Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Pergi Berobat



Pergi Berobat

0"Aku tidak akan membatalkan pertunanganku dengan Natali sementara ini," kata Raka dengan tenang.     
0

Anya merasa bingung. Sebenarnya, tujuan ia menelepon Raka bukan hanya untuk berterima kasih atas kiriman bunganya, tetapi juga untuk membujuk Raka untuk membatalkan pertunangannya dengan Natali. Sebagai seorang teman, ia tidak mau Raka diperalat oleh Natali seperti ini.     

Dan ini adalah saat yang tepat untuk meninggalkan wanita jahat itu!     

Anya tahu bahwa Natali mengambil kesempatan saat Raka sedang mabuk untuk menjebaknya dan memaksanya untuk bertunangan.     

Tetapi sekarang, Natali sudah gila. Semua kejahatannya sudah terungkap. Raka tidak perlu lagi terus terlibat dengan wanita seperti itu.     

"Raka, masalah Natali bukan tanggung jawabmu. Jangan salahkan dirimu atas semua yang sudah terjadi," kata Anya.     

Ketika mendengar kata-kata Anya, tanpa sadar Raka tersenyum. "Aku tahu kamu memikirkan kebaikanku. Tetapi Anya, apakah kamu pernah berpikir apa yang menungguku kalau aku membatalkan pertunanganku dengan Natali?"     

"Apa?" Anya tidak paham.     

"Keluargaku akan mengatur jodoh baru untukku, wanita yang tidak aku sukai. Saat ini, Natali tidak akan bisa memaksaku menikahinya meski pertunangan kami tidak batal. Setidaknya, aku bisa bersembunyi untuk sementara waktu," kata Raka sambil tersenyum pahit.     

"Raka, selama kamu membuka hatimu, suatu hari nanti, kamu akan menemukan cinta sejatimu," hibur Anya.     

"Selama tiga tahun, aku tidak pernah melupakanmu. Aku akan selalu mencintaimu. Jangan bujuk aku untuk menerima wanita lain. Aku bisa terima kalau orang lain yang mengatakannya, tetapi aku tidak ingin mendengar kata-kata itu dari mulutmu. Kamu terlalu kejam," bisik Raka dengan lirih.     

Anya tidak tahu harus berkata apa. Di dalam hatinya, perasaannya terhadap Raka saat ini hanyalah sebatas teman.     

Ia tidak akan pernah lupa terhadap seorang anak laki-laki kecil yang menggandeng tangannya dan membawanya pergi dari rumah Keluarga Tedjasukmana.     

"Raka, kita harus belajar untuk melihat ke depan dan melupakan masa lalu," kata Anya dengan suara pelan.     

"Aku butuh waktu. Mungkin satu tahun, mungkin tiga tahun, atau mungkin lebih lama. Yang pasti tidak sekarang. Tolong jangan mencoba untuk membujukku. Meski aku mencintaimu, aku berjanji tidak akan mengganggu kehidupanmu," kata Raka.     

"Bukan itu maksudku. Aku tidak merasa kamu mengganggu kehidupanku. Aku hanya berharap kamu juga mendapatkan kebahagiaan yang sama dengan yang aku rasakan," kata Anya.     

"Selama kamu bahagia, aku juga bahagia. Jadi, kamu harus selalu bahagia, untukku juga …" suara Raka melembut saat mengatakannya.     

"Aku berjanji, akan selalu bahagia," mata Anya memerah mendengar ketulusan Raka padanya. Ia menelepon Raka karena ingin memberi dukungan dan membujuknya. Tetapi Raka malah membuatnya ingin menangis.     

Di siang hari, Diana kembali dari taman dan melihat putrinya terlihat linglung.     

"Anya, ada apa?" tanya Diana sambil membawa hasil panen vanilinya.     

"Tidak ada apa-apa ibu. Jelly buatanku sudah jadi. Apakah ibu mau?" Anya bangkit berdiri dan menuju ke arah dapur untuk mengeluarkan beberapa macam jelly dari kulkas, "Ada jelly rasa green tea, mangga dan leci. Ibu mau yang mana?" Anya menjelaskan satu per satu karena Diana kehilangan indera penciumannya sehingga ia tidak bisa mencium aroma makanan.     

"Ibu mau yang rasa green tea," kata Diana.     

"Ibu, tadi Bu Esther menelepon dan berkata bahwa ia akan pergi ke luar negeri untuk melakukan pemeriksaan dan pengobatan. Katanya ada seorang dokter dari India yang berhasil menyembuhkan penyakit saraf. Apakah ibu mau ikut dengannya?" kata Anya.     

Tangan Diana yang sedang menyendok jelly langsung berhenti sejenak, tetapi Anya bisa melihat keraguan di hati ibunya. "Kamu sedang hamil sekarang. Ibu ingin menemanimu. Lagi pula, tidak bisa mencium aroma tidak akan mempengaruhi kehidupanku. Aku sudah terbiasa dengan hidup seperti ini," kata Diana dengan santai, seolah ia sudah menerima takdirnya.     

