Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Mimpi Buruk



Mimpi Buruk

0Aiden melangkah keluar ke balkon sambil membawa ponselnya yang bergetar. Setelah ia keluar, ia sedikit menutup pintu balkon itu agar angin tidak masuk ke dalam kamarnya. Ia tidak mau kalau sampai Anya sakit karena angin malam.     
0

"Bagaimana hasil penyelidikannya?" Aiden terus melangkah hingga ujung balkon tersebut dan menumpangkan kedua tangannya pada pagar balkon. Langit malam itu terlihat sangat gelap, tidak ada bulan maupun bintang-bintang yang terlihat. Angin terus berhembus, tetapi tidak membuat Aiden merasa kedinginan sedikit pun.     

"Tuan, saya sudah mencari apoteker yang meracik obat Anda. Ia sudah meninggal karena terpeleset dan terjatuh dari balkon rumahnya," kata Harris dari ujung telepon.     

Senyum dingin muncul di wajah Aiden, membuat wajahnya yang tampan terlihat menyeramkan. "Imel sangat cerdik. Ia bergerak dengan sangat cepat!"     

Ia membalikkan tubuhnya dan punggungnya bersandar pada pagar tersebut. Matanya tertuju pada tubuh mungil yang sedang tertidur di tempat tidurnya. Ia ingin memastikan Anya masih tertidur lelap dan tidak terbangun. Matanya melembut ketika menatap sosok Anya yang berada di atas tempat tidurnya.     

"Saya juga menemui salah satu rekannya. Rekannya itu mengatakan bahwa apoteker tersebut adalah satu-satunya orang yang meracik obat untuk Anda," kata Harris.     

"Kembalilah, Harris. Tidak ada gunanya tetap di sana. Orang yang meracik obatnya sudah mati. Kesaksian dari rekannya itu tidak cukup kuat. Kamu tidak akan bisa mendapatkan bukti yang cukup untuk menjatuhkan Imel," kata Aiden dengan suara pelan.     

Harris merasa sangat enggan. Ia merasa kesal karena tidak bisa menemukan bukti yang nyata untuk menjerat Imel meskipun mereka tahu siapa yang telah melakukan semua ini.     

Sejak kecelakaan yang menimpa Aiden, Imel terus berusaha untuk mencelakai Aiden hingga mencapai titik yang benar-benar tidak waras. Sepertinya wanita itu sudah gila!     

"Tuan, semua tanda menunjuk pada Nyonya Imel. Biarkan saya memberikan semua bukti-bukti itu pada Tuan Bima dan membiarkan Tuan Bima yang mengurusnya!" kata Harris dengan tergesa-gesa. Ia tidak rela jika penyelidikannya ini berhenti begitu saja tanpa membuahkan hasil.     

"Tidak!" jawab Aiden dengan tegas, "Kita tidak boleh membiarkan ayahku mengetahui rencana ini. Kita akan tetap menyelidiki Imel secara diam-diam. Sekarang, kembalilah!"     

"Baik, Tuan!" meski ia merasa enggan, Harris tidak berani menentang keputusan Aiden. "Tuan, saya baru mendapatkan informasi bahwa Tuan Ivan akan kembali ke Indonesia bulan depan untuk menghadiri pesta ulang tahun ayah Anda."     

Ivan … Ivan Atmajaya …     

Keluarga Atmajaya memiliki tiga orang putra. Ardan Atmajaya dan Aiden Atmajaya adalah putra dari Bima Atmajaya dan Vina. Sementara itu Ivan Atmajaya adalah putra kedua, putra haram dari Bima Atmajaya dan wanita simpanan Bima, Imel.     

Dulu, Ardan, kakak Aiden, adalah presiden perusahaan utama dari Atmajaya Group dan Ivan merupakan wakil presidennya. Sementara itu, Aiden diberi tanggung jawab untuk menangani cabang perusahaan Atmajaya Group yang berada di luar negeri.     

Namun, tak diduga, Ardan tiba-tiba saja terserang sakit jantung dan meninggal secara mendadak di kantornya.     

Saat itu, putra Ardan, Nico, juga bekerja di perusahaan Atmajaya Group sebagai seorang kepala manager. Namun, karena usianya yang masih sangat muda, ia tidak bisa menggantikan ayahnya untuk memimpin perusahaan. Ia masih kurang berpengalaman untuk menggantikan posisi ayahnya.     

Agar Atmajaya Group tidak jatuh ke tangan istri kedua Bima, pada akhirnya Aiden harus kembali ke Indonesia untuk mengambil alih jabatan kakaknya.     

Setelah kematian Ardan, Ivan yang menjabat sebagai wakil presiden tentu saja memiliki peluang besar untuk mengambil alih seluruh perusahaan. Namun, sebagai putra dari istri pertama Bima Atmajaya, Aiden bergegas pulang dan mengambil alih posisi kakaknya.     

