Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Mengaku



Mengaku

0"Kalau Nyonya bekerja di perusahaan ini, apakah Tuan masih bisa menyelesaikan semua pekerjaannya?" Harris mengerutkan keningnya.     
0

Alis Nico terangkat mendengar Harris mengeluh. Kemudian, ia menatapnya dengan pandangan tidak tertebak. "Kalau kamu bisa mendapatkan dukungan dari bibi, kerjaan paman malah tidak akan terhambat. Malahan efisiensi kerja paman akan semakin meningkat. Untuk bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersama bibi, paman akan bekerja dua kali lipat lebih keras."     

"Ah! Benar juga!" Harris baru menyadarinya.     

Ia tidak jadi masuk ke dalam kantor Aiden. Ia menunggu hingga jam makan siang untuk menanyakan apa yang ingin mereka makan, sekaligus mengirimkan dokumen yang harus ditandatangani oleh Aiden.     

"Aku akan segera bekerja di perusahaan Atmajaya Group. Bagaimana kalau kita makan siang di restoran untuk pegawai? Aku ingin membiasakan diri dengan lingkungan kantor terlebih dahulu," kata Anya.     

"Aku ikut bersamamu," kata Aiden.     

"Tuan, kalau Anda ikut makan bersama dengan Nyonya di restoran pegawai, semua karyawan akan terkejut," kata Harris.     

Anya membayangkan hal itu terjadi. Semua orang akan memandangi mereka dan makan siang mereka akan terasa tidak nyaman.     

"Kalau begitu biar aku pergi bersama dengan Harris ke bawah dan membawa makanannya kembali ke kantor," kata Anya.     

"Tapi …"     

"Aiden, bacalah dulu dokumen yang Harris berikan kepadamu. Sebelum kamu selesai membacanya mungkin aku sudah kembali. Tunggu aku, aku akan membawakan makanan enak untukmu!" kata Anya dengan manis.     

"Baiklah kalau begitu. Cepat kembali!" Aiden merasa enggan. Ia benar-benar ingin ikut turun bersama dengan Anya.     

Dengan arahan dari Harris, Anya memasuki lift dan bersiap untuk pergi ke restoran pegawai di lantai bawah.     

"Nyonya, hari ini Tuan berniat untuk pulang lebih cepat dan mengajak Anda untuk pergi ke tempat pemandian air panas. Ia juga tidak mau mengurusi masalah pekerjaan di hari Sabtu dan Minggu. Kalau masalah ini sampai di telinga para petinggi perusahaan, aku akan disalahkan. Dan reputasi Tuan tidak akan baik." Harris memberitahu situasinya kepada Anya.     

"Pemandian air panas?" Anya tertegun sejenak. "Aiden tidak memberitahu apa pun padaku."     

"Tuan pernah berjanji akan mengajak Anda untuk pergi ke tempat pemandian air panas sebelumnya, tetapi sempat tertunda karena satu dan lain hal. Jadi, ia berniat untuk mengajak Anda liburan sebelum Anda mulai kuliah," kata Harris.     

"Itu sebabnya semua pekerjaan Aiden menumpuk? Kalau begitu, kirimkan semua isi pekerjaan Aiden padaku. Aku akan memastikan Aiden menyelesaikan semuanya sebelum kita berangkat," kata Anya sambil tersenyum.     

"Terima kasih Nyonya!" Harris menghela napas lega. Benar kata Nico. Selama Anya mau membantunya, semuanya akan baik-baik saja.     

"Kamu sudah bekerja keras," Anya merasa sedikit kasihan pada Harris. Menjadi asisten Aiden pasti tidak mudah.     

Bima sudah tidak menyukai Anya sejak awal karena latar belakang keluarganya yang sederhana. Kalau sampai Aiden meninggalkan pekerjaan untuk mengajak Anya berlibur, Bima pasti akan semakin membencinya.     

"Nyonya, Tuan Galih mungkin akan datang ke kantor siang nanti," Harris memperingatkan Anya.     

"Aku tidak akan ikut campur dalam urusan bisnis. Aku tidak akan mengatakan apa pun," Anya langsung memahami apa yang ingin Harris peringatkan kepadanya.     

Harris langsung mengangguk.     

Kemarin, semalaman Aiden telah bekerja hingga subuh. Siang ini, ia ingin tidur siang bersama dengan Anya, sehingga ia berkonsentrasi untuk membaca dokumen yang dikirimkan oleh Harris.     

Namun, tiba-tiba saja ponselnya berbunyi. Itu adalah Galih Pratama.     

"Aiden, apakah aku bisa makan siang bersama denganmu siang ini?" dari ujung telepon, terdengar suara Galih.     

"Aku akan makan siang dengan Anya," jawab Aiden dengan santai.     

"Aku lega hubungan kalian sepertinya baik-baik saja." Galih menghela napas lega, kemudian ia melanjutkan. "Aku ingin bertemu denganmu."     

"Apa yang bisa aku lakukan untukmu?" tanya Aiden langsung pada poin utamanya.     

