PERNIKAHAN TANPA RENCANA

100



100

0Tak ada satu pun tugas Kabul yang selesai dengan hasil memuaskan. Malah sebaliknya, kini Mas Sardi menjadi bahan gosip baru. Berkat mulut Ibu Darwati yang tidak terima pinangan terhadap anaknya di batalkan. Padahal kesalahan sebenarnya ada pada anaknya sendiri. Mungkin karena Ia terlanjur malu setelah begitu berharap dan tidak tersampaikan sehingga Ia terlalu kecewa. maka dengam kekecewaan itu Ia menyebar gosip-gosip murahan untuk memutar balikkan fakta.     
0

Orang-orang desa menjadi berpikir bahwa Mas Sardi ini memang doyan perempuam. Padahal semua itu hanya lah prasangka mereka dari masa lalu Mas Sardi yang tidak sempat Ia bersihkan. Sehingga pada saat gosip itu muncul, presepsi mereka.     

Malah sebaliknya, Mas Sardi adalah orang yang tidak tahu cara memperlakukan wanita. Memang hanyalah orang terdekatnya sajalah yang paling tahu. Kabul misalnya.     

Setelah menceritakan kejadian yang ia alami seharian ini dengan menggebu-gebu. Kabul pun menenggak air dalam kendi dengan rakusnya. Ia memang begitu kesal tapi yang membuatnya semakin kesal adalah bahwa Ia tahu temannya ini mungkin lebih kesal dari dia tetapi masih pura-pura baik-baik saja.     

Namun Mas Sardi hanya bergeming. Ia mencerna informasi yang baru saja Ia terima. Beginilah Mas Sardi, ketika penuh kekecewaan Ia hanya diam. Pandangannya kosong dan entah apa yang Ia pikirkan. Tak ada yang mampu membaca pola pikirnya saat ini.     

Inilah yang Kabul takutkan. Jika melihat ke belakang, baginya masa lalu Mas Sardi terlalu memilukan. Terkadang Ia bahkan tak mampu membayangkan jika dirinya berada di posisinya saat itu.     

Sepanjang Kabul bercerita, Ayah ternyata mendengar dari balik dinding bambu. Karena ayah sedari tadi belum masuk bilik. Ia sedang berada di ruamg tamu, memang selalu tanpa suara . Cara bicara Kabul yang menggebu-gebu terdengar jelas oleh telinganya.     

"Lalu bagaimana selanjutnya Di..."     

Mas Sardi hanya diam. Ia tidak menemukan jawaban apapun di kepalanya dari pertanyaan Kabul itu.     

mereka sama-sama hening. kepulan asap satu-satunya yang bergerak riuh di udara.     

"Apa sebaiknya melobi ayahmu Di, tidak usahlah pakai syarat-syarat. Toh yang mau pergi kan kamu seorang."     

Mas Sardi menoleh ke arah Kabul.     

"Dengan begitu semakin jelas. Kalau saya ini orang gagal di mata beliau." Jawaban Mas Sardi membuat Kabul bungkam. Ia tahu pasti, Mas Sardi ingin berhenti mengecewakan kedua orang tuanya.     

Pagi pun menjelang. kabar memilukan dari Kabul membuat Mas Sardi aras-arasen beraktifitas. Namun. Ia tak mau ke ladang terlalu siang apalagi melewatkannya. Ia tak mau mendengar ocehan-ocehan orang di jalan saat bertemu dengannya.     

Ia berangkat pagi buta. Saat udara dingin masih mendominasi suhu tubuhnya. Ayah paham betul dengan gelagat anaknya yang pertama ini. Simbok sempat menegurnya namun tak di hiraukan. sehingga Ia hanya membawa bekal berupa nasi dan bumbu megono yang di bungkus daun pisang. Ia tak terpikirkan untuk sarapan.Ia tak punya nafsu untuk itu.     

sementara ayahnya hanya membiarkan ketidak wajaran yang di lakukan anaknya. Ia membiarkan Mas Sardi merenungi dan memecahkan masalahnya sendiri.     

Meski akhirnya tak terjadi apapun. Kecuali Mas Sardi yang dua hari ini menetap di sawah dan menjadi perbincangan orang desa.     

Ada yang bilang Mas Sardi Gila. Ada yang bilang gagal kawin. Ada yang bilang Mas Sardi sumber sial. mulut mereka menjadi menggila dan membuat sang Ayah mau tidak mau bertindak.     

