PERNIKAHAN TANPA RENCANA

33.MANUSIA BERHATI TEGAR



33.MANUSIA BERHATI TEGAR

0"Maksud mu dengan kata membunuh apa nak?" Tanya ayah Yoso pada Karsin.     
0

Nampak wajah cemas namun pasrah dari wajah kedua orang tua Yoso. Mereka mumgkin tak pernah menduga bahwa hari seperti ini akan tiba.     

"Apakah karena itu, sehingga anakku di buat menjadi gila?" Tanya ibu Yoso tiba-tiba.     

Dahi Karsin berkerut. Apa maksudnya gila? Ia sama sekali tak tahu menahu tentang kenyataan itu.     

"Apa kamu tidak tahu nak? Yoso anak kami menjadi tidak waras sudah hamir dua bulan ini." Tiba-tiba wanita tua di hadapan Karsin itu membuat pernyataan yang mengejutkan.      

"Maksud anda apa? Saya tidak mengerti." Ucap Karsin.     

"Semua orang kampung sudah tahu. Apa kamu pura-pura tidak tahu?"     

Tiba-tiba Karsin teringat dengan orang gila yang Ia temui saat menuju ke sini. Apakah sebenarnya itu adalah Yoso?      

Karsin menunduk. Ia tak bisa lagi menjelaskan apa pun. Dalam benaknya kacau. Apakah ini adalah perbuatan Sanem sebagai balas dendam. Dan Ia harus menukar kehidupannya dengan dunia lain? Tapi kenapa? Kenapa dia lebih memilih dunia lain? Bagaimana dengannya yang di tinggalkan. Sementara Karsin tidak.mengerahui kebenarannya bahwa Sanem sudah meninggal dunia.     

"Ceritakan kepada kami apa yang sebenarnya terjadi nak,?" Bujuk Ayah Yoso kepada Karsin.     

Meski ibu Yoso terlihat ada sorot marah padanya. Namun berbeda dengan Ayah Yoso. Ia tampak lebih tenang dan bugar.     

Karsin kemudian menatap ayah dan Ibu Yoso secara bergantian.     

Ia lalu bercerita perjalanan panjang yang Ia lakukan selama dua bulan ini. Di waktu terakhir kali Ia bertemu dengan kekasihnya Sanem hingga pada akhirnya Sanem di nyatakan hilang oleh keluarganya.     

Ia mencari kemana pun tempat yang biasa Sanem datangi. Namun tak di yemukan satu pun tempat yanh di duduki Sanem saat itu. Ia juga menanyakan seluruh kerabat, baik dekat maupun jauh Sanem. Namun masih juga nihil. Kemudian Ia juga mencari di rumah teman-temannya. Namun tak satu pun mengatakan bertemu dengan Sanem. Beberapa hari atau bulan terakhir.      

Karsin tak putus asa. Ia juga menemui orang pintar. Sebagian mereka mengatakan Sanem masih hidup namun sebagian mereka mengatakan Sanem sudah mati. Sehingga kesimpulan dari semua jawaban adalah omong kosong menurut Karsin. Bukan membawa malah membawa keraguan.      

Sampai akhirnya Karsin di datangi oleh seorang laki-laki yang memakai blankon. Setidaknya itulah yang paling Karsin ingat.     

Laki-laki itu mengatakan bahwa Sanem berada di hutan Gunung Peteng. Karsin seebenarnya tidak benar-benar percaya. Namun tetap saja kakinya tidak berhenti melangkah untuk mencari Sanem, pujaan hatinya.     

Akhirnya Karsin pun sampai.di jantung hutan. Namun bukannya menemukan Sanem Ia malah kelelahan lalu tertidur di atas rerumputan. Di situlah akhirnya Ia bertemu dengan Sanem.     

Dalam dunia tidurnya.      

Ia bertemu dengan Sanem di alam bawah sadarnya. Sanem mengatakan Yoso lah pelakunya. Ia juga mengatakan tidak bisa kembali ke dunia ini karena Ia telah memilih dunianya yang sekarang.      

Awalnya Karsin juga tidak percaya jika mimpi itu benar adanya. Artinya sukma Sanem benar-benar datang ke mimpinya sampai pada saat Ia mendapatkan kesadaran dari tidurnya sebuah baju yang terakhir kali di pakai oleh sanem berada dalam genggamannya. Di situlah Karsin mulai percaya, Sanem benar-benar nyata berada dalam mimpinya.     