"Di internet tersebar berita bahwa kamu kembali berhubungan dengan Keara, menimbulkan masalah untukmu. Kalau berita itu membuatmu marah, aku bisa menyuruh seseorang untuk mengklarifikasi semuanya," kata Galih.     

"Tidak usah. Aku sudah menyelesaikan semuanya," kata Aiden dengan dingin.     

"Kata Keara, kamu menginginkan tanah perkebunanku yang berada di dekat daerah danau?" kata Galih setelah berpikir matang-matang. "Tempat itu jauh dari lokasi proyek pengembangan Atmajaya Group. Tempatnya berada di dekat ternak babi yang bau dan rempah-rempahku terkena polusi aroma. Tetapi pemilik ternak babi itu menolak untuk menjual lahannya. Perkebunanku di sana tidak bisa menghasilkan rempah-rempah yang bagus. Kalau kamu memang menginginkannya, aku bisa memberikannya kepadamu dengan harga yang murah."     

"Apa kondisinya untuk mendapatkan tanah itu dengan harga murah?" tanya Aiden.     

"Jual saham perusahaanku yang ada di tanganmu dan malam ini aku akan menaikkan harga sahamnya agar kondisinya kembali normal," Galih tidak menutup-nutupi apa yang ia inginkan.     

Jari-jari Aiden yang panjang mengetuk permukaan meja kerjanya dengan santai dan berkata, "Aku tidak memiliki saham perusahaanmu di tanganku.     

"Aiden, Keara terlalu mencintaimu. Ia bahkan ingin membatalkan pertunangannya agar bisa bersama denganmu. Aku akan menasihatinya. Kalau ia berbuat hal seperti ini lagi, kamu bisa mengatakannya padaku. Aku akan menjaganya agar tidak berulah," kata Galih, merendahkan dirinya meski ia menghadapi Aiden yang lebih muda darinya.     

"Putrimu adalah tunangan kakakku. Ia tahu betul aku dan Anya sudah menikah, tetapi ia tetap memaksa dan ingin menghancurkan rumah tangga kami. Kamu pasti sudah tahu siapa yang mengirimkan foto itu ke internet. Ada hal lain yang aku inginkan darinya. Lain kali kita bicara lagi, sampai jumpa," Aiden tidak memberikan Galih kesempatan untuk berbicara dan langsung menutup teleponnya.     

…     

Galih menatap ke arah putrinya. "Foto kemarin malam adalah perbuatanmu? Aiden menginginkan hal lain darimu. Di mana Nadine berada sekarang?"     

Tidak perlu Aiden yang mengatakannya secara langsung, Galih sudah tahu apa yang diinginkan olehnya.     

"Ayah, percayalah padaku. Foto di internet itu bukan perbuatanku. Dan masalah Nadine, ketika kecelakaan itu menimpa kami, ia melarikan diri dan meninggalkan aku. Bagaimana aku bisa tahu di mana ia berada!" Keara merasa seperti dituduh.     

"Keara, ayah benar-benar bersyukur kamu kembali dengan selamat. Tetapi kalau kamu tidak mengatakan yang sejujurnya pada ayah, ayah khawatir tidak akan ada yang bisa membantumu," Galih menghela napas panjang. "Kalau Aiden menginginkan tanah milikku, aku akan menjual tanah itu kepadanya. Kalau Aiden ingin tahu keberadaan Nadine, aku hanya bisa menyerahkanmu kepadanya."     

"Tidak, ayah! Aku adalah satu-satunya putri ayah. Bagaimana mungkin ayah tega menyerahkan aku pada Aiden?" Keara menatap ayahnya dengan tidak percaya.     

"Ke mana kamu saat aku dan ibumu merasa sedih? Apa alasanmu tidak kembali selama ini tanpa mengabarkan keadaanmu kepada satu orang pun? Setelah tiga tahun berlalu, kamu baru kembali. Apa yang sebenarnya kamu inginkan sekarang?" tanya Galih.     

"Aku … Aku dengar Aiden membatalkan pertunangannya dengan Natali. Tetapi begitu aku kembali, aku menemukan bahwa ia sudah menikah dengan Anya," kata Keara dengan marah.     

"Kamu tahu bahwa mereka sudah menikah! Menyerahlah!" kata Galih.     

Air mata menggenang di mata keara saat ia berkata, "Berita yang beredar di internet, memang benar aku yang melakukannya."     

Galih hanya bisa menghela napas panjang. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan putrinya. "Aiden tidak akan membuat saham perusahaan kita anjlok drastis seperti ini hanya karena masalah kecil. Apa lagi yang kamu lakukan?"     

Melihat bahwa ia tidak bisa menyembunyikannya lagi, Keara berkata, "Ia pasti sudah menyelidiki saat aku berada di luar negeri selama tiga tahun dan mencurigai bahwa aku menyembunyikan di mana keberadaan Nadine sebenarnya."     

Galih benar-benar pusing. Rasanya ia hampir pingsan mendengar kata-kata putrinya. "Selama aku hidup, aku selalu mengajarkan nilai-nilai yang benar kepadamu. Bagaimana mungkin putriku sendiri ternyata seperti ini? Jujurlah pada ayah, apakah menghilangnya Nadine berhubungan denganmu?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.