PERNIKAHAN TANPA RENCANA

24.Malam Yang Kelam



24.Malam Yang Kelam

0Malam itu adalah malam yang sangat panjang bagi Duminah. Nama simbok sebenarnya. Ia tak pernah berpikir akan mendapatkan ujian sepedih ini sebelumnya. Ia adalah wanita polos sejak mulanya. Menikah untuk yang kedua kalinya karena dalam pernikahan yang pertama Ia dikhianati.     
0

Pertemuan dengan ayah yang hanya singkat dan berakhir di pelaminan kala itu. Langgeng hingga kini telah memiliki anak yang ke lima.     

Duminah yang melihat anak sulungnya di papah ke arahnya yang setengah tak sadarkan diri itu pun mencelos hatinya. Tubuhnya serasa gemetar dan rasa takut serta khawatir menyelimutinya.     

Mas Sardi tertidur seharian. Tak ada yang berani membangunkannya. Tidak satu pun tanpa seijin ayah. Ayah mondar-mandir mencari solusi untuk anak sulungnya yang sedang ternyata sedang ketiban sawan itu pun akhirnya berhasil .     

Ayah pergi ke rumah simbah. Pagi setelah membaringkan Mas Sardi. Begitu ayah memberi wejangan kepada anak-anak lainnya agar tak membangunkan Mas Sardi. Sementara anak-anaknya duduk di sekeliling Mas Sardi yang tertidur pulas sepanjang hari.     

Tak ada satu pun pertanyaan yang keluar dari mulut mereka. Melihat gurat kepanikan wajah ayah sudah cukup menjelaskan seberapa genting masalah hari itu. Seperginya ayah meninggalkan keheningan di antara mereka.     

Akhirnya ayah sampai di depan rumah Simbah. Lelaki yang kian renta dimakan usia itu sedang mencabut rumput di depan rumahnya yang kecil. Simbah memang tinggal sendirian semenjak di tinggal oleh istrinya. Aku tidak sempat mengenal mbah putri karena beliau sudah meninggal bahkan sebelum aku lahir.     

Melihat gurat kepanikan ayah, Simbah langsung pergi masuk rumah diikuti ayah di belakangnya. Sudah pasti simbah bisa menebak apa yang terjadi. Dahulu sekali, saat Mas Sardi baru terlahir. Simbah nampak memberikan tatapan khawatir terhadapnya. Ayah yang mengetahui langsung menanyakan kekhawatiran yang di pendam simbah saat itu.     

"Pak... kenapa to, cucu panjenengan lahir kok malah sedih." Tanya ayah pada simbah saat itu.     

Simbah tak segera menjawab pertanyaan Ayah saat itu juga. Selang hari di mana hari puputan atau lepas pusarnya Mas Sardi, barulah Simbah datang kembali dan menjawab pertanyaan Ayah.     

"Le..." Panggilan Ayah dari simbah. Simbah duduk di kursi tamu dengan membawa sebuah bungkusan yang terbuat dari daun jati.     

"Iya pak.. ada apa?" Tanya Ayah waktu itu.     

"Anakmu itu wetonnya ganjil. Kamu tahu artinya?" Ucap Simbah pada Ayah.     

Ayah hanya menggeleng kepala.     

"Weton ganjil itu artinya nyonggo balak. Kamu tahu nyonggo balak?"     

"Maksudnya mudah kena sial?" Jawab Ayah.     

Simbah menggeleng. Lalu menghela nafas dengan berat.     

"Sedulur papat limo pancer. Kamu tahu kan mereka?" Tanya Simbah pada Ayah.     

Ayah mengangguk.     

Istilah ini sudah ada sejak jaman dulu di mana para raja-raja jaman dulu selalu mengatakan bahwa dirinya memiliki pendamping spiritual, sehingga ketika mengalami masalah yang bingung biasanya sang raja akan diam sebentar untuk bersemedi atau menunduk sambil pejam mata dan langsung berkata ke semua pembesar kerajaan bahwa barusan mendapat bisikan dari sedulur nya untuk melakukan sesuatu tentang kerajaan. Dan titah raja ini diikuti oleh seluruh keluarga kerajaan. Istilah, "bisikan sedulur" akhirnya menjadi omongan di kerajaan dan meluas di jaman itu, sehingga banyak pembesar kerajaan yang juga ingin mendapatkan hal itu, dan banyak yang melakukan berbagai ritual untuk memiliki kekuatan itu. Proses memiliki sedulur papat limo pancer dianggap suatu kesaktian sehingga yang bisa memiliki dianggap sudah mumpuni. Dan istilah ini terus menurun sampai saat ini, dan proses memiliki sedulur papat limo pancer terus menjadi pembicaraan di kalangan spritualis.     

Empat saudara, dianggap sebagai simbol perlindungan dengan posisi melindungi diri kita dari empat penjuru arah mata angin. Jadi satu di utara, satu di selatan, satu di barat, satu di timur sehingga dengan empat sosok saudara itu bisa menjadi pelindung kita dari berbagai bahaya. Dan kata limo pancer, adalah diri kita sebagai pusat atau sebagai pengontrol dari keempat saudara kita itu. Lalu apakah sedulur empat itu adalah sosok fisik yang nyata? atau kah makhluk lain? sebenarnya sedulur papat itu adalah saudara kembar kita yang sudah Tuhan ciptakan untuk membantu kita.     

"Orang yang terlahir dengan weton ganjil itu menarik perhatian balak dan mereka para pembawa balak, lelembut dan sebagainya. Masalahnya di sini adalah sedulur papat anakmu tak mau menjadi pelindung limo pancer nya. Alias anakmu. Dan hal itu menjadi menjadi musibah bagi kita."     

Ayah menatap simbah dengan serius dan juga raut khawatir. Kelahiran anak pertamanya itu di bumbui dengan dilema dan nasib yang mengerikan.     

"Mbah, lalu apa yang harus saya perbuat?" Tanya ayah pada simbah berharap mendapatkan solusi yang terbaik.     

"Saya juga tidak tahu, mungkin teman saya tahu. Cuman satu pesan saya. Mulai sekarang bersiaplah. Karena hari-hari kedepan kalian akan di kejutkan dengan berbagai kesialan yang aku sebutkan tadi menimpa anakmu. Sukur-sukur kamu bisa melindungi anakmu dengan tanganmu sendiri. Kalau ndak bisa ya harus belajar ikhlas. Kamu beritahu perihal ini sama Duminah. Pelan-pelan pasti dia akan terkejut pertamanya. Karena itu pelan-pelan beritahu masalah ini. Supaya dia mengerti dan kalian bisa mencari solusi bersama-sama dengan tenang." Ucap simbah memberikan ayah sebuah piweling.     

Ayah mengangguk dan menelan semua nasihat Simbah dengan hati-hati. Pikirannya saat itu menjadi penuh dengan kekhawatiran akan kehidupan anak semata wayangnya kala itu.     

Simbok menangis m3ndengar cerita Ayah tentang piweling dari simbah pagi tadi. Ia sebagai seorang wanita yang baru pertama kali mempunyai anak menjadi merasa tidak berdaya dan tidak berguna. Sementara kekhawatiran memenuhi kepala dan pikirannya solusi pun serasa tidak mungkin di temukan.     

Namun ayah berusaha meyakinkan Simbok. Bagaimana pun juga ayah tidak akan putus asa mencarikan obat untuk kesembuhan anaknya.     

"Dum... sudah jangan menangis. Kasihan anak kita. Kamu harus tegar. Jangan biarkan anak kita ikut merasakan kekhawatiran kita." Begitu tutur ayah menguatkan Simbok.     

"Tapi Mas... bagaimana dengan anak kita. Bapak saja tidak tahu bagaimana menyembuhkannya. Kita mau cari kemana?" Duminah terisak dengan Mas Sardi di pangkuannya.     

"Sudah. Kamu tenang saja. Tidak ada penyakit yang tidak ada obatnya. Ini memang ujian untuk kita. Kita harus kuat. Besok saya akan cari obat itu. Kamu harus mendukung saya demi kesembuhan anak kita." Tutur ayah pada Simbok.     

Dua tahun berlalu. Ujian-demi ujian pun bertubi-tubi Simbok dan ayah hadapi, terlebih Mas Sardi. Mas Sardi yang menginjak usia dua tahun tak kunjung tumbuh. Melainkan tetap seperti bayi utuh baru lahir. Baik secara fisik maupun psikis. Meski demikian baik Simbok Maupun ayah berusaha sabar menghadapi setiap ujian yang Mas Sardi lalui.     

Sementara Simbok sudah hamil lagi dan usianya kini menginjak tujuh bulan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.