Saat di ladang Mas Sardi hanya sibuk mencangkul. Ia tak menceritakan sepatah kata pun pada ayah tentang masalah yang di hadapi saat ini.     

Kecuali sampai ayahnya bertanya bagaimana dengan calon pengantinnya. Namun Mas Sardi hanya mengatakan belum menemukan. Lalu tidak ada pembahasan lagi.     

Sepulang dari ladang ayah pun mandi. Lalu Ia memakai batik dan celana. Tidak seperti biasanya. Ia bahkan menyuruh istrinya untuk berias. Tanpa mengatakan mereka akan kemana.     

Setelah mereka berdua siap. Ayah pun membimbing perjalanan. Nampaknya memang ke arah kampung utara.     

Namun tidak bisa di pastikan akan ke mana dengan kostum yang rapi begini.     

Sampailah mereka berdua di sebuah gubug kecil milik seseorang yang mereka kenal. Bahkan akrab sekali. Ia lah rumah Pak Darman, ayah Mba Ranti. Pak Darman dan istrinya kala itu sedang menjemur gabah di teras rumahnya pun bergegas menyambut kedatangan majikannya itu.     

Lalu pak darman dan istri mempersilahkan masuk dan duduk di kursi yang masih terbuat dari bambu.     

"Buk, buatkan teh buk." Istrinya segera menuju belakang.     

"Ada apa pak mandor, sore-sore begini sowan" Ucap darman sopan.     

Tidak lama kemudian istri Pak Darman pun keluar dengan dua gelas minuman.     

"Begini man kamu ini kan sudah lama sekali ikut saya. Apakah kamu kerasan? " tanya ayah basa-basi.     

"Ya kerasan pak...malah kami terima kasih sebanyak-banyaknya memberikan rejeki bapak kepada keluarga kami." Ucap Pak Darman dengan mata berair.     

"Ya Kami ikhlas Man, kita ini sudah seperti saudara. Saya selalu menganggap keluargamu itu bagian dari tanggung jawab saya sebagai orang yang ngangkat kamu." Ucap ayah.     

Nampak istri darman meneteskan air mata haru.     

"Karena sudah lama menjadi abdi saya. Tentu kamu tahu kalau gosip-gosip itu tidak benar."     

"Tentu saja pak, lalu bagaimana keadaan mas Mas Sardi... saya malah menghawatirkan beliau. Kasihan, harus menerima fitnah lagi."     

"Ya, berkaitan dengan itu man.Saya ke sini untuk meredakan fitnah tersebut. Satu-satunya yang bisa saya lakukan adalah menikahkannya dengan seorang wanita. Dengan begitu maksud kedatangan kami ke sini adalah kami ingin meminang anakmu Ranti untuk menjadi istri anak pertamaku Sardi. Bagaimana menurutmu."     

Mendengar permintaan majikannya itu tentu saja Pak Darman sangat terkejut. Sebagai seorang abdi akan menjadi besan dari majikannya yang merupakan orang terpandang. Ia merasa tidak     

Wajahnya menjadi sayu. Ia lalu memandang ke arah istrinya. Snag istri pun mengangguk untuk meyakinkan suaminya yaitu Pak Darman.     

Lalu Pak Darman pun nampak mengiyakan pinangan dari ayah.     

Akhirnya kini dinyatakan Mba Ranti sudah menjadi pinangan Mas Sardi yang kelak beberapa hari ke depan akan diadakan pernikahan sederhana di rumah Mas Sardi.     

Mendengar dirinya di pinang oleh Mas Sardi membuat hatinya berdesir. Ia tak tahu harus bahagia atau harus sedih. Kenyataan bahwa Ia tidak hidup untuk memilih memang begitu pahit.     

Ia sudah mengatakan kepada Mas Sardi bahwa Ia menyukai Mas Kardi. Namun kenapa dengan percaya dirinya malah Ayahnya hendak menjodohkan Mas Sardi dengannya?.     

Sampai di sini Mba Ranti tidak mengerti. Kenapa bisa terjadi hal seperti ini. Ia tidak bisa hidup dengan Mas Sardi sementara hatinya untuk Wiro. Apalagi kalau kelak mereka hidup se atap. Apa yang akan terjadi nanti?.     

