PERNIKAHAN TANPA RENCANA

41. UJIAN YANG BERTUBI-TUBI



41. UJIAN YANG BERTUBI-TUBI

0Ayah gelagapan di tarik oleh nenek itu. Padahal tubuhnya kecil. Hampir setengah badan ayah sendiri. Dia berdiri dengan bungkuk. Tapi tenaganya melebihi tenaga ayah sendiri. Apa mungkin ini ksrena faktor ayah yang kelaparan dan juga kehausan? Bisa jadi.     
0

Ayah ingin menolak. Tidak. Ayah sudah menolaknya berkali-kali. Namun kemudian Ia ditarik dengan paksa. Dan akhirnya di sanalah ia berdiri. Di dalam kedai dengan interior cina. Ayah menganga melihat kemegahan di hadapannya. Di kampung bahkan Ia tak pernah melihat rumah semegah ini. Dengan lampu yang begitu banyak dan berlantai dua.     

Saat memasuki kedai itu. Ia di sapa oleh wanita cantik. Tugas dua wanita cantik yang berdiri di kanan dan kiri pintu itu memang hanya untuk menyapa. Iya, ayah melihat mereka hanya berdiri sepanjang ayah berjalan memasuki kedai.     

Ayah hanya mengikuti nenek itu dari belakang. Nenek yang sudah sangat tua namun tenaganya masih sekuat dirinya. Nenek itu memakai konde dengan asal sehingga ada sebagian kecil rambutnya yang berantakan. Rambutnya tentu sudah seluruhnya memutih menjadi uban. Ia memakai kebaya yang berwarna abu dan pudar begitu juga dengan bawahannya yaitu jarik yang berwarna coklat yang juga sama pudarnya.     

Kedai itu berbentuk rumah joglo. Tak ada sekat antara satu sama lainnya. Beberapa pilar besar rapi menjadi penyangganya. Ornamen-ornamen ukirannya semua bercorak China. Dan tentu saja semua warna cat ruangan dominan berwarna merah. Seluruh dindingnya terbuat dari papan yang sudah halus. Yang paling menakjubkan adalah lampu-lampu neon yang bergantung memancarkan sinarnya seperti warna rembulan. Begitu anggun dan cantik. Membuat semua orang ingin datang dan menikmati terangnya siang dan malam di sini.     

Saat memasuki kedai itu, tentu saja pemandangan pertamanya adalah dua wanita di sana. Namun kemudian ayah di suguhkan pemandangan yang sama sekali tak pernah ia lihat. Inikah yang di maksud kedai teramai kata orang-orang? Kursi dan meja yang ditata sedemikian rupa di penuhi oleh pelanggan-pelanggan kedai yang saling bercengkerama, adu argumen dan bahkan ada orang yang setengah gila karena mabuk.     

Katanya di Semarang juga sudah mulai banyak kedai seperti ini. Tepatnya Semarang di bagian kota. Sementara ayah hannyalah seorang yang tinggal di pelosok yang tak tahu menahu sama sekali hiruk pikuk perkotaan. Yang Ia tahu hannyalah cangkul dan sawah.     

Ayah melangkah di tengah-tengah mereka. Mereka adalah para pelanggan yang sedang sibuk di mejanya masing-masing. Di tengah-tengah memang di beri satu tapak jalan khusus untuk di lewati khususnya pelayan dan pelanggan vip. Hanya pelanggan vip lah yang boleh memiliki ruangan. Mereka bisa memesan ruangan khusus di dalam.     

Ayah terkejut karena nenek tadi membawanya ke ruang Vip. Ayah memberikannya ekspresi bertanya. Nenek itu hanya tersenyum lalu mempersilahkannya duduk. Lagi-lagi ayah hanya mengikuti saja. Ia di masukkan ke sebuah bilik. Ada satu lampu di atasnya sehingga walaupun tanpa jendela ruangan itu tetap terang di siang hari. Kelambu berwarna transparan menjadi sekat pintu. Di sanalah tubuh nenek itu menghilang.     

Lalu nenek itu pun kembali dengan segudang makanan. Berbeda dengan pemandangan di depan tadi. Di sini ayah di layani secara lesehan. Ayah duduk di lantai kayu yang di beri tikar. Di depannya di sediakan meja seukuran perutnya saat ia duduk. Mejanya begitu luas. Sehingga pasti cukup untuk mengisi banyak piring berisi makanan.     

