PERNIKAHAN TANPA RENCANA

30.Teka-Teki Kematian Sanem



30.Teka-Teki Kematian Sanem

0Tak ada yang mengetahui keberadaan ayah saat ini. Terkecuali Duminah, istrinya. Namun kini malah ayah hampir saja celaka. Ia telah melupakan bahwa alam bisa lebih ganas dari siapapun. Terjangan badai yang mengombang-ambingkan tubuhnya tadi telah menumbangkannya dan kini ia terdampar di tempat asing.      
0

Entah ia masih di dunia ini ataukah ia sudah berada di dunia lain. Ia bahkan meragukan dirinya sendiri. Tak ada seorang pun yang bisa ia tanyai kecuali orang yang kini merawatnya, yaitu Kakek Karsin. Satu-satunya orang yang bisa Ia tanyai saat ini.     

"Mbah, sebenarnya saya ada di mana.?" Tanya Ayah padanya menuntut jawaban pasti meski dengan suara yang begitu lemah. Ia pun membetulkan posisinya hingga mampu duduk dengan betul. Kakek Karsin pun tersenyum dan membalikkan badan kembali dan memunggungi ayah untuk menaruh gelas ke sebuah meja yang terletak agak jauh di sana.     

"Berani sekali kau datang ke gunung Le, dengan badan selemah ini." Ucap Mbah Karsin yang lalu duduk di sebelah ayah dan mengambil kain basah berkat mengompres tubuh ayah. Ayah bahkan baru menyadari bahwa Ia ternyata mengenakan kain yang begitu tebal dan berlapis-lapis. Ia tak mengenali kain ini. Mungkin milik Kakek Karsin.     

Ayah terdiam. Ia merasa sudah melakukan kesalahan kali ini. Tanpa persiapan yang matang ia berani mendatangi gunung yang sudah jelas di katakan keramatnya. Ia meremehkan alam.     

"Kau tahu kenapa gunung ini di keramatkan?" Tanya mbah karsin. Ayah hanya mampu menggelengkan kepala.     

"Karena gunung ini memang keramat. Gunung yang mampu menelan kehidupan dan mampu menampakkan yang tak seharusnya terlihat. Beruntung kau terdampar di tempatku. Bagaimana kalau kau berakhir seperti Sanem?"      

Ayah merasa bersyukur bahwa Mbah Karsin sudah menyelamatkannya. Namun Mbah Karsin yang mulai menghakimi dan tidak tahu apa-apa tentangnya mulai membuatnya kesal dan tersinggung.     

Ayah mendengus. Ia ingin marah namun tidak berdaya.     

"Sanem itu belum meninggal. Tetapi aku tak bisa menemukannya di mana pun di belahan gunung ini. Kau tahu apa yang ku lakukan untuk menemukannya?"      

Ayah menggeleng lagi.     

Ternyata cerita tentang Sanem di kalangan masyarakat itu benar adanya. Bukan omong kosong. Dan mbah Karsin inilah saksi satu-satunya yang masih hidup. Mbah Karsin pun mulai menceritakan bagaimana akhirnya hingga ia berada di gunung ini dan memutuskan untuk menetap.     

"Aku dan Sanem memiliki hubungan spesial…     

Mbah Karsin mulai bercerita dengan pikiran yang menjelajah di awang-awang.     

Dahulu ketika muda Mbah Karsin dan Sanem adalah teman. Setelah sekian lama berteman mereka akhirnya saling jatuh cinta. Cinta mereka yang tulus membuat seluruh warga kampung iri. Termasuk seorang laki-laki bernama Yoso yang juga iri dengan kisah Mbah Karsin dan Sanem.     

Sayangnya ke irian Yoso tidak cukup dalam benak saja. Perasaan Yoso berlanjut kepada rasa dengki hingga Ia berani berbuat keji terhadap Sanem.      

Yoso yang juga punya hati terhadap Sanem pun akhirnya mengungkapkan perasaannya. Meskipun ia tahu bahwa Sanem sudah milik Karsin. Dalam benak Yoso tertanam kalimat selagi jalur kuning belum melengkung. Semua kemungkinan masih bisa terjadi.     

Berbekal keberanian dan tekad dalam hati niat tulusnya Ia sampaikan kepada Sanem malam itu di pasar malam. Karsin yang datang terlambat pun tak sempat menyaksikan adegan di mana Yoso salah satu pemuda kampung yang jatuh cinta pada kekasihnya itu mengutarakan perasaannya.     

Yoso sakit hati. Ia tak terima dengan keputusan Sanem yang tak mau menerima cinta Yoso dan malah memilih setia kepada Karsin.     