Mba Ranti bergegas ke ladang. Ia tahu, Mas Sardi masih belum pulang. Ia pergi ke ladang tanpa mempersiapkan apapun. Ia hanya membawa selendang yang Ia gantungkan di pundaknya dan berjalan tergesa agar cepat sampai. Sementara senja mulai di ufuk barat. Mungkin beberapa saat lagi mulai petang.     

Sampai lah Mba Ranti di ladang. Ia melihat dari kejauhan Mas Sardi sedang menyesap rokonya dan menatap kosong ke arah senja. Dalam hati Mba Ranti merasa kasihan. Namun Mba Ranti tak ingin goyah akan niatnya mengklarifikasi maksud pinangan Mas Sardi kepadanya.     

Mendengar sebuah langkah kaki sontak Mas Sardi menoleh. Ia tak menyangka Mba Ranti menghampirinya padahal hari mulai gelap.     

Mas Sardi pun beranjak dari duduknya dan menghampiri Mba Ranti yang jalan tergesa-gesa.     

"Ran ada apa?" Mas Sardi berusaha tersenyum meskipun Ia sedang malas.     

Sementara Mba Ranti masih terus berjalan dengan wajah serius sampai dia berada di titik terdekat untuk menampar Mas Sardi     

PLAKKK     

Mas Sardi terkejut dengan perlakuan Mba Ranti. Ia memegang pipinya yang terasa sedikit panas. Mba Ranti yang baru saja melakukan eksekusi kekesalannya langsung menangis dan terduduk.     

"Kok kejam sekali kamu mas. Saya tahu keluarga saya itu abdi. Kami tidak berhak memilih.. tapi kok kejam sekali kamu sama saya.." Mba Ranti meracaukan hal yang sama sekali tak Mas Sardi mengerti.     

Mas Sardi pun duduk di hadapannya lalu memegang kedua tangan Mba Ranti.     

"Maksud kamu apa Ran ngomong begitu. Aku endak paham. Seharian aku di sini." Jawab Mas Sardi sejujurnya.     

"Ndak usah pura-pura mas. Mas Sardi tahu aku ini punya hati sama mas Kardi. Bagaimana mungkin Mas Sardi meminang saya setelah tahu hal itu. Mas sengaja mau menyiksa perasaan saya?" Racau Mba Ranti sambil bercucur air mata.     

Mas Sardi berusaha mencerna kalimat Mba Ranti. Lalu dia mulai mengerti yang di maksud Mba Ranti.     

"Kapan ayahku ke rumahmu Ran.."     

"Tadi mas. Aku enggak bisa kalau harus hidup seperi ini. Tapi aku enggak punya kesempatan menolak."     

Mas Sardi berpikir sejenak. Ternyata ayahnya lagi-lagi yang menjadi penolongnya. Ia tahu tidak akan mudah dengan Mba Ranti. Tapi ini artinya ayahnya sedang membukakan kesempatan untuknya.     

"Sudah jangan nangis Ran." Mas Sardi menyeka air mata Mba Ranti dengan selendang milik Mba Ranti.     

Mas Sardi pun bergegas mencuci tangannya juga wajahnya. Ia membersihkan tanah yang menempel ditubuhnya. Lalu Ia pun kembali menghadapi Mba Ranti.     

"Ran.. ayo menikah denganku."     

Mendengar ajakan menikah dari mulut Mas Sardi sendiri membuat Mba Ranti terkejut bukan main. Hatinya tiba-tiba bergemuruh. Ia menatap lekat Mas Sardi yang nampak penuh keseriusan.Ia bahkan telah melupakan beberapa saat yang lalu Ia menangis pilu meratapi nasibnya.Tubuh Sari terlihat kurus kering, matanya cekung ,rambutnya kusam, kulutnya pun kini telah menjadi keriput. Ayahnya menceritakan kejadian naas ini dimulai dari saat Sari sekolah SLTA. Ketika itu ada seorang lelaki yang mengungkapkan perasaannya kepada Sari. Namun Sari menolaknya dengan alasan bahwa Sari akan fokus untuk belajar dan meraih cita-cita.     

Entah memang dugaan mereka benar atau salah kenyataannya setelah kejadian itu kondisi Sari menjadi seperti sekarang ini. Sari bahkan terlanjur tidak melanjutkan sekolahnya karena penyakit tersebut menyita waktunya untuk berobat.     

