Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Apakah Kamu Ingin Membunuhku?



Apakah Kamu Ingin Membunuhku?

0Wajah Aiden terlihat tegang. Tangannya terkepal dengan erat sehingga dokumen yang ada di tangannya menjadi lusuh.     
0

Melihat reaksi dari Aiden saja, Maria sudah tahu hasilnya. Lututnya tidak kuasa menahan tubuhnya lagi. Ia terjatuh ke lantai dengan kedua tangan menutupi wajahnya, menangis tersedu-sedu.     

"Pasti ada yang salah. Ini tidak mungkin," Aiden menggelengkan kepalanya sekali lagi. ia keluar dari ruangannya dan meneriakkan nama Harris.     

Mendengar panggilan Aiden, Harris bergegas menghampirinya.     

Ia tidak pernah melihat Aiden berteriak seperti itu kepadanya. Begitu masuk ke dalam, ia bisa melihat Maria terduduk di lantai sambil menangis sejadi-jadinya. Bima juga terlihat sangat terkejut hingga wajahnya sedikit memucat.     

"Tuan, ada apa?" tanya Harris dengan panik.     

Aiden menariknya masuk ke dalam ruangan dan membanting pintunya dengan keras.     

Harris tidak sempat bereaksi ketika tangan besar Aiden tiba-tiba saja mencekik lehernya. "Dari mana laporan ini berasal?"     

"Tuan, ada apa dengan laporan itu? Saya sendiri saja tidak berani membukanya," wajah Harris memerah karena kekurangan aliran udara hingga napasnya tersenggal-senggal.     

"Aiden, lepaskan Harris!" teriak Bima dengan keras saat melihat Harris benar-benar menderita.     

Ia bisa merasakan pegangannya pada tongkat jalannya semakin melemah. Tekanan darahnya semakin tinggi hingga ia terjatuh dari tempat duduknya ke lantai.     

"Ayah! Ayah!" Maria langsung menghampirinya dengan ketakutan, berusaha untuk membantunya.     

Hal itu membuat Aiden kembali tersadar dan langsung melepaskan Harris. Ia langsung menghampiri Bima untuk memeriksa kondisi ayahnya.     

Begitu dilepaskan oleh Aiden, Harris berusaha untuk menenangkan dirinya dan langsung menelepon ambulan. Dalam waktu singkat, ambulan tiba dan Bima langsung dilarikan ke rumah sakit.     

Di luar unit gawat darurat, Maria kembali menangis dan memukul dada Aiden dengan marah.     

"Kak, ini masih belum pasti …"     

"Bagaimana mungkin? Dokter Tirta tidak mungkin melakukan kesalahan. Atau kamu sudah tidak percaya pada Harris lagi?" sela Maria.     

Harris merasa sangat kebingungan. Ia tidak tahu apa yang terjadi. Ia bahkan tidak mengetahui hasil dari laporan tersebut.     

"Tuan, apakah putri Nyonya Maria …" Harris tidak sanggup menanyakan apakah putri Maria telah meninggal. Namun, melihat reaksi Maria yang heboh dan sedih seperti ini, Harris mengira bahwa putri kandungnya sudah tiada. Kalau tidak, Maria tidak akan sesedih ini.     

"Harris, apakah kamu bertemu dengan seseorang di sana? Apakah ada orang selain kamu yang menyentuh hasil laporan ini?" Aiden masih tidak bisa menerima kenyataan ini.     

Harris terkejut mendengarnya. Bagaimana Aiden bisa tahu?     

Apakah Aiden tahu bahwa ia bertemu dengan Nadine di Hong Kong?     

Di Hong Kong, Harris tidak sengaja bertemu dengan Nadine.     

Nadine tahu bahwa ia ternyata bukan putri kandung Maria dan saat ini ia hanya menggantikan posisi putri kandung Maria.     

Ia berkata pada Harris, "Karena ibuku sudah menemukan Nadine yang sebenarnya, lebih baik aku tidak kembali ke kehidupan mereka. Harris, rahasiakan pertemuan kita ini."     

Nadine mengatakan bahwa ada sesuatu yang harus ia selidiki saat ini.     

Ia juga berjanji untuk bertemu dengan Harris di Hong Kong pada saat hari Natal nanti dan menceritakan semua yang terjadi sejak ia menghilang.     

Memikirkan mengenai janjinya dengan Nadine di hari Natal, Harris akhirnya memutuskan untuk berbohong. "Tuan, saya hanya berada di dalam hotel dan tidak ada yang terjadi di sana."     

Aiden hanya bisa memejamkan matanya dan menarik napas dalam-dalam. "Kak Maria, masalah ini sangat penting. Setelah aku mendapatkan ijin untuk pergi ke luar negeri, aku akan pergi sendiri untuk mengirimkan sampel tes DNA tersebut. Aku ingin tes ulang!"     

"Tes ulang?" suara Maria tiba-tiba meninggi. "Apakah kamu ingin membunuhku?"     

"Aku hanya meminta untuk tes ulang!" kata Aiden dengan suara tajam.     

