Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Alasan Perceraian



Alasan Perceraian

0"Anya, ayah benar-benar minta maaf. Seharusnya ayah tidak datang dan mengeluh pada ibumu," Deny menundukkan kepalanya dan menutup wajahnya dengan kedua tangan. Tangisan pahit terdengar dari mulutnya.     
0

Dari tempat tidurnya, Diana tampak bisa mendengar pembicaraan mereka. Air mata menetes dari sudut mata Diana.     

"Ibu!" Anya melihat air mata itu dan langsung berseru pada ibunya. "Ibu, bangun. Apakah ibu bisa mendengarku? Ibu …"     

Namun, meski dipanggil berapa kali pun, Diana tidak merespon.     

Di monitor EKG, detak jantung Diana tampak semakin dan semakin cepat hingga akhirnya sebuah alarm berbunyi dengan keras.     

Seorang dokter langsung datang dan memasuki ruangan. Begitu melihat kondisi Diana, ia langsung menyuruh Anya keluar. "Tolong keluar terlebih dahulu, kami harus memberikan pertolongan darurat pada pasien.     

"Ada apa dengan ibuku? Apakah ia akan baik-baik saja? Dokter, tolong bantu ibuku," Anya merasa panik. Ia benar-benar takut. Takut kehilangan ibunya.     

"Tolong keluarlah terlebih dahulu. Kami akan berusaha yang terbaik," kata dokter itu dengan wajah tenang.     

Deny langsung menarik tubuh Anya keluar dari ruangan. "Anya, keluarlah dulu. Jangan ganggu dokternya."     

Pintu kamar Diana tertutup. Anya hanya bisa berdiri di depan pintu dengan wajah bersimbah air mata. Ia tidak bisa mengatakan apa pun, tampak sangat linglung.     

Sambil gemetaran, ia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Aiden. Ia menangis dan berkata dengan panik. "Aiden … Aiden, aku sangat takut. Ibu mendengarku bertengkar dengan ayah dan tiba-tiba jantungnya berdetak sangat kencang. Aku takut akan ada sesuatu yang terjadi pada ibu. Aku takut …"     

"Anya, jangan takut. Aku akan segera ke sana," Aiden tidak berani menutup teleponnya. Sepanjang perjalanan, ia terus berusaha menenangkan Anya.     

Begitu tiba di rumah sakit, Aiden melihat Deny sedang duduk di sebuah kursi tunggu yang tersedia di koridor. Sementara itu, Anya terduduk di lantai sambil memeluk lututnya. Kepalanya tertunduk, menangis seperti anak kecil yang tidak berdaya.     

"Anya …" Aiden langsung memanggil nama Anya.     

Anya langsung mengangkat kepalanya mendengar suara suaminya. Matanya masih basah, air mata terus mengalir.     

Ia memikirkan kondisi ibunya. Karena ia dan Deny bertengkar di dalam ruangan, bagaimana kalau ibunya tidak terselamatkan. Memikirkan hal itu saja membuatnya kesulitan untuk bernapas.     

Deny melihat kejadian di hadapannya. Ketika putrinya itu bertengkar dengannya, ia terlihat sangat berani. Namun, di hadapan Aiden, putrinya itu terlihat sangat lemah.     

Yang membuatnya lebih terkejut, Aiden langsung datang begitu Anya meneleponnya.     

Anya adalah anak yang tidak ia anggap, anak yang tidak dicintainya. Tetapi putrinya itu malah mendapatkan kasih sayang yang luar biasa dari Aiden.     

Aiden langsung menghampiri Anya, mengangkat tubuhnya dari lantai. Ia memeluk tubuh Anya dengan erat.     

Tubuh Anya terasa sangat dingin dan bahunya sedikit gemetaran. Ia benar-benar ketakutan setengah mati!     

"Jangan takut. Ibumu akan baik-baik saja," bisik Aiden sambil mengecup kepala Anya.     

Anya menguburkan wajahnya di dada Aiden. Ia masih menangis saat berkata, "Semua ini salahku. Aku yang menyakiti ibuku."     

Aiden menepuk punggung Anya dengan lembut dan membawanya untuk duduk di kursi. "Ini bukan salahmu. Ibumu akan baik-baik saja."     

Deny hanya duduk di tempatnya dalam diam. Sesekali ia akan mencuri pandang ke arah Aiden.     

Ketika jam menunjukkan pukul empat lebih, akhirnya ruangan Diana terbuka. Dokter yang menangani Diana keluar dan berkata dengan lega. "Nyonya Diana sudah bangun."     

"Ibuku bangun?" Anya menatap dokter tersebut dengan tidak percaya.     

"Kondisinya sudah stabil. Ia ingin bertemu dengan Tuan Deny," kata dokter tersebut.     

"Bisakah aku ikut masuk? Aku adalah putrinya?" tanya Anya.     

"Mohon bergantian ya. Terlalu banyak orang akan mengganggu pemulihannya," Dokter tersebut menatap ke arah Aiden yang sedang berada di belakang Anya dan sedikit mengangguk.     

"Anya, ayah akan menemui ibumu dulu. Jangan khawatir," Deny bangkit berdiri dari kursinya. Tubuhnya sedikit oleng dan hampir saja terjatuh.     

Asistennya langsung berusaha membantunya berdiri dan mengantarnya hingga ke depan pintu kamar Diana.     

"Diana," Deny memasuki ruangan itu dan memanggil nama mantan istrinya.     

Diana hanya menatap Deny dengan dingin. "Pada saat itu, memang kita membayar setengah-setengah untuk rumah kita. Tidak ada yang berniat mengambil keuntungan darimu. Aku akan menjual rumah itu dan membagi uangnya secara merata. Tetapi jangan pernah berharap kamu bisa mendapatkan ginjal putriku. Bermimpilah!"     

"Aku tidak bilang aku ingin membeli ginjalnya. Aku hanya berharap ia bisa melihat hubungan ayah dan anak di antara kita, dan bersedia untuk menyelamatkanku," kata Deny.     