Keluraga Sari memang tak begitu percaya dengan perdukunan. Padahal di Jawa perdukunan itu sangatlah umum. Ketika seorang sakit hati, Ia bisa membalas orang tersebut melalui dukun. Dengan berbagai media dari orang yangakan ia balas contoh rambut, foto, weton dan nama lengkap bahkan air liurnya sekalipun bisa menjadi media perantara dukun untuk melancarkan aksinya.     

Tentu saja yang namanya ilmu hitam semacam itu tidaklah gratis. Tebusannya lebih dan lebih serius dari pada tebusan hutang apapun .tebusannya berupa pengorbanan yang harus di lakukan sesuai keinginan dari sang dukun. Konon sang dukun biasanya bersekutu dengan bangsa jin atau setan lelembut. Sehingga keinginan dukun tersebut sebenarnya adalah perintah dari mereka.     

Pengorbanan yang harus dibayar tidaklah murah. Sesuai dengan apa yang mereka dapatkan, biasanya sebelum diadakannya perjanjian serta ritual-ritualnya, sang klien akan ditanya terlebih dahulu oleh dukun. Yang pertama adalah keinginannya apa. Setelah kliennya menyebutkan keinginannya, , sang dukun akan menjabarkan pilihan-pilihan yang bisa ia dapatkan. Semakin keinginan yang ingin dicapai besar semakin pengorbanannya besar pula.     

Dari pilihan-pilihan itu, sang dukun juga menjelaskan pengorbanannya. Nah pengorbanan tersebutlah yang kelak akan menjadi objek transaksi. Contoh-contoh pengorbanannya biasanya adalah puasa 40 hari, dilarang tidur 40 hari, bertapa di sungai, meminta tumbal atau persembahan nyawa entah itu dari hewan ataupun dari manusia.     

Dari pengorbanan yang dijalani masih ada segudang konsekuensi yang harus di terima oleh kliennya. Konsekuensi inilah yang sebenarnya membawa petaka untuk pengguna jasa dukun. Konsekuensi tersebut berguna untuk menghindari rusaknya perjanjian antara jin dan dukun. Jika klien melakukan pelanggaran bahkan nyawalah yang bisa menjadi taruhannya.     

Dulu keluarga mereka cukup berada. Ayah Sari adalah mandor di perusahaan ladang kopi yang terletak di ujung desa. Entah bagaimana waktu bisa merubah keadaan seseorang hingga seperti ini.     

Mereka mengisolasi diri. Seolah tak ingin di kenal oleh warga kampung. Rumahnya yang dulu pLing megah kini terlihat usang dan tua. Catnya nampak sudah mengelupas di sana sini namun tak di cat ulang lagi. Pasti sudah bertahun-tahun. Dedaunan memenuhi latar depan rumah mereka sampai batako nya tak terlihat lagi. Mereka srperti para kompeni saja. Tak mengenal warga sekitar.     

Ketika Kabul menghadap mereka, raut wajah sedih begitu kentara di wajah keduanya. Mendengar hal itu membuat kabul prihatin. Akhirnya Ia pun mengatakan bahwa meminang sari pun tidak memungkinkan untuk di lanjutkan. Mendengar kata-kata kabul pun ibu dan ayah sari tak nampak kecewa sedikit pun. Ia malah mendoakan Mas Sardi supaya mendapat jodoh yang terbaik.     

Sepulang dari rumah sari. Tinggal satu nama lagi yang kabul pegang. Sebenarnya kabul ingin sekali memaki. Kenapa temannya ini sulit sekali untuk laku. Ia pesimis bahkan belum sampai rumah Asih. Iya asih yang terkenal menel di antara kandidat-kandidat sebelumnya.     

Namun kabul tidak mungkin putus asa sebelum Ia bahkan mencobanya. Sekalipun Ia benar-benar tidak ingin seorang asih yang menjadi istri temannya. Tapi karena ini adalah amanah maka kabul tetap menjalankannya. Benar, alasan Mas Sardi menikah kan bukan karena cinta. Tapi sebagai syarat agar mendapat izin dari orang tuanya.     

Datanglah kabul ke rumah Asih. Belum sempat masuk kabul sudah bertemu Asih di teras. Lalu dengan tidak sungkan asih menggandeng lengan Kabul dan mereka pun masuk ke dalam rumah Asih.     