Mereka berdua bersikeras dan tidak ada yang mau mengalah. Maria tidak kuasa menahan emosinya hingga kemblai menangis.     

Ketika Nico tiba, ia melihat ibunya sedang menangis tersedu-sedu. "Ibu, apakah kakek …" Nico langsung panik saat melihat kondisi ibunya. "Kemarin malam aku masih telepon dengan kakek. Ia sangat kuat saat menceramahiku. Bagaimana mungkin kakek …"     

"Mengapa kamu menangis? Aku belum mati!" pada saat yang bersamaan, dokter dan beberapa suster mendorong ranjang Bima dari ruang UGD.     

Nico langsung menghapus air matanya dan memegang tangan kakeknya. "Kakek! Kakek baik-baik saja. untunglah."     

"Aku masih belum melihatmu menikah dan punya anak. Aku tidak akan mati," Bima menepuk pundak Nico dengan lembut.     

"Dokter, bagaimana keadaan ayah?" tanya Aiden.     

"Tuan Bima sudah berumur dan tekanan darahnya cukup tinggi. Jangan membuatnya emosi. Kali ini, tekanan darahnya meningkat dan menyebabkan adanya sedikit pendarahan dalam otak. Untung saja pendarahannya tidak parah dan akan baik-baik saja selama Tuan Bima banyak beristirahat. Saya sarankan untuk menginap beberapa hari di rumah sakit," jawab dokter tersebut.     

"Kakek, aku akan menemanimu setiap hari di rumah sakit," Nico memegang tangan Bima dengan erat sambil mengantarnya ke ruang rawat inap.     

"Aku baik-baik saja. kamu tidak perlu menemaniku," tekanan darah Bia sekarang sudah stabil dan kondisinya tidak buruk.     

"Kakek harus panjang umur, seratus atau bahkan seribu tahun," kata Nico. "Begitu melihat ibu menangis, aku pikir aku tidak akan bisa melihat kakek lagi."     

Wajah Bima langsung melunak saat mendengarnya. Hatinya juga ikut sakit ketika ia memikirkan bahwa dirinya lah yang membuat anak, menantu dan cucunya khawatir.     

"Kakek senang mendengarnya. Aku tidak akan bisa hidup seribu tahun. Aku bukan monster. Tetapi aku berharap bisa melihat anak-anak dan cucu-cucuku bahagia," kata-kata Bima membuat Maria menjadi semakin sedih.     

Wajah Aiden juga terlihat muram dan tidak sedap dipandang. Akhirnya Nico menyadari bahwa ada yang aneh. Ia menghampiri ibunya dan berkata, "Ibu, kakek baik-baik saja. Jangan menangis."     

Nico, apa yang harus aku lakukan. Adikmu …"     

"Kak!" Aiden tiba-tiba saja berteriak, membuat Nico ketakutan dan kemudian menatap Maria dengan curiga. "Ibu, ada apa dengan adikku?"     

"Adikmu mungkin …" Maria tidak sanggup mengatakannya.     

Harris yang berdiri di depan pintu semakin yakin mendengar hal ini. Adik Nico yang menghilang telah meninggal sehingga Maria menjadi sesedih ini.     

"Ayah, aku masih banyak pekerjaan. Aku akan kembali dulu. Beristirahatlah. Aku dan Kak Maria setuju bahwa setelah mendapatkan ijin, aku akan berangkat dan melakukan tes ulang," Aiden langsung memutuskannya tanpa banyak pertimbangan lagi.     

"Aku tidak peduli. Kalian bisa mengurusnya sendiri." Bima menutup matanya dan tidak ingin ikut campur lagi.     

"Aiden, biar kakak mengantarmu keluar," Maria menghapus air mata dari sudut matanya. Ia mengikuti Aiden keluar dari kamar dan berjalan menuju ke arah lift.     

"Kak, kita bicarakan saja di mobil," Aiden tahu bahwa Maria ingin mengatakan sesuatu kepadanya sehingga ia mengajak Maria untuk masuk ke dalam mobil.     

Harris yang mengetahuinya langsung berniat untuk keluar dari mobil dan memberikan privasi bagi mereka berdua. Tetapi Maria langsung menghentikannya. "Tidak perlu keluar. Kamu bisa ikut mendengarnya."     

Secara insting, Harris langsung menatap ke arah Aiden. Ia hanya akan tinggal kalau Aiden menyetujuinya. Satu-satunya orang yang ia anggap sebagai Tuannya adalah Aiden.     

Aiden mengangguk pada Harris. Ekspresinya sama sekali tidak berubah, tetap terlihat dingin dan kaku.     

Maria berusaha untuk menatap emosinya dan berkata dengan tenang. "Aku harap kamu bisa segera menceraikan Anya. Bayi yang ada di kandungan Anya tidak boleh dilahirkan. Aku tidak bisa menunggumu terlalu lama. Terimalah kenyataan ini Aiden."     

Harris langsung menoleh ke belakang dan menatap wajah Aiden dengan terkejut. "Tuan, apa yang sebenarnya terjadi?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.