PERNIKAHAN TANPA RENCANA

35.SEBELUM SEMUANYA TERLAMBAT



35.SEBELUM SEMUANYA TERLAMBAT

0Simbah terpincang-pincang berjalan menuju rumah Ayah. Ia tak bisa lagi menunda kegelisahan dalam benaknya lebih lama lagi. Perkataan dukun kuring waktu itu terngiang-ngian di kepalanya. Dukun Kuring yang berjiwa licik itu ternyata akan tetap licik kepada menantu dari temannya sendiri.     
0

Dukun kuring menginginkan kemampuan baru. Sementara yang berkorban bukanlah dirinya sendiri melainkan adalah kliennya, yaitu ayah. Sementara ayah tidak tahu tentang fakta itu.     

"Hahaha…" Tawa menggelegar Dukun Kuring terngiang pada kepala Simbah di sepanjang perjalanan menuju rumah anaknya,Duminah. Simbah bertanya apa yang dukun kuring korbankan. Namun dukun kuring menggeleng. Ia mengatakan sama sekali tak mengorbankan apa pun kecuali tenaganya untuk ritual kelak. Jadi simbah bertanya kembali siapa yang akan berkorban.     

Dengan jujur Dukun Kuring mengatakan bahwa ayahlah kelak yang akan mengorbankan sesuatu untuknya. Tentu saja simbah tak terima dengan kelakuan temannya itu. Namun simbah masih mampu menahan emosinya, lalu simbah pun bertanya kembali. Apakah kelak mahar yang dia minta kepada menantunya itu.     

Dukun kuring mengatakan tanpa beban, bahwa ia meminta sebuah rusa kepada menantu temannya itu. Sontak simbah naik naik pitam mendengar jawaban temannya itu. Kepercayaan yang bertahun-tahun lamanya di bangun mereka berdua pun kini luntur. Entah kerasukan apa dukun kuring dengan tanpa dosa mengatakan akan membuat menantunya itu mengorbankan sebuah binatang berkaki empat itu.     

Simbah yang juga sudah bertahun-tahun ikut dukun kuring berkutat dengan dunia klenik meski tidak terjun ke dalam dunianya itu jelas tahu apa arti dari persembahan rusa. Rusa adalah binatang berkaki empat. Dan arti dari binatang berkaki empat dalam dunia klenik sebagai persembahan adalah nyawa.     

Itu berarti akan ada nyawa yang sedang di pertaruhkan di ritual yang akan di jalankan menantu itu kelak. Dan simbah tahu dengan jelas bahwa menantuya itu begitu awam tentang dunia per-klenik-an. Dunia yang dulu menantunya itu tak percayai. Jelas terlihat bahwa menantunya itu tak akan tahu arti dari persembahan binatang berkaki empat itu.     

Simbah memaki-maki dukun kuring. Ia sudah kehabisan kesabaran. Teman yang selama ini ia percayai itu benar-benar sudah menghancurkan segalanya. Ayah jelas tahu bahwa dukun kuring itu adalah seorang yang licik. Ia juga tahu bahwa dukun kuring terkenal dengan kesadisannya. Namun selamam bertahun-tahun berteman dengannya, sekali ini lah ayah merasa sangat kecewa dan melihat sisi asli dari dukun kuring.     

Ia tak tahu jika dukun kuring akan begitu tega mengorbankan keluarganya untuk di tukar dengan kemampuan mata batin yang kelak akan dia dapatkan jika ayah berhasil lancar menjalankan ritualnya hingga selesai.     

Hari itu juga, hari dimana simbah memaki-maki dukun kuring . ia mengatakan dalam batinnya dengan sungguh-sungguh bahwa ia tak akan mendekati seorang dukun terlebih dia adalah dukun kuring. Simbah telah memutuskan tidak akan terlibat apa pun dengan dukun kuring meski pertemanan selama bertahun-tahun denganny begitu di sayangkan.     

Simbah mengetok pintu rumah anaknya Duminah dengan keras dan gusar. Sampai beberapa kali ketukan di layangkan di daun pintu, namun tak kunjung seorang pun membukakan pintunya. Tidak duminah, tidak juga suaminya. Lalu simbah pun memutuskan untuk masuk. Simbok berada di kamar sedang mengurus bayi sardi.     

"Maaf Pak, aku lagi ngurus sardi." Ucap simbok setiba simbah di depan pintu kamarnya yang hanya di tutup gorden itu.     

"Di mana suamimu Ndok?"Tanya Simbah dengan nada tak sabar.     

"Dia berangkat pagi sekali Pak, ada apa?" jawab Simbok.     