"Saya benar-benar tidak tahu kabar bahwa anak anda kehilangan kewarasannya. Saya terlalu sibuk mencari Sanem. Sampai saat saya tiba di sini perasaan saya masih hancur. Bagaimana mungkin kekasih saya bisa meninggalkan saya dengan cara seperti itu. Saya marah. Saya sangat ingin memukul anak anda. Saya ingin membalas dendam saya ingin tahu bagaimana caranya dia membunuh seorang wanita yang lemah. Tapi saya, saya tidak bisa melakukannya terhadap orang yang sudah kehilangan kewarasannya. Saya tidak tahu harus melampiaskan ke siapa kemarahan ini." Karsin menangis tersedu-sedu. Air mata mengucur dengan deras. Begitu pun kedua orang tua Yoso. Mereka tampak begitu dalam sedihnya. Semakin dalam mengetahui fakta mengerikan di balik peristiwa yang menimpa anaknya.     

"Nak... kami benar-benar ikut berduka atas apa yang menimpa kekasihmu. Anak kami sudah menanggung dosanya. Kami bahkan merasa tidak berhak meminta maaf kepadamu." Ucap Bapak Yoso kepada Karsin.     

Sepulang Karsin pulang dari rumah Yoso Ia telah kehilangan semangat dan juga harapannya. Baginya hidup ini hanya datar saja. Tak ada harapan tak ada kemauan.      

Karsin kemudian memutuskan untuk hidup di hutan di mana Ia tertidur kemarin. Ia membangun sebuah gubug di sana sendirian. Sebelumnya tidak ada yang menegtahui. Namun lama ke lamaan dan hingga kini Ia tua, masyarakat telah hafal bahwa Karsin lah penghuni hutan gunung Peteng.      

Untuk memenuhi kehidupannya Ia hanya perlu bergantung kepada alam. Selebihnya Ia berburu ke hutan yang lebih dalam untuk mendapatkan hewan buruan yang laku Ia jual di pasar.     

Bertahun-tahun Karsim berhasil menjalani kehidupan sebatang karanya di hutan Gunung Peteng.      

Ayah merasa Iba mendengar seluruh cerita Mbah Karsin. Mbah Karsin yang kini sudah renta namun masih terlihat kuat itu harus menjalani  hidup sebatang kara karena pilihannya sendiri.     

"Apa tidak berniat untuk kembali Mbah. Mungkin sudah takdir Sanem harus mengalami dan memilih hidup demikian. Tapi bukankah yang hidup harus tetap melanjutkan hidup. Sanem pasti sedih jika melihat kehidupan Mbah sekarang."     

Mbah Karsin tampak terdiam dengan ucapanku.     

"Dia tidak berhak sedih setelah memilih hidupnya sendiri. Dia tidak berhak." Mbah Karsin lalu bergegas keluar dari gubuk.      

Angin malam berhembus kencang dari luar. Memasuki seluruh ruangan melalui pintu yang di buka oleh mbah Karsin. Mbah Karsin nampak menyalakan kretek yang tertancap di mulutnya. Ayah yang masih belum bisa menahan dingin pun tetap berdiam di ruangan yang terbuat dari papan itu.     

Tingkah Mbah Karsin mungkinadalah sebuah bentuk dari rasa kecewany pada pilihan Sanem. Sehingga pelampiasannya yang bisa melegakan hatinya hanyalah hidup seorang diri di tempat terakhir kli Ia bertemu dengannya.      

Keyakinan mbah Karsin akan keberadaan Sanem membuatnya memutuskan agar menetap dan hidup seolah berdampingan dengan makhluk tak kasat mata itu.     

Ayah bisa saja menghiburnya. Tapi dari pada menghiburnya, sepertinya Ia lebih butuh untuk di hibur. Jika perihal ketegaran. Mbah Karsin adalah manusia paling tegar yang Ia temui sepanjang hidupnya.     

Sementara dirinya berada di sini berkat rasa ke putus asaannya. Sehingga jalan ini lah yang ayah pilih. Berharap semuanya segera membaik dan kehidupan bisa lebih sedikit normal.     

Tiba-tiba Ia teringat dengan kepala rusa yang Ia butuhkan. Ia lalu memaksa diri untuk beranjak dari ranjang bambu itu. Bunyi reotnya pun terdengar nyaring.     

Ahh.. kakinya terasa kaku di sana sini. Ia meniup-niup jemarinya supaya sedikit lebih hangat. Ia menyusul Mbah Karsin keluar. Namun yang Ia temukan adalah sesuatu yang berdarah-darah.     

      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.