Sementara Ibu dari Asih telah duduk di kursi sambil merokok. Sontak Kabul kaget dengan pemandangan tersebut. Padahal dia tahu memang keluarga Asih itu sedikit lebih unik dari yang lain.     

Kabul pun duduk. Asih dengan genitnya mengelus tangannya. Kabul yang semula tidak memperhatikannya jadi menolehnya. Ternyata perut asih menggelembung. Seperti orang hamil. Setahu Kabul Asih ini belum menikah. Maka Kabul pun memastikan tentang kondisinya.     

"Dek asih apa kabar?" Basa-basi kabul.     

Asih pun langsung mengusap perutnya yang membuncit. Dengan cerianya dia menjawab Kabul.     

"Baik mas, sampean sendiri bagaimana."     

"Iya sama. Itu?" maksud kabul adalah perutnya.     

"Sehat sudah mau tingkeban." Jawabnya.     

"Bapaknya di mana?" Kabul memastikan dan celingak celinguk mencati keberadaan laki-laki. Namun nihil. Karena sebelum mengucapkan maksud nya, Ia harus lebih tahu dahulu kondisi Asih.     

Sementara tanpa jawaban Asih hanya menggeleng kepala.     

Sementara Ibunya Asih sejak tadi terlihat tak tertarik dengan percakapan Kabul dan Asih. Ia hanya sibuk menyesap kreteknya. Sambil menatap ke arah luar.     

"Ada apa Bul tumben ke sini." Tanya Ibunya Asih.     

"Oh Iya Bu anu sebenarnya saya ke sini mau menanyakan tentang ternak Ibu di belakang apakah Ibu punya ternak ayam cemani?" tanya Kabul dengan terbata-bata karena Ia sama sekali tidak menyiapkan kalimat tersebut untuk diutarakan.     

Ibunya Asih langsung menimpali.     

"Ayam cemani saya tidak punya bul adanya ayam bangkok sama ayam blorok. Itu saja pada mati. Bingung lagi kena hama atau bagaimana. Yang lain malah hilang tidak pulang di cari tidak ada bangkainya. Ternak bukannya untung malah merugi."     

Jawab ibunya Asih dengan menggebu-gebu marah.     

Untung-untung Ia tidak curiga pada Kabul. Bahwa sebenarnya Kabul ke sini itu dengan maksud lain.     

Mendengar jawaban dari Ibu Asih kabul pun hendak pamitan. Namun belum sempat mengucapkan Ibunya Asih kembali bertanya.     

"Untuk apa to Bul. Kok mencari ayam cemani. Mau ritual apa?"     

Aduh. Kabul harus jawab apalagi ini.     

"Mmm anu bu, buat slametan biasa saja. Tapi tidak tahu bapak mintanya ayam cemani. Katanya kalau ada lebih bagus begitu." Jawab kabul lagi-lagi dengan terbata.     

"Kalau begitu saya pamit ya Bu. Saya akan coba cari di tempat lain." Ibunya Asih menatapnya lalu menggangguk. Sementara Asih terlihat tidak rela kabul akan pergi Ia terus bergelanyut di lengan Kabul. Membuat kabul sedikit merinding.     

"Sih, saya pulang dulu. Tugas dari bapak belum selesai."     

Asih cemberut. Ia memang selalu begini dengan laki-laki. Begitulah kenapa Ia di sebut gadis paling menel di kampung. Namun sayang sekali jika ternyata Ia harus hamil tanpa tahu siapa bapaknya.     

Setelah keluar dari rumahnya kabul pun berjalan pulang. Ia masih bergidik dengan Asih yang bergelayutan di lengannya. Mengusapnya berkali-kali pun rasanya masih tetap merinding juga. Dengan begitu lengkaplah sudah tugas Kabul meski tidak satu pun yang berhasil. Ia akan melaporkannya langsung sepulang dari sini.     

Kepala Kabul terasa berdenyut memikirkan nasib temannya itu. Akankah keinginannya kali ini juga akan gagal?Entah kenapa hati Mas Sardi sedikit bergemuruh ketika Ia mendengar bahwa Mba Ranti menyukai adiknya. Jadi selama ini kedekatan mereka di bumbui oleh perasan sepihak Mba Ranti yang baru saja terungkap. Bagaimana mungkin Ia menyukai seorang Kardi yang tidak pernah terpikir olehnya sekalipun. Bahwa seorang Ranti akan menyukai adiknya yang terang-terangan tidak mempunyai perasaan apa pun kepadanya.     