Simbah mengerutkan dahinya. Pagi sekali pergi ke mana bocah itu? Ucap dalam batin Simbah.     

"Dia bilang mau beli kembang Pak. Kan kalau ndak pagi nanti kehabisan." Ucap simbok lagi.     

Simbah hanya berdehem. Ia lalu duduk di kursi tengah. Selang beberapa menit simbok keluar dari kamar. Mungkin bayi sardi sudah selesai diurus dan sedang tertidur.     

Simbok lalu menuju ke dapur dan membuatkan bapaknya itu segelas kopi. Ia lalu duduk di kursi seberang meja. Di hadapan bapaknya.     

Simbah tak memeberikan sedikit pun senyum ke anak sulungnya itu. Ia benar-benar serius kali ini. Melihat gelagat bapaknya itu, simbok pun lalu duduk dengan serius juga. Ia siap mendengarkan apa pun yang akan bapaknya ucapkan.     

"Ada apa pak kok tergesa-gesa begitu?" Tanya simbok dengan nada cemas.     

"Suamimu dimana Ndok?" Tanya ayah menuntut jawaban dari Duminah.     

"Mas pergi sejak pagi Pak. Saya ndak tahu pastinya di mana." Jawab Simbok.     

"Aduhhh Dum…ndak bisa Dum. Ndak boleh di lanjutkan ritualnya. Ndak bisa Dum…" ucap Simbah sambil berkaca-kaca.     

"Ya Tuhan…kenapa bisa jadi seperti ini?" Lanjut simbah lalu mengurut keningnya yang terasa berdenyut.     

"Pak…sebenarnya ada apa? Ini soal apa? Kenapa bapak tiba-tiba bersikap seperti ini?" tanya Simbok kebingungan.     

"Soal ritual itu Ndok…suamimu itu di tipu si Kuring. Aku yang bodoh. Aku memang bodoh." Simbah tampak menyalahkan dirinya sendiri. Ia terus menunduk dan memukul-mukul kepalanya.     

"Pak..kenapa bisa seperti itu Pak? Jelaskan padaku." Mohon Simbok pada simbah sambil berlutut.     

"Bapakmu ini yang menyarankan suamimu untuk mendatanginya. Kemarin, aku memastikan apa yang akan kuring lakukan terhadap suamimu. Aku mendapatkan jawaban demi jawaban mengerikan dari manusia biadab itu Dum…" Ucap simbah. Simbok lalu mengelus punggung tangan simbah.     

"Kuring mengatakan kalau persembahan yang dia minta dari suamimu kelak adalah rusa. Kamu tahu Dum apa artinya Rusa itu?" duminah menggeleng tak mengerti.     

"Kepala binatang berkaki empat itu berarti kepala manusia. Artinya ada nyawa yang sedang di persiapkan untuk menjadi mahar dari ritual ini. Dum…cegah suamimu dum sebelum terlambat." Mohon simbah pada duminah anaknya. Duminah terduduk lemas. Sementara ia jelas-jelas melihat suaminya membawa dua ekor kepala rusa. Apakah artinya kelak akan ada dua nyawa yang di pertaruhkan?     

"Pak…tapi saat ini dia sedang keluar kita tidak tahu dia pergi ke mana. Sekarang di luar juga gerimis. Setidaknya kita tunggu sampai tengah hari nanti Pak. Jangan terlalu di pikir ya Pak. Ingat kesehatan Bapak." Meski batinnya sama panasnya dengan bapaknya itu simbok berusaha untuk tenang agar semua tetap terkendali.     

Tibalah tengah hari datang. Ayah pun kembali pulang dengan membawabanyak sekali bunga. Ia lalu menuju ke belakang dan menaruh semua yang telah ia beli bersama dengan persyaratan-persyaratan yang lain.     

"Mas." Duminah datang dari belakangnya membuat suaminya itu terperanjat.     

"APA SIH DUM! Kamu ini bikin saya jantungan." Ucapnya sambil cengengesan. Sementara duminah masih tetap dengan tatapan serius. Suaminya menyadari hal itu. Ia lalu menghentikan kesibukkannya itu dan menatap duminah.     

"Kamu ini kenapa. Suamimu pulang kok malah cemberut seperti itu." Tanyanya.     

"Mas. Sudah. Ndak usah ritual-ritual. Sudah ndak papa. Aku akan menghadapi apa pun yang aku alami kemarin dan hari ini. Aku akan tahan mas. Ndak perlu kamu berkorban apa-apa. Mungkin sudah takdirnya seperti ini." Ucap duminah tiba-tiba sambil beruarai air mata.     

Ayah pun kebingungan dengan gelagat istrinya yang tiba-tiba aneh itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.