Nenek datang dengan tampah dan di atasnya penuh dengan piring-piring berisi makanan alias lauk pauk. Satu cething nasi ia taruh di atas meja di depan ayah itu. Berikut lauk-lauknya. Semua ada. Di mulai dari ayam hingga ikan. Sayur pun hampir semua ada.     

Ayah yang benar-benar kelaparan lalu menelan ludah. Ia tak sabar ingin segera melahap semua yang ada di hadapannya. Tangannya ingin meraih paha ayam di sisi sebelah kanannya. Namun nenek yang belum selesai menaruh piringnya lalu menimpuk punggung tangan ayah. Ayah terkejut bukan main. Iya memang terlalu lapar sampai lupa tata krama.     

Nenek itu tidak marah. Ia hanya melarang ayah untuk memakannya awal-awal. Ayah menarik kembali tangannya dan menyembunyikannya di bawah meja. Sementara perutnya kembali berbunyi. Nenek itu berdiri lagi. Ia berpesan jangan makan dulu sampai di beri aba-aba.     

Baik. Ayah hanya menuruti saja apa yang di perintahkan nenek itu. Nenek itu lalu memberikan perintah agar menunggunya datang kembali. Ayah mengangguk. Dengan perut yang berbunyi-bunyi karena lapar dihadapkan dengan hidangan yang masih mengepul-ngepulkan aromanya. Membuat nafsu makannya meronta-ronta ingin di segera di penuhi seiri lambungnya. Namun Ia tak ingin melanggar tata kramanya Ia harus tetap bersabar.     

Tidak lama nenek itu pun membuka kelambu. Ia membawa beberapa gelas minuman bersama dengan kendinya. Lalu di belakangnya ada dua wanita cantik berkemben jarik. Mengingat kejadian beberapa saat lalu membuat ayah bergidik ngeri melihat sosok wanita. Meski pun ia masih belum menemukan keanehan hingga kini.     

Nenek pun menaruh gelas-gelas itu. Tiba-tiba gadis itu duduk di samping ayah. Satu sisi kiri dan lainnya di sisi kanan. Ayah yang terkejut ingin menjauhkan diri. Namun ia malah mengenai gadis yang lainnya. Mereka tertawa riang. Nenek pun ikut tertawa. Kemudian nenek pun mempersilahkan ayah untuk segera menyantap makanan yang sudah di hidangkan.     

Ayah pun akan memulai dengan mengambil nasi di piringnya. Gadis di sebelah kirinya dengan cepat mengambil bakul nasi dan di berikan kepada ayah. Sementara gadis yang satunya mengambilkan nasinya dengan centong dan menaruhnya di atas piring ayah.     

Mereka kemudian tertawa saat ayah menatap mereka dengan kagum. Sepertinya ucapan terima kasih akan muncul dari mulutnya namun ragu. Sehingga hanya berbuah tatapan kepada mereka. Ayah hendak meraih ayam yang sedari tadi tampak menggiurkan. Namun letaknya yang tertallu jauh dari jangkauannya membuat ia kesulitan sehingga dengan cepat wanita di sisinya itu pun mengambilkannya.     

Gadis itu menaruh ayam di dekat ayah supaya mudah di jangkau. Mereka menanyai ayah apa yang ayah mau. Sehingga ayah tinggal tunjuk saja. Ayah menunjuk mulai dari yang Ia inginkan. Lalapan, gurame, pecak terong, sambal, gudeg dan banyak lagi.     

Ayah melahap makanan demi makanan dengan rakus. Gadis di sampingnya memperhatikan dengan riang. Mereka tidak ikut makan. Saat ayah tawari mereka hanya menggeleng dengan riang. Iya, lagi-lagi tertawa. Entah apa yang membuat mereka begitu bahagia.     

Hampir separuh nasi habis. Ayah mulai menyadari. Ayah yang sedari tadi hanya menundukkan mata dan makan tak menyadari bahwa wanita di sampingnya itu berkuku panjang. Tentu saja ayah terkejut. Namun Ia menyimpan keterkejutannya sampai Ia harus memastikan apakah yang di sampingnya ini manusia atau bukan.     

