Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Latar Belakang Keluarga



Latar Belakang Keluarga

0Anya tidak memiliki kepercayaan diri dalam pernikahannya. Ia selalu merasa gelisah terhadap perasaannya karena sejak kecil ia tidak mendapatkan kasih sayang dari ayahnya.     
0

Begitu Aiden menginginkan perceraian, satu-satunya hal yang bisa ia lakukan adalah mengemasi barangnya dan pergi.     

Sebagai istri Aiden, ia tahu bahwa Keara berniat untuk merebut suaminya. Tetapi Anya tidak bisa melakukan apa pun.     

Ia tidak punya kepercayaan diri untuk melakukannya.     

Kalau saja ia seperti Keara, memiliki keluarga yang bisa mendukungnya, apakah ia akan melakukan hal yang sama?     

Ia tidak memiliki latar belakang keluarga yang baik, membuat Bima tidak menyukainya. Apa yang bisa ia lakukan untuk mempertahankan pernikahannya? Satu-satunya hal yang bisa ia harapkan adalah ketulusan Aiden.     

Namun, apa artinya jika suaminya sendiri lebih mencintai Keara dibandingkan dengannya?     

Aiden baru saja menggosok gigi dan mencuci muka sebelum pergi berolahraga.     

Setelah itu, Anya segera mandi dan berganti pakaian. Ia duduk di depan meja rias dan merias wajahnya dengan serius.     

Hari ini, ia akan pergi ke rumah ayahnya untuk mendapatkan kembali rumah itu. Ia harus tampil rapi dan berwibawa supaya tidak ada orang yang berani merendahkannya.     

Setelah selesai bersiap-siap, Anya turun ke bawah.     

Maria bangun lebih pagi hari ini untuk menyiapkan sarapan. Sejak pagi, ia sudah berada di dapur bersama beberapa pelayan yang membantunya untuk memasak.     

"Anya! Kemarilah. Ayo kita sarapan!" sambut Maria sambil tersenyum.     

Anya tidak melihat Aiden dan Bima. Bahkan Nico pun tidak ada di sana. Mana berani ia duduk di meja makan tanpa seijin pemilik rumah?     

"Bagaimana dengan yang lain?" tanya Anya sambil tetap berdiri di tempatnya, menunggu ijin dari Maria untuk duduk di meja makan.     

"Aiden sedang berada di gym, di lantai atas. Nico pergi keluar kemarin malam dan belum kembali. Ayah pergi untuk minum teh dengan temannya. Hari ini, hanya kita bertiga saja yang akan sarapan," kata Maria sambil meletakkan susu hangat di meja. Kemudian, ia menyuruh salah satu pelayan untuk memanggil Aiden.     

Setelah pelayan itu pergi, Maria mengajak Anya untuk duduk. "Ayo kita makan dulu. Tidak perlu menunggu Aiden."     

Anya hanya mengangguk dan tersenyum.     

Aiden turun dengan handuk kecil yang tersampir di bahunya. Ketika ia baru saja turun dari lantai dua, Nico juga masuk dari pintu depan rumah.     

"Ibu, aku lapar. Hari ini kita makan apa?" Nico langsung berteriak kelaparan begitu memasuki pintu.     

"Cuci tanganmu terlebih dahulu." Kata Maria.     

"Selamat pagi, Paman. Selamat pagi, Bibi," Nico menghampiri meja makan dan melihat begitu banyak makanan di meja. Matanya berbinat dengan gembira melihat makanan-makanan lezat buatan ibunya. "Bukankah sarapan hari ini sangat mewah?"     

"Kalau kamu terlalu banyak bicara, kami tidak akan menunggumu dan menghabiskan semuanya," Maria menarik kursi di samping Anya dan duduk.     

"Aku akan segera kembali!" Nico bergegas lari ke lantai atas.     

Aiden duduk di hadapan Anya dan menatapnya tanpa mengatakan apa pun.     

Anya juga sedang menatap Aiden. Ketika mata mereka bertemu, Anya langsung menundukkan kepalanya dan menyuapkan makanannya dalam diam.     

"Aiden, apakah kamu akan langsung pulang ke rumah setelah ini?" Maria menyendokkan nasi ke piring dan memberikannya pada Aiden.     

Aiden menerimanya dan menjawab pertanyaan Maria, "Setelah sarapan, aku akan menemani Anya ke rumah Keluarga Tedjasukmana. Aku akan kembali siang hari. Ada apa?"     

"Aku dengar, salah satu bibimu mabuk kemarin malam. Ia melantur dan ingin aku menyampaikan kepadamu agar kamu tidak tersinggung," kata Maria sambil memberikan piring berisi nasi kepada Nico yang sudah kembali.     

Tangan Anya yang sedang menyendok nasi tiba-tiba saja berhenti. Kemarin malam, semua yang Nina katakan memang sangat buruk. Wanita itu bahkan terang-terangan menghina Aiden di depan umum hingga ia diusir dari rumah Keluarga Atmajaya.     

