Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Kebetulan?



Kebetulan?

0"Semua ini salah ibu. Ibu terlalu melindunginya sehingga Anya sangat naif. Aku harap kamu bisa mempertimbangkan kembali bahwa Anya masih sangat muda. Ia akan tumbuh dewasa seiring berjalannya waktu," kata Diana. "Aiden, istrimu masih sangat muda. Beri Anya waktu untuk berkembang. Kamu tidak boleh terlalu mengaturnya. Kamu juga harus menghormatinya. Anya adalah istrimu, bukan anakmu. Apakah kamu mengerti?"     
0

"Tidak. Ibu tidak salah apa-apa. Ibu telah mendidik dan membesarkan Anya dengan sangat baik. Aku akan berusaha untuk lebih memahami Anya dan lebih banyak berkomunikasi dengannya. Aku akan berusaha untuk lebih mempertimbangkan perasaan Anya agar ia bisa lebih percaya kepadaku," di perjalanan pulang, Aiden sudah memikirkan semua ini baik-baik. Mendengarkan penjelasan dari Diana, ia merasa bahwa ia juga turut bersalah karena menyembunyikan semuanya dari Anya.     

Ia tidak mau membuat Anya ketakutan dan khawatir. Tetapi semakin ia berusaha untuk menutupi semuanya, Anya semakin tidak bisa mempercayainya.     

Anya begitu polos seperti sebuah kertas yang tidak bernoda. Aiden mencintai Anya karena kepolosannya, tetapi ia baru menyadari bahwa apa yang telah ia lakukan selama ini salah.     

Diana mengangguk dengan senang saat mendengar kata-kata Aiden. "Bicaralah padanya. Ia sudah menunggumu sejak tadi. Aku harap, kamu bisa menjelaskan kepadanya dengan sabar. Dan ingatlah, Anya sedang hamil sehingga emosinya sedang tidak stabil."     

Aiden mengangguk. Kemudian, ia naik ke lantai atas dan mengetuk pintu kamarnya. "Anya, aku sudah pulang."     

Anya sedang duduk di sofa, di samping jendela. Ia sudah menunggu kepulangan Aiden sejak pagi. Ia sudah melihat mobil Aiden masuk ke dalam pekarangan rumah cukup lama, tetapi Aiden baru mengetuk pintunya sekarang.     

"Pintunya tidak dikunci," jawab Anya dari dalam.     

Aiden membuka pintu kamarnya dan melihat tubuh mungil Anya sedang bersandar di sofa. "Apakah kamu menungguku?"     

"Hmm …" Anya mengangguk tanpa mengatakan apa pun lagi.     

"Kalau ada yang ingin kamu tanyakan, tanyakan saja. Aku akan menjawab semuanya," Aiden duduk di samping Anya dan memegang tangannya dengan lembut.     

"Kamu menemui Natali kemarin malam, tetapi bukan kamu yang melakukannya, kan?" Anya mengangkat wajahnya dan menatap ke arah wajah Aiden, berusaha menelaah ekspresi di wajah suaminya.     

Aiden membalas tatapan wanita di hadapannya. Istri kecilnya terlihat sangat kelelahan seperti tidak bisa beristirahat dengan tenang karena memikirkannya.     

Anya tampak semakin mungil di mata Aiden, membuat Aiden benar-benar ingin melindunginya.     

"Wanita itu ingin mencelakai anak kita. Walaupun aku sangat marah, aku tidak melakukan apa pun demi anak kita. Aku tidak mau mengotori tanganku. Setelah mendapatkan bukti kejahatannya, aku mengantarnya kembali ke rumah sakit," Aiden menjelaskan dengan sabar.     

Anya tahu bahwa suaminya itu tidak suka dipertanyakan. Ia adalah pria dengan harga diri yang tinggi dan sangat yakin dengan semua keputusannya. Tetapi demi istrinya, Aiden tidak keberatan kalau harus menjelaskan. Semuanya agar Anya bisa merasa lebih tenang …     

"Aiden, aku tahu kamu tidak akan pernah melakukan hal sekejam ini," Anya menarik tangannya dari genggaman Aiden dan melingkarkannya di leher suaminya dengan erat.     

"Sebelumnya, Natali berusaha untuk mencelakaimu dan aku sudah membuatnya menderita. Tetapi kali ini, ia berusaha untuk membunuh anak kita. Itu sama saja dengan pembunuhan berencana. Ia harus membayar atas perbuatannya sehingga aku langsung melaporkannya dan menyerahkan semua bukti kejahatannya pada polisi. Ia tidak akan bisa kabur dari hukuman."     

Aiden tidak memberitahu Anya bahwa Natali hampir saja melarikan diri. Untung saja Aiden selangkah lebih cepat …     

Deny memberikan uang dalam jumlah besar untuk Natali agar putrinya itu bisa melarikan diri keluar negeri. Bahkan Deny sudah membuatkan identitas baru untuk Natali.     

Mungkin, ketika Natali mengalami kejadian yang tidak mengenakan sebelumnya, Deny sudah mempersiapkan jalan keluar untuk putrinya.     

Ia tahu bahwa Raka tidak mencintai Natali dan Natali tidak akan pernah bahagia berada di Keluarga Mahendra.     

Aiden tahu bahwa semua orang tua sangat mencintai anak-anaknya dan selalu memikirkan anak-anaknya dalam keadaan apa pun. Sama seperti saat Deny sedang sakit, ia tetap akan memikirkan keadaan Natali dan mencari cara bagaimana Natali bisa selamat. Tetapi Aiden tidak menyangka bahwa cinta Deny terhadap Natali ternyata sebesar ini. Ia tidak menyangka kalau Deny begitu memihak pada Natali dan sama sekali tidak peduli pada Anya.     

Sebenarnya, Natali bisa saja hidup bahagia dengan kasih sayang kedua orang tuanya. Kedua orang tuanya memiliki harta yang berlimpah. Ia bisa menjadi menantu Keluarga Mahendra dan melupakan kehadiran Anya di dalam kehidupannya.     

Kalau saja Natali memutuskan untuk melakukan itu, mungkin ia bisa mendapatkan apa pun yang ia inginkan.     

Tetapi rasa cemburu di dalam diri Natali begitu besar hingga ia tidak mau membiarkan Anya hidup dengan tenang. Ia benar-benar ingin menghancurkan hidup Anya.     

Wanita seperti Natali tidak pantas mendapatkan simpati …     

Semua ini memang karena ulahnya sendiri …     

Namun, pertanyaan yang masih mengganjal di hati semua orang, sebenarnya siapa yang telah melakukan semua ini kepada Natali?     

"Aku tidak tahu siapa yang melakukan ini kepada Natali. Tetapi ketika melihat beritanya, aku tahu kondisinya sudah kacau," Anya menguburkan wajahnya di pelukan Aiden.     

"Kamu tidak perlu memikirkannya. Kamu tidak perlu memedulikan bagaimana nasib Natali," Aiden menarik Anya dari sofa dan mengajaknya untuk turun. "Ayo kita makan."     

"Aku sangat lapar dan tidak bisa berjalan," wajah Anya merona saat mengatakannya. Ia benar-benar lemas karena semua kejadian ini.     

Aiden menghela napas panjang dan langsung menggendong istrinya seperti seorang putri. "Tidak peduli apa pun yang terjadi, tolong jaga kesehatanmu. Menghukum dirimu sendiri seperti ini adalah cara merajuk yang paling bodoh. Apakah kamu mengerti?"     

"Aku tidak bodoh …" gerutu Anya dengan bibir cemberut.     

Aiden langsung mengecup bibir Anya dengan lembut dan tertawa kecil. "Di antara semua orang di keluarga ini, kamu yang paling bodoh."     

Anya hanya bisa cemberut dan tidak bisa membalas kata-kata suaminya.     

Anya langsung mencari cara lain untuk mengalahkan Aiden. "Aku melakukannya untuk menghukummu. Aku membuat istri dan anakmu kelaparan."     

"Kamu sangat kejam. Baiklah kamu menang," Aiden mengecup bibir Anya sekali lagi. "Aku sangat tertekan melihat kamu seperti ini. Berjanjilah padaku, jangan pernah berbuat seperti ini lagi lain kali."     

Anya memeluk leher Aiden dan mengangguk dengan patuh dalam gendongan Aiden, seperti kucing kecil yang berhenti membuat masalah.     

Diana dan Hana melihat mereka berdua turun dari lantai atas bersama-sama. Senyum merekah di wajah kedua wanita paruh baya itu. Mereka langsung menyibukkan diri dan berpura-pura tidak melihat apa pun.     

Setelah Anya duduk di meja makan, Hana langsung membawakan sebuah sup hangat untuknya. Karena sejak pagi perut Anya kosong, Hana memberikan sup itu agar perut Anya tidak terlalu kaget dengan makanan berat.     

Diana langsung menasihati Anya begitu putrinya itu sudah terlihat jauh lebih tenang. "Anya, dengarkan ibu baik-baik. Tidak peduli apa pun yang terjadi, kamu tidak boleh bersikap kekanakan seperti ini lagi dan mogok makan. Aiden sangat mencintaimu sehingga ia melakukan semua untukmu agar kamu tidak perlu khawatir. Kalau kamu memang ingin tahu apa yang ia lakukan dengan mengapa ia melakukannya, kamu bisa bertanya kepadanya. Tetapi kamu tidak boleh merajuk dan tidak mau makan seperti ini lagi."     

Anya hanya bisa duduk diam dan menundukkan kepalanya, seperti seorang anak kecil yang dinasihati saat melakukan kesalahan. Ia melirik ke arah Aiden dan melihat suaminya itu diam saja.     

"Aku tidak akan melakukannya lagi," katanya dengan suara lemah.     

Aiden mengulurkan tangannya untuk mengelus kepala Anya. "Lain kali, aku akan memberitahu semuanya kepadamu."     

"Aku juga ingin tahu semua tentangmu," kata Anya, masih dengan nada yang sedih.     

Aiden mengangguk dan menyetujuinya. Ia juga akan belajar untuk lebih berkomunikasi dengan Anya agar tidak ada kesalahpahaman seperti ini terjadi lagi.     

Diana mengangguk dengan puas saat melihat putrinya dan menantunya. "Baiklah, ayo kita makan."     

Awalnya, Diana merasa sedikit keberatan dengan perbedaan usia Anya dan Aiden yang terpaut jauh. Tetapi setelah melihat cinta Aiden pada putrinya, Diana merasa sangat lega.     

Cinta sejati tidak seharusnya dibatasi dengan usia maupun status. Usia hanyalah sebuah angka belaka.     

Bisa menikah dengan seseorang yang kita cintai adalah kebahagiaan mutlak. Apalagi kalau orang tersebut juga balas mencintai kita.     

…     

Setelah makan siang, Aiden mengantarkan Anya ke rumah sakit untuk pemeriksaan yang tertunda. Kali ini, Diana dan Hana tidak ikut bersama dengan mereka.     

Di perjalanan, Aiden bercerita sambil memegang tangan Anya. "Kemarin, ayahku tiba-tiba saja pingsan di taman karena ia ketakutan saat melihat ular."     

"Ular? Bagaimana bisa ada ular di taman rumah? Bukankah ada tukang taman yang membersihkannya setiap hari?" Anya tahu bahwa di rumah Keluarga Atmajaya sangat banyak pelayan dan tukang yang mengurus rumah besar tersebut.     

"Ayahku pernah digigit oleh ular beracun saat kecil dan hampir mati. Itu sebabnya ia memiliki trauma terhadap segala jenis ular. Meski bukan ular beracun sekali pun, ia akan ketakutan saat melihatnya," kata Aiden.     

"Di rumah Keluarga Atmajaya ada begitu banyak orang yang setiap hari membersihkan taman. Mereka merawat taman dan memastikan tidak akan ada ular di sana. Tepat saat aku akan menjalankan pemeriksaan, ayahmu tiba-tiba saja melihat ular dan pingsan. Apakah menurutmu ini kebetulan?" gumam Anya.     

"Seseorang sengaja melakukan semua ini. Ia ingin menjauhkanku darimu agar bisa mencelakaimu," kata Aiden dengan suara dalamnya. Mata Aiden terlihat dalam seolah ia sedang memikirkan sesuatu dengan seksama.     

"Kamu bertemu dengan Natali kemarin malam. Apakah kamu menanyakan kepadanya siapa yang memberitahunya mengenai jadwal pemeriksaan?" tanya Anya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.