Yoso pun kalap. Ia kemudian merencanakan sebuah balas dendam jahat terhadap Sanem pujaan hatinya.     

Malam itu hujan mengguyur kampung. Namun perjalanan Sanem masih harus dilanjutkan agar cepat sampai rumah. Dengan jalan yang tergesa Sanem menuntun kakinya menuju jalan pulang ke rumah.     

Padahal Sanem dan Karsin sudah janjian agar besok pagi bisa berangkat bersama ke sawah.      

Beberapa kali sendalnya tenggelam dalam balutan tanah basah dan juga genangan air. Namun Ia tak berhenti barang selangkah pun.      

Tiba-tiba saja seseorang menariknya di jalan gelap. Sanem tak sempat melihat wajahnya. Namun Ia jelas tahu suara siapa itu.     

Iya. Dialah Yoso yang beberapa hari yang lalu mengutarakan perasaannya kepada Sanem. Namun di tolak olehnya.     

"Apa yang coba kamu lakukan." Teriak Sanem di antara hujan deras. Payungnya yang sudah terbang entah ke mana tak ia hiraukan. Air hujan mulai merembes bahkan ke dalam baju Sanem.     

"Aku tahu itu kamu Yoso. Kau tahu aku.." Yoso embekap mulut sanem agar diam.     

"DIAM!" Bentak Yoso.     

Tiba-tiba guntur menggelegar menyambar di langit.     

"Kau tahu aku menginginkanmu tapi kau malah memilih si Karsin Sialan itu. Kau pikir kau berhak menolakku HAH!" Sombong Yoso penuh kemarahan di bawah lebatnya hujan.     

Sanem yang di pepet di tepi pohon pun memberontak. Ia mencoba mengerti perasaan Yoso. Namun Sanem tidak bisa memaksakan perasaannya untuk Yosi. Dan ini sudah keterlaluan baginya.     

Sanem lalu menghalau bekapan tangan kekar Yoso.     

"Sudahlah Yoso... Kita tidak bisa memulai apa pun. Aku memang sudah akan menjadi milik Karsin. Dan itu tidak bisa berubah."Ucap sanem pada Yoso sampai hampir berteriak karena beradu dengan deru hujan.     

"APA! Tidak bisa kamu bilang! Kalau begitu akan aku buat agar semuanya menjadi bisa!" Ucap Yoso dengan mata berapi-api     

Tiba-tiba Yoso menyergap Sanem dalam dekapannya yang erat. Sanem yang meronta-ronta namun kalah dengan tenaga perkasa Yoso. Sanem mencoba berteriak namun apalah daya suara hujan mengalahkan suara parau nya.     

Di guyur lebatnya hujan dan petir yang menyambar-nyambar. Yoso kesetanan mencumbui Sanem yang sudah tergeletak lemas oleh belaian kasar Yoso. Yoso tak memberikan sedikit pun jeda untuk Sanem meronta. Ia telah mengalahkan wanita yang mencintai lelaki lain itu sepenuhnya.     

Hujan pun reda. Yoso terengah-engah. Ia baru saja menyadari perbuatan kejinya kepada wanita yang Ia cintai itu. Dan wanitanya kini tergeletak lemas di sampingnya. Berbantal akar pohon di belakangnya.     

Yoso menatap Sanem dengan wajah khawatit juga ketakutan. Ia lalu menagis. Apa yang sudah Ia perbuat. Sampai Sanem tewas di hadapannya.     

Yoso berteriak. Ia lalu berlari meninggalkan Sanem. Ia ketakutan setengah mati. Tengah malam itu hanya jangkriklah yang berderik. Tubuh Sanem yang mendingin dan mulai membiru di kegelapan dan hanya sendirian.     

Namun Yoso pun kembali lagi. Ia membawa sebuah cangkul. Bermaksud menguburkan jasad Sanem. Sebelum ada seorang datang dan mengetahui perbuatannya.     

Sayangnya saat Yoso kembali ke pohon asem dimana mayat Sanem tergeletak. Tak ada seorang pun di sana. Kecuali kain yang Sanem kenakan tadi.Yoso pun semakin panik dan ketakutan.     

Ia sangat yakin bahwa Sanem sudah tidak bernafas. Lalu siapa yang mengambil jasadnya? Apakah orang itu melihat apa yang sudah Yoso perbuat kepada mendiang Sanem beberapa saat lalu? Pikiran Yoso di penuhi oleh bayang-bayang wajah lemah Sanem saat terakhir kali Ia tinggalkan sendiri di bawah pohon asem itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.