Kemudian ia mengirim Ivan ke luar negeri secara paksa untuk mengurus cabang perusahaan luar negeri. Ia ingin mengirim pria itu jauh-jauh dari Indonesia agar ia tidak bisa mengambil alih Atmajaya Group. Di luar negeri, Ivan sama sekali tidak memiliki kekuasaan karena perusahaan cabang luar negeri adalah perusahaan yang dibangun oleh Aiden dari nol. Hanya Aiden yang memiliki kekuasaan di sana.     

Sekarang, Ivan Atmajaya akan pulang untuk mengunjungi ayahnya. Sepertinya akan ada badai besar yang melanda Keluarga Atmajaya …     

Walaupun Aiden sudah kembali berjalan lagi setelah kecelakaan yang menimpanya, hingga saat ini matanya masih buta. Mungkin ini adalah waktu yang sangat tepat bagi Imel dan Ivan untuk mengusirnya dari perusahaan.     

"Biarkan saja ia kembali. Lebih mudah untuk menangani ibu dan anak ini secara langsung," jawab Aiden dengan dingin sambil mendengus.     

"Tapi Tuan, mata Anda …" Sebagai seseorang yang selalu di samping Aiden, Harris tentu bisa melihat sikap Tuannya. Seringkali ia merasa Tuannya itu bersikap seperti orang normal, layaknya bisa melihat. Hal itu membuatnya menebak-nebak bahwa Aiden sudah bisa melihat kembali. Namun, ia tidak tahu seberapa besar pemulihan yang sudah terjadi pada mata Aiden. Ia khawatir pada Aiden. Tuannya itu belum sembuh total. ia tidak mau sampai Aiden kehilangan penglihatannya lagi …     

"Aku perlahan akan pulih. Kita akan mengamati keadaan selama beberapa hari sebelum pergi ke luar negeri untuk mencari alternatif pengobatan lainnya," kata Aiden dengan tenang.     

"Baik, Tuan. Maafkan sikap saya yang terlalu gegabah," setelah menyampaikan semua laporan itu pada Aiden, Harris merasa lebih tenang daripada sebelumnya. Pada saat penyelidikan, ia seolah dikuasai oleh adrenalinnya sehingga bertindak sangat gegabah.     

"Hmm … Bersabarlah. Aku tidak akan mengampuni Imel begitu saja, aku tidak akan membiarkan wanita itu pergi begitu saja. Kita tunggu sampai ia menunjukkan jati dirinya," Mungkin memang wajah Aiden terlihat sangat tenang saat mengatakannya, tetapi otaknya berputar dengan keras, memikirkan rencana-rencana untuk menjatuhkan lawannya. Ia tidak akan diam saja jika ada orang yang berusaha untuk mencelakainya.     

Setelah menutup telepon, Aiden segera kembali ke kamarnya. Ia menutup pintu balkon dan berjalan menuju tempat tidurnya.     

Ia melihat tubuh mungil Anya yang berada di tempat tidur bergerak-gerak gelisah. Dahinya sedikit berkeringat karena mimpi buruk yang mengganggu tidurnya.     

"Aiden … Aku takut," katanya pelan.     

Aiden mendekati Anya dan melihat bahwa wanita itu masih memejamkan matanya. Anya masih tidur. Ia sedang bermimpi.     

"Aiden … Apakah kita akan mati?" tanyanya dengan suara lirih.     

Aiden mengelus-elus rambut Anya, berusaha untuk menenangkan wanita itu agar kembali ke tidurnya yang lelap. Ia mengecup keningnya dengan lembut. "Jangan takut. Aku di sini …"     

Tetapi itu tidak ada gunanya, Anya semakin bergerak-gerak dengan gelisah dan keringatnya mengalir semakin deras.     

"Aiden, kamu tidak boleh mati. Aku tidak akan membiarkanmu mati. Keluarlah …"     

Air mata mulai membasahi wajah Anya. Ia menangis dengan begitu keras sambil terus memanggil nama Aiden.     

"Anya, bangun! Bangunlah …" Aiden mengguncang tubuh Anya untuk membangunkan wanita itu dari mimpi buruknya.     

Dari dalam tidurnya, Anya bisa merasakan guncangan pada tubuhnya sehingga matanya langsung terbuka. Ia melihat Aiden duduk di sampingnya dengan wajah yang bersimbah air mata. Pada saat melihat Aiden, ia langsung bangun dan memeluknya dengan erat.     

"Aiden, kamu tidak apa-apa. Tidak ada yang terjadi padamu!" Anya menguburkan wajahnya di leher Aiden. Air mata masih mengalir di wajahnya, membasahi piyama yang dikenakan oleh Aiden. Namun, Anya tidak peduli, ia terlalu kalut karena mimpi buruk yang ia alami. Mimpi itu terasa benar-benar nyata …     

Aiden menepuk punggung Anya dengan lembut seperti menenangkan seorang anak kecil yang sedang bermimpi buruk. "Itu hanya mimpi buruk. Jangan diingat lagi. Aku baik-baik saja!"     

Aiden tahu mimpi buruk apa yang menghantui Anya. Ia mengetahui kejadian itu dengan sangat jelas, tetapi ia tidak bisa memberitahu yang sebenarnya kepada Anya. Ia tidak tega untuk menceritakan semua itu pada Anya …     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.