"Kardi?!" Mas Sardi tidak mampu memendam rasa penasarannya ke pada Mba Ranti.     

Mba Ranti menatapnya. Seolah mengerti ada tanda tanya besar di mata Mas Sardi yang menandakan kenapa. Mba Ranti pun tersenyum.     

"Iya mas, Laki-laki itu Mas Kardi adekmu. Sampean enggak salah dengar."     

"Iya. Tapi kenapa? Kenapa Kenapa Kardi Ran. Adikku yang..." Mas Sardi tidak melanjutkan kalimatnya.     

"Memangnya salah mas, kalau kita jatuh cinta. Kita tidak memilih akan jatuh cinta pada siapa dan bertahan untuk siapa." Mas Sardi hanya mengangguk di buat oleh Mba ranti merenung.     

"Tidak ada yang salah Ran. Aku hanya terkejut dan tidak menyangka."     

Mas Sardi pun menyudahi percakapan mereka. Lalu Ia kembali mencangkul bersama ayahnya. Sementara Mba Ranti menyusun bakulnya lalu beranjak pulang setelah pamit kepada ayah.     

Di benak Mas Sardi terasa banyak sekali pertanyaan. Perasaan tidak menyangkanya terus mengganggu. Ia bahkan sesekali mendesah tak jelas. Hal itu tak luput dari pandangan ayah.     

Hari pun berlalu. Mas Sardi bergegas menemui Kabul. Sementara Kabul sedang sibuk mengurusi misi berikutnya.     

Tepat setelah sampai di rumah Kabul. Ia menunggunya selama berjam-jam namun kabul tak kunjung menunjukkan batang hidungnya. Ibu kabul menyuruhnya untuk kembali lagi sore nanti.     

Akhirnya Mas Sardi pun pulang dengan tangan kosong. Sepertinya Ia melewati hari ini dengan sia-sia. Ia bahkan meliburkan diri dari agendanya pagi ini yaitu mencangkul. Tapi ia malah tidak bertemu dengan Kabul. Sementara hatinya di penuhi ribuan perasaan tak karuan.     

Malam pun menjelang. Mas sardi masih duduk di teras rumah dengan segelas kopi dan kretek-kretek nya. Satu di tangannya Ia sasapi bersama dengan renungannya yang di penuhi kebimbangan.     

Kabul nampak berjalan tergesa. Mas Sardi tak melihat raut wajah Kabul namun Ia tahu pasti Kabul dalam kondisi serius kali ini. Hal itu membuat Mas Sardi menyambutnya dengan serius pula.     

Kabul pun sampai pada Lincak yang Mas Sardi duduki saat ini. Ia menjatuhkan pantatnya lalu menghempaskan napas keras.     

Mas Sardi mengernyitkan dahinya ia lalu memegang pundaknya.     

"Kenapa Bul. Kamu ini. Membawa aura negatif saja."     

"Kesal saya! Pokoknya kesal sekali."Ungkap Kabul     

"Apa-apaan kamu ini datang-datang kok kesal-kesal enggak jelas."     

"Gimana ini Di. Saya tidak bisa membantumu dengan becus. Gagal semua gara-gara sundal itu."     

"Maksud kamu?"     

Kabul pun mulai menceritakan kronologi apa yang dia alami seharian ini.     

Di mulai dari dia mendengar ibunya menyampaikan berita bahwa di pasar sedang ramai tentang kabar hubungannya dengan Darwati. Awalnya orang-orang ini mendukung hubungan wito dengan darwati berkat pencitraan yang ibu Darwati sebarkan.     

Mendengar hal tersebut Kabul langsung bergegas menemui keluarga Darwati. Saat itu Ia di sambut dengan baik oleh Pak Soleh dan istrinya. Namun sebenarnya kabul sudah geram di sana. Meski tidak menampakkannya di depan mereka.     

Istri Pak Soleh tiba-tiba menanyakan tentang kedatangan orang tua Mas Sardi, cerita Kabul pada mas Sardi. Dia mengatakan jika lebih cepat lebih baik. Sementara Pak Soleh hanya pasif di sana. Ia hanya diam dan sibuk menyesapi rokoknya.     

Lalu kabul pun menyampaikan maksudnya. Bahwa hubungan antara Mas Sardi dan Darwati tidak bisa di lanjutkan. Hal itu langsung membuat raut wajah berubah masam dan meninggikan suaranya. Ia bertanya mengapa.     

Kabul menjawab seperti yang di perintahkan Mas Sardi bahwa Darwati menolak Mas Sardi. Bahkan Darwati memiliki kekasih.     

Namun ibu Darwati mengelaknya. Ia bahkan tidak terima dengan apa yang anaknya lakukan. Ia berusaha membujuk Kabul. Bahwa cerita yang kabul sampaikan itu sama sekali tidak benar. Sementara kabul sudah tidak menerima alasan lagi. Namun Ibu Darwati ini terus saja ngotot bahwa Darwati bisa meninggalkan pacarnya itu dan segera menikah dengan Mas Sardi.     

Mendengar Ibunya begitu ngotot, darwati pun keluar dan berurai air mata. Ia memohon-mohon kepada Ibunya itu untuk mengikhlaskan keputusan Mas sardi. Namun Ibu Darwati tidak menghiraukan Darwati. Dia terus membujuk Kabul. Sampai akhirnya keluarlah alasan dari Ibu darwati mengapa Ia bersikukuh menikahkan darwati dengan Mas Sardi. Alasannya adalah supaya darwati bisa menguasai harta kekayaan keluarga Kabul yang memiliki banyak tanah.     

Mendengar alasan Ibu darwati itu membuat kabul tersenyum kecut. Itu lah kenapa Ibu Darwati ini buru-buru menyebarkan berita tentang pernikahan Mas Sardi dan Darwati padahal lamaran saja belum. Ternyata Ia menyimpan maksud tersembunyi yaitu demi bisa menguasai harta keluarga Mas Sardi.     

Kabul pun akhirnya berpamitan kepada mereka dan menyampaikan bahwa keputusan Mas Sardi untuk meminang Darwati sudah berakhir. Nampak Ibu Darwati nanar dan kecewa. Ia bahkan memukuli Darwati yang sedang menangis tersedu-sedu.     

Masalah tidak berhenti sampai di situ. Karena misi kali ini gagal total. Kabul pun bergegas melanjutkan misi berikutnya. Ia mendatangi rumah Rusmini.     

Nampak di sana hanya Ibunya yang menyambut kabul. Belum sampai kabul mengucapkan kata-katanya. Ia sudah ditanya tentang kejadian atau kronologi Mas Sardi dan darwati. Lalu Kabul pun mengatakan yang sebenarnya. Namun aneh nya ibu rusmini ini malah ngotot kalau mengatakan bahwa itu karena salah Mas Sardi yang punya masa lalu buruk sehingga darwati menolak.     

Mendengar kata-kata Ibu rusmini pun kabul sedikit menghela napas. Ia bahkan belum sempat menyampaikan maksud kedatangannya. Namun Ibu Rusmini dengan halus sudah menolak Mas Sardi untuk menjadi mantunya. Alasan masa lalu lah yang menjadi pokok penolakannya.     

Kabul pun meninggalkan rumah Rusmini. Ia kemudian bergegas ke rumah Sari. Di rumah sari ada lengkap ayah Ibunya. Mulanya Ia khawatir tidak ada orang. Karena keluarga Sari ini terkenal tertutup. Pintu rumahnya juga selalu tertutup. Namun ternyata di dalam rumah keluarga mereka masih lengkap.     

Kabul pun menyampaikan niatnya datang ke rumah mereka. Mendengar penuturan kabul membuat ekspresi kedua orang tuanya terdiam. Kabul tak bisa membaca arti raut wajah mereka. Apakah mereka khawatir, atau menolak.     

Lalu kabul pun mempertanyakan apakah mereka menerima pinangan Mas Sardi atau tidak. Mereka tidak menjawab pertanyaan Kabul malah saling pandang memandang. Seperti ingin menjelaskan sesuatu namun terasa sulit.     

Beberapa menit kemudian mereka menjelaskan kenapa mereka terlihat bingung. Sebenarnya kabul sendiri belum pernah bertemu dengan Sari. Maka tanpa menjelaskan panjang lebar, ayah sari pun mengajaknya masuk ke dalam dan melihat keadaan Sari.     

sebenarnya apa yang telah terjadi dengan Sari?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.