Kuku mereka panjang dan berwarna hitam. Perasaan tadi tidak. Kemudian perlahan-lahan kulitnya menjadi abu-abu dan mulai keriput hingga otot-otonya menonjol. Lalu ronanya menjadi pucat. Ayaah membelalakkan mata saat menyadari semua sudah salah sejak awal. Tangan yang mengeriput perlahan itu hingga seluruh tubuh kedua gadis itu ikut mengeriput. Tiba-tiba mata mereka membelalak seolah akan keluar. Urat-urat berwarna merah dan ungu memenuhi bola matanya. Bibirnya semakin membiru laku menetes darah dari dalam mulutnya.     

Ayah yang masih berada di antara mereka pun langsung mual dan mengeluarkan isi perutnya. Sontak isi perutnya yang ia keluarkan berubah menjadi ulat-ulat kecil. Dan dengan sadar seluruh makanan yang semula terlihat nikmat berubah menjadi binatang-binatang menjijikkan.     

Ayah menjadi mual-mual dan muntah. Ia tak bisa menahannya. Sontak kedua perempuan di sampingnya yang semula kaku itu mengeluarkan suara mengerikan. Ayah semakin jijik dan terkejut. Ia lalu membalikkan menjadi depannya agar mudah lewat. Ia berteriak. Lalu berlari keluar.     

Namun Ia menemukan hal yang lebih mengerikan di luar. Saat keluar dari bilik. Nenek yang tadi membawanya masuk ke kedai ini terlihat melayang. Ia tampak tak memiliki tubuh. Hanya kepalanya yang tersisa dan jeroan yang menggelantung dari kepalanya. Ayah mual sekaligus bergidik ngeri.     

Ayah berusaha berlari sekuat tenaga. Namun ketika sampai di ruangan pertama. Ayah semakin di buat kelimpungan. Ia melihat seluruh pelanggan berubah menjadi mayat hidup. Mereka berpakaian compang-camping. Kulitnya tak ada yang utuh matanya tak ada yang normal. Tak ada yang berdiri tanpa dara mengucur di tubuh mereka. Bersuara sama. Dan berjalan kaku. Ayah berteriak. Meski ia ketakutan setengah mati, Ia tak boleh pingsan di sini. Sekuat tenaga Ia mengangkat tubuhnya dan berusaha berlari.     

Nenek yang melayang-layang mengejar lari ayah. Ia tertawa melengking dan memilukan. Ayah yang berusaha berlari sekencang-kencangnya malah terjatuh-jatuh. Ia tak boleh berhenti di sini atau akan mati di makan mayat-mayat hidup itu.     

Mayat-mayat hidup itu seolah kehausan dan kelaparan. Hanya menunggu langkah saja sampai mayat-mayat itu bisa sampai meraih tubuh ayah. Sementara ayah sudah di tunggu dua wanita setan di depan pintu itu, Ia malah terjatuh. Mayat-mayat semakin mendekat, nenek tak bertubuh itu melayang-layang dengan tawa yang memekakkan telinga. Tak ada seorang pun yang bisa Ia mintai pertolongan di dalam kedai berisi sekumpulan setan itu.     

Namun ayah tak putus asa. Ia terus berusaha bangun. Dengan merangkak, Ia akhirnya menemukan sebuah balok. Dengan suara-suara mengerikan dan tawa melengking yang memenuhi ruangan itu. Ayah yang penuh peluh berusaha berdiri namun kakinya lemas dan sepertinya Ia terkena serangan kram kaki. Dan ternyata mayat-mayat hidup itu kini telah berada di belakangnya. Dengan sekuat tenaga Ia mengayunkan balok kayu di tangannya dan berhasil mengenai salah satu kepala mayat hidup itu.     

Kepalanya terpental dengan mudah seolah tulang mereka begitu lunak. Ayah merasakan kerongkongannya begitu mual. Namun Ia masih harus berperang melawan puluhan mayat lainnya di depannya.     

Dengan sekuat tenaga. Ayah mengayunkan balok itu ke arah mereka. Mereka yang tak punya sensor motorik untuk merespon tak menghiraukan dan akhirnya bernasib sama seperti mayat yang pertama. Begitu terus hingga berulang-ulang dan akhirnya mereka semua tumbang menyisakan jasad dan tulang belulang yang berserakan dan mengerikan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.