"Bagaimana kalau ternyata ibu bisa sembuh? Aku rasa ibu harus mencobanya. Jangan melewatkan kesempatan ini. Lagi pula, ada Aiden dan Bu Hana yang selalu menemaniku. Aku baik-baik saja," kata Anya.     

Diana memegang tangan putrinya dan menggelengkan kepalanya dengan tegas. "Aku akhirnya bisa bangun dari tidur panjangku dan aku hanya ingin tinggal bersama dengan putriku. Lagi pula, aku tidak akan bisa naik pesawat terlalu lama."     

Anya balas memegang tangan ibunya dengan erat dan kemudian meletakkan kepalanya di bahu ibunya. "Ibu, sekarang ibu sudah semakin sehat. Tidak akan ada masalah selama perjalanan. Aku juga tidak ingin berpisah dengan ibu dan berharap ibu akan menemaniku ketika aku melahirkan. Oleh karena itu, pergilah sekarang, Bu, dan kembalilah saat aku melahirkan. Ketika nanti ibu membawa cucu ibu ke taman, ibu bisa memberitahu bagaimana aroma dari bunga-bunga yang kita tanam."     

Gambaran itu terbayang di benak Diana, membuat hatinya sangat tersentuh. Ia bahkan belum mencapai usia 50 tahun. Apakah ia harus selamanya hidup seperti ini?     

Ia juga ingin membawa cucu-cucunya ke taman, menggandeng tangan-tangan kecil itu dan mengajari mereka aroma berbagai tanaman.     

"Apakah ibu harus mencobanya?" Diana terdengar ragu.     

"Tentu saja! Ibu bisa pergi bersama dengan Bu Esther!" kata Anya dengan penuh semangat.     

Namun, Diana masih terlihat ragu dan khawatir. "Baiklah kalau begitu. Ketika Aiden kembali nanti malam, kamu harus memberitahunya. Selama ibu pergi, kamu harus menjaga dirimu baik-baik."     

"Iya. Aku akan pergi ke kantor dan pulang bersama dengan Aiden setiap hari. Tidak akan ada yang terjadi. Jangan khawatir," kata Anya sambil tersenyum senang.     

Di malam hari, Anya menceritakan kepada Aiden bahwa ibunya sudah menyetujui untuk melakukan pengobatan bersama dengan Esther. Aiden langsung mengatur pemeriksaan kesehatan untuk Diana, ingin memastikan bahwa ibunya itu sudah cukup kuat untuk melakukan perjalanan jauh.     

Setelah itu, ia meminta bawahannya untuk mengatur prosedur perjalanan dan pengobatan Diana di luar negeri.     

Saat makan malam, Nico dan Tara datang untuk numpang makan malam. Tidak hanya itu, mereka bahkan merampok jelly buatan Anya dan membawanya pulang.     

Anya mengambil sisa jelly yang ia buat untuk Aiden.     

Di depan ruang kerja Aiden, Anya mengetuk pintunya dengan lembut, "Aiden, apakah kamu sedang sibuk?"     

Kening Aiden berkerut saat ia sedang memeriksa dokumen-dokumen perusahaan. Tetapi setelah mendengar suara istrinya, ia langsung meletakkan semua dokumen itu dan meregangkan tubuhnya. "Masuklah. Ada apa?"     

"Aku membawakanmu jelly. Tadi Nico dan Tara mengambilnya dan membawanya pulang. Dasar pencuri-pencuri itu! Untung saja aku sudah menyimpan beberapa," Anya meletakkan jelly itu di atas meja kerja Aiden. "Aku membuat tiga rasa. Mangga, leci dan green tea."     

Aiden mengambil sendok kecil yang Anya bawa dan langsung mencicipinya. "Baunya sangat enak."     

Anya tertawa mendengarnya. "Tentu saja. Aku yang membuatnya!" katanya dengan bangga.     

Aiden meletakkan sendok itu dan menepuk pahanya dengan pelan. "Kemarilah!"     

Dengan patuh, Anya berjalan menghampiri Aiden dan duduk di pangkuannya. Tangan besar Aiden langsung memeluk pinggang Anya, menopang seluruh berat tubuhnya agar tidak terjatuh. Telapak tangannya menyentuh perut Anya yang masih belum menunjukkan tanda-tanda kehamilan.     

Ini adalah buah cinta mereka. Tidak ada yang tahu seberapa besar Aiden menantikan kehadiran anak mereka.     

Tetapi Tuhan malah mempermainkannya. Ia berharap Tuhan hanya mempermainkannya.     

Ia berharap semua ini hanyalah kebohongan belaka.     

Harris sudah tiba di Hong Kong untuk mengawasi tes DNA Anya dan Maria secara pribadi. Kali ini, tidak akan ada kesalahan.     

Anya merasa suaminya terlihat agak tidak sehat dan banyak pikiran. "Aiden, ada apa? Apakah ada yang mengganggu pikiranmu?" tanya Anya dengan khawatir.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.