PERNIKAHAN TANPA RENCANA

34.SEBUAH MAHAR



34.SEBUAH MAHAR

0Dug. Dug. Dug.     
0

Mbah karsin berubah menjadi seorang penjagal. Suara peraduan antara golok dan telanan yang terbuat dari kayu itu begitu kuat. Seperti kaki seseorang yang di hentak-hentakkan ke tanah.     

DUG.DUG.DUG.     

Ritme yang tetap terus berputar. Dengan jeda yang sama. Namun sayangnya tak seirama dengan pemandangan yang di sajikan.      

Berteman dengan lampu temaram dari sorot lampu petromak berwarna kuning itu. Dara kental mengucur dari setiap sayatan yang di lakukan oleh Mbah Karsin.      

Ia tampak begitu lihai sehingga yang Ia kerjakan sekarang ini bak sebuah seni.     

Ayah mendekatinya. Mbah Karsin nampak tak terkejut sama sekali. Ia bahkan terlihat seperti sudah memprediksi kedatangan ayah.     

"Ini adalah kijang. Salah sendiri lewat di depanku. Ya mati kamu." Ucap mbah Karsin. Sontak membuat ayah sedikit ngeri.     

Ayah lalu menanyakan tentang rusa. Dan ternyata mbah Karsin mengatakan kalau dia sudah punya rusa hasil buruan beberapa hari yang lalu. Beruntungnya. Batin Ayah. Sehingga ayah tidak perlu pusing-pusing lagi.     

"Tapi mbah, saya butuh rusa yang kembar."     

"Hah? Mana ada!" Seru mbah Karsin.     

"Harus ada." Ucap Ayah.     

Mbah Karsin pun diam. Seperti memikirkan sesuatu. Lalu Ia berdiri.      

"Ayo ke gudang. Kita cari." Ucap Mbah Karsin.     

Ayah mengerutkan dahi. Ia bingung dengan maksud mbah karsin cari rusa di gudang. Ah mungkin mbah Karsin punya tempt penyimpanan sendiri untuk barang buruannya.     

Aku pun mengikuti langkah mbah Kasin. Meski beberapa kali aki tersandung. Karena tidak ada pencahayaan apapun di sepanjang perjalanan.      

Mbah karsin bilang tidak jauh. Namun meraba di kegelapan membuat perjalanan  serasa begitu jauh.     

Mbah Karsin berjalan dengan cepat. Mungkin karena Ia telah hapal medan jalan itu. Sementara ayah hanya berbekal bara rokok yang mbah karsin pegang sebagai penunjuk jalan.     

Sampailah mereka di gudang yang di maksud Mbah Karsin. Mbah Karsin pun membuka pintu yang terbuat dari kayu. Derit nyaring terdengar mengawali langkah kami memasuki gudang bangkai hewan itu.     

Mbah karsin lalu memantik korek api dan menempelkan nyalanya pada dinding sebelah kiri mereka. Ternyata di situlah letak lampu minyak berada. Cahaya redup segera membuka mata kami pada keadaan ruangan kubus yang terbuat dari kayu lempeng itu.     

Ayah tampak menganga. Ia terkejut melihat keadaan sekitarnya. Wah menakjubkan sekali. Batinnya. Mungkin pemandangan ini adalah hasil selama puluhan tahun mbah karsin menjadi seorang pemburu.     

Ruangan dengan empat sisi dinding tegap itu penuh dengan tempelan tanduk-tanduk binatang. Yang paling menakjubkan adalah gading yang begitu besar tertata dengan rapi.     

Mbah karsin menaruh setiap tanduk  berdasarkan jenis hewannya. Dinding yang terbuat dari kayu itu ia beri paku. Berjajar dengan jarak yang sama. Dari atas hingga bawah dan dari dekat pintu sebelah kanan berkeliling ke sisi pintu sebelah kiri.      

Beberapa slot tampak kosong. Mungkin itu adalah bekas tanduk yang sudah laku. Tanduk-tanduk itu di ikat dengan welit atau tali yang terbuat dari bambu yang di serut tipis. Sehingga welit tersebut dapat di cantolkan ke paku-paku yang sudah di siapkan sebelumnya.     

"Rusa ada di sebelah sini." Ucap Mbah Karsin kepada ayah. Ia menunjukkan sebuah tanduk rusa yang berada pada kedua tangannya. Ayah segera menghampirinya.     

