba Ranti hanya menunduk lalu ia mengangguk, ia kalah oleh dirinya sendiri. Sementar hari semakin malam. Suara binatang malam pun mulai mendominasi. Mas Sardi pun memutuskan mengajak Mba Ranti masuk ke saung milik ayah. Ia menyalakan lampu sentir. Nampak wajah Mba Ranti yang tenang dan ayu. Temaram menemani mereka berdua.     

''Apa kamu mau mandi? Dibelakang ada sumur nanti saya ambilkan airnya.'' Ajak Mas Sardi     

Mba Ranti masih tidak menjawab.     

''Ayo.'' Mas Sardi menarik lengan Mba Ranti dengan lembut.     

Mba Ranti hanya menuruti ajakan Mas Sardi. Mas Sardi menggandeng lengan Mba Ranti serta menunjukan jalan. Sementara sisi tangan lainnya memegang sentir. Satu-satunya sumber penerangan ditempat itu.     

Mas Sardi pun memposisikan diri untuk menimba air. Ia membelakangi Mba Ranti. Sementara Mba Ranti melucuti kain satu persatu di badanya. Ia terlihat kebingungan. Kalau ia membasahi jariknya ia akan berpakaian apa nanti.     

Mas Sardi pun menoleh ke arah Mba Ranti . yang ternyata hanya memakai kemben dari jariknya.     

''Kenapa Ran?'' Mba Ranti tidak menjawab. Sementara Mas Sardi memahami kebingungan Mba Ranti. ''Tidak apa-apa lepas saja semuanya. Aku juga akan mandi membelakang imu. Sehingga tidak melihatmu.'' Ucap Mas Sardi     

Mba Ranti hanya menunduk. Sementara Mas Sardi terus menimba untuk memenuhi tandan air agar cukup untuk mereka berdua mandi. Mba Ranti hanya diam menunggu Mas Sardi memenuhi air. Ia duduk di sebuah kotak kecil terbuat dari kayu. Setelah Mas Sardi selesai ia pun membuka celananya. Seketika membuat Mba Ranti memalingkan muka karena malu. Mas Sardi tersenyum. Padahal tersisa celana pendek menempel kulitnya.     

"Sudah ayo mandi, aku menghadap kesini, kamu menghadap kesana. Sabun ada di tengah-tengah ini ya… gayung ada dua gausah kawatir.'' Ucap Mas Sardi.     

Mba Ranti dan Mas Sardi pun saling membelakangi. Mereka saling mengguyur diri dengan air yang begitu dingin dan segar. Bagian intim mereka saling menegang karena dingin. Berbeda dengan Mas Sardi yang punya metode mandi cepat. Mba Ranti mandi dengan metode pelan dan halus, ia mengguyur tubuhnya sedikit demi sedikit.     

Tibalah waktunya mereka mengambil sabun. Namun mereka saling lupa bahwa sabun hanya satu disana. Tangan mereka bertumpuk. Sontak membuat keduanya saling menoleh. Berdesirlah hati keduanya. Merinding menjalar di sekujur tubuh keduanya. Airnya mungkin benar-benar dingin atau perasaan mereka yang sedang memicunya.     

Mba Ranti hendak menarik tanganya namun Mas Sardi dengan sigap menggenggamnya. Dalam remang Mba Ranti menatap mata Mas Sardi. Mereka saling menginginkan. Itulah kalimat yang cocok untuk mereka berdua saat ini. Mas Sardi pun membalikkan badannya. Sementara Mba Ranti memalingkan muka dari Mas Sardi.     

''Sini aku gosok punggungmu.'' Ucap Mas Sardi keberaniannya meningkat bersama dengan waktu yang terus bergulir diantara mereka berdua.     

Mba Ranti hanya diam.     

Dengan pelan Mas Sardi mengambil air lalu mengguyur punggung Mba Ranti.     

Mas Sardi mengelusnya pelan lalu ia mengoleskan sabun dan menggosoknya dengan batu alam yang biasa ia gunakan. Mba Ranti merinding di sekujur tubuh. Ia tahu ini salah. Namun sama halnya Mas Sardi ia juga menginginkannya. Mas Sardi terus menggosok pelan di punggung Mba Ranti. Sementara tangan Mba Ranti menggerayangi dirinya di bagian depan.     

Mas Sardi menggosok dibagian pinggang dan sontak membuat Mba Ranti menggeliat geli. Hal itu malah memncing Mas Sardi untuk melakukan sekali lagi. Sampai akhirnya Mba Ranti tidak kuat menahann entah apa disalam dirinya yang sedang bergejolak saat ini dan ia pun kini memegan tangan Mas Sardi.     

''Mas aku..'' Mba Ranti yang belum menyelesaikan kalimatnya sontak terkejut dengan Mas Sardi yang mulai mencumbui lehernya. Hal itu membuat Mba Ranti menggelinjang geli.     

Mas Sardi meletakkan batunya ia lalu mengambil air dan menyiram punggung Mba Ranti. Mba Ranti tak menolak. Ia terus menikmati sengatan-sengatan Mas Sardi yang tak pernah sekalipun ia rasakan. Sesekali Mba Ranti melenguh. Ia tak tahu sensasi apa yang sedang ia rasakan. Ia hanyalah menikmati setiap hal yang kini sedang Mas Sardi ajarkan.     

Mas Sardi pun memeluk Mba Ranti. Sehingga kulit punggung Mba Ranti menempel pada dada Mas Sardi. Mereka sama-sama tak kuasa menahannya. Mas Sardi pun semakin tak sanggup lagi. Dan mereka saling bercumbu mengisi ruang ragu-ragu diantara masing-masing.     

Mba Ranti menengadah,terpejam. Kepalanya bersandar pada bahu Mas Sardi. Napas mereka saling memburu. Antara lelah dan nikmat. Mba Ranti yang tak pernah merasakan kenikmatan semacam ini pun menunduk.     

Lalu Mas Sardi mengarahkan tubuh Mba Ranti ke arahnya. Mba Ranti masih menunduk. Mungkin ia malu. Batin Mas Sardi.     

''Nanti setrelah menikah, kita akan melakukan hal seperti ini.''     

Sontak Mba Ranti menatap Mas Sardi yang sedang membersihkan tubuh Mba Ranti.     

Mba Ranti hanya diam dan menatapnya. Pada titik ini, Mba Ranti menyadari ia kini telah dewasa.     

Pada akhirnya Mas Sardi mengantar Mba Ranti untuk pulang.mereka berjalan beriringan. Meraba-raba jalanan gelap, meski Mas Sardi sempat berpikir untuk menhan Mba Ranti lebih lama, namun ia mengurungkannya. Ia tak mau memaksa gadis polos seperti Mba Ranti. Ia tak mau Mba Ranti salah sangka dan malah berbalik membencinya. Ia hanya berharap setelah ini, semoga besok ia dapat kabar baik darinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.