Sepertinya, pagi ini ia bangun dengan ketakutan setelah menyadari apa yang telah ia perbuat. Mungkin ia khawatir Aiden tidak akan membantu suaminya karena kesalahannya.     

"Kalau ia ingin meminta maaf, mengapa tidak langsung meneleponku saja?" dengus Aiden.     

"Tentu saja karena ingin meminta bantuan dari ibuku!" Nico duduk di samping Aiden. Saat ia hendak mengambil sendoknya, Aiden langsung menahan tangan Nico agar ia tidak bisa makan. "Bagaimana pembicaraanmu dengan Raka?"     

Wajah Nico terlihat pahit. "Paman, biarkan aku makan dulu. Kita akan bicarakan masalah pekerjaan nanti."     

"Tidak. Aku ingin tahu apakah kamu layak untuk makan pagi ini," kata Aiden.     

Nico langsung tersedak ludahnya sendiri dan menatap Aiden dengan memelas.     

"Ibu, lihat paman. Ia selalu menindasku!" Nico langsung mengadu pada ibunya.     

"Kalau kamu tidak menjawab pertanyaannya, kamu tidak akan bisa makan," kata Maria dengan santai.     

Ketika melihat ibunya tidak mau membantunya, Nico tahu ia tidak bisa melarikan diri lagi.     

Ia melepaskan sendok di meja dan bersandar di kursi dengan malas. "Paman, aku sudah berusaha untuk membujuk Raka semalaman. Pada akhirnya, ia hanya bersedia kalau Atmajaya Group memegang 60% sementara ia mendapatkan 40% sisanya. Aku benar-benar tidak bisa membujuknya untuk melepaskan 70% seperti yang kamu minta."     

"Dengan 60%, apakah kamu yakin kamu bisa mendominasinya?" tanya Aiden.     

"Tentu saja! Bukankah kamu akan membantuku?" Nico memeluk lengan Aiden dengan manja. Aiden langsung melemparkan tangan keponakannya itu dengan kesal.     

"Aku sudah mencari seseorang yang bisa membantumu. Siang nanti aku akan pergi ke kantor dan mewawancarainya," kata Aiden dengan tenang.     

Anya tertegun sejenak. Apakah orang yang akan membantu Nico nanti adalah pamannya, Andre?     

Pada saat itu, barulah Anya menyadari rencana Aiden.     

Aiden benar-benar memperlakukan Nico dengan tulus. Ia membimbingnya dengan sabar, membantunya untuk mendapatkan proyek, memberinya kesempatan untuk membangun kedudukannya di perusahaan dan bahkan mencarikan seseorang yang bisa membantu Nico.     

Andre adalah paman Aiden, yang berarti juga merupakan paman buyut Nico. Tentu saja, Andre akan membantu Nico dengan setulus hati.     

Dengan begini, Aiden tidak hanya membantu Nico untuk mendapatkan pengalaman, tetapi juga membantu Andre untuk keluar dari masa sulitnya. Ia membunuh dua burung dengan satu batu sekaligus.     

Anya menjadi semakin kagum pada Aiden. Suaminya benar-benar menawan.     

Tanpa sengaja, ketika Anya sedang menatap Aiden, Aiden juga sedang memandangnya.     

"Paman, siapa yang akan membantuku? Harris?" tanya Nico dengan bersemangat.     

"Jangan harap!" Aiden selesai sarapan dan mengalihkan pandangannya pada Maria. "Kak, bisakah kamu mencari vitamin agar Nico sedikit lebih pintar?"     

Nico merasa kesal. "Paman, aku masih punya otak."     

Anya tertawa melihat perdebatan paman dan keponakan ini. Maria juga tertawa melihat tingkah laku mereka yang kekanakan.     

"Ibu lihatlah! Biasanya paman dan bibi akan menindasku seperti ini," Nico kembali mengadu pada ibunya.     

Bukannya membela Nico, Maria malah mengomelinya. "Pamanmu sudah baik mau membantu mengajarimu, tetapi kamu malah tidak mengalami perkembangan. Seharusnya kamu banyak belajar."     

"Ya, ya … Bisakah aku makan sekarang?" Nico mengambil sendoknya lagi dan memandang makanan yang tersaji di atas meja. "Kalau Tara ada di sini, ia pasti akan makan banyak!"     

"Apakah kamu menyukai Tara?" tanya Maria secara tiba-tiba.     

Setelah saling bertukar pandang dengan Aiden, Anya menundukkan kepalanya dan tidak berani ikut campur dalam masalah ini. Aiden juga melakukan hal yang sama.     

Ini adalah masalah Nico sendiri dan ia yang harus menyelesaikannya.     

"Tara adalah gadis yang baik. Apakah ibu tidak menyukainya?" Nico tidak menjawabnya secara langsung, tetapi balas bertanya pada ibunya.     

"Aku menyukainya. Tetapi kamu tidak bisa mencari istri dengan latar belakang keluarga seperti itu," kata Maria dengan tenang.     

Senyum di wajah Nico langsung membeku. Ia menatap Anya dan berkata, "Bibi juga berasal dari keluarga yang sederhana. Tetapi hubungannya dengan paman sangat bahagia."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.