Sorot wajah bahagia tercetak di raut wajah ayah. Perasaan lega memenuhi benaknya. Akhirnya segalanya akan terselesaikan juga. Tinggal menunggu hati ritual saja. Dan setelah melakukam ritualnya semua akan kembali seperti sedia kala.     

Akhirnya ayah memutuskan untuk bermalam di gubuk mbah karsin. Ia tak mungkin menerjang dinginnya malam dan juga jalanan gunung yang terjal.     

Esok paginya Ia pun memutuskan kembali ke perkampungan. Saat terbangun mbah Karsin sudah tak berada di tempatnya. Tidak lupa Ia membawa dua tanduk rusa yang mbah karsin berikan.     

Sebelum nya mbah karsin sempat berbincang kepada ayah tentang tanduk rusa itu. Sepertinya Ia curiga dengan tujuan Ayah. Karena ayah tidak mengatakan bahwa sebenarnya tanduk rusa itu akan di gunakan untuk ritual. Ayah mengatakan bahwa tanduk rusa itu akan di gunakan untuk obat.     

Ayah pun sampai di depan rumahnya. Ia lalu membawa karung yang Ia panggul ke ruang belakang. Simbok yang mendengar kedatangannya pun keluar kamar dan menemuinya.     

"Mas, sampean kok lama sekali mas? Sampai gak pulang?" Tanya Simbok.     

"Iya Dum, aku terserang badai. Jadi aku menginap semalam di rumah mbah karsin. Apa ada yang menanyakan tentang aku?" Tanya Ayah.     

"Iya Mas. Simbah menanyakanmu." Jawab Simbok pada Ayah.     

Sontak ayah menoleh kepadanya. Lalu dahinya berkerut.     

"Ada apa?"      

"Tidak tahu, tapi sepertinya penting sekali." Jawab Simbok     

"Tapi aku sibuk Dum. Tidak ada waktu untuk ke sana. Dua hari lagi kan ritualnya."     

Simbok mendesah keras. Ia tahu kedatangan ayahnya pasti bukan tidak ada artinya. Apalagi Ia sudah mewanti-wanti simbok untuk menyampaikan kedatangannya kepada suaminya itu.      

Sayangnya suaminya tidak merespon dengan baik. Karena terlalu sibuk memikirkan ritual. Beberapa persyaratan bahkan belum terkumpul..ia berencana mengumpulkannya besok. Karena hari ini Ia terlalu lelah sehingga Ia memutuskam untuk istirahat total.     

"Tapi Bapak itu kalau sudah datang pasti ada yang penting Mas.." kekeuh Simbok.     

"SUDAHLAH DUM. NANTI SETELAH RIUAL KAN BISA!." Bentak Ayah pada Simbok membuat Simbok langsung terdiam dan tak berani mengganggu gugat keputusan suaminya itu. Meski begitu batin Simbok masih terasa mengganjal.     

Keesokan harinya, ayah pun mengumpulkan sisa-sisa printilan persyaratan yang harus Ia serahkan kepada Dukun Kuring.     

Pagi hingga sore hari ayah baru samai di rumah dengan membawa keranjang oenuh dengan bunga-bungaan. Simbok yang menyaksikan saat ayah membongkat isi keranjangnya itu hanya terus melihat tanpa berani bertanya.     

Setelah semuanya terkumpul ayah pun menaruhnya di karung. Ia menyusun satu persatu dengan rapi agar tak ada yang rusak.     

Ia kemudian menyiapkan baju hitam yang kelak akan Ia pakai. Agar semua tertata. Sehingga kelak saat akan berangkat tak ada yang tertinggal dan tak ada kesalahan.     

Tinggal menunggu esok siang berlalu. Dan mlam pun ritualnya akan di gelar.     

Sementara di rumahnya, Simbah nampak gusar. Ia tahu sebelumnya ada yang salah. Waktu itu ia mendatangi dukun kuring. Menanyakan tentang anak mantunya yang datang ke sana.     

Dukun kuring membenarkan kedatangan ayah kepadanya. Lalu Simbah pun bertanya, apa mahar yang akan Dukun Kuring dapat sebagai perantara. Ia menakwab hal mengerikan kepada Simbah.     

Saat itu juga Simbah memaki-maki dukun kuring. Ia benar-benar gila untuk hal berbau klenik. Ia bisa mengorbankan apa pun agar bisa mendapatkan yang dia inginkan.     

Dia bilang keaaktiannya akan bertambah, yaitu bisa menerawang saat seseorang berbivara dalam hatinya jika Ayah berhasil melakukan ritualnya dengan benar sampai selesai.     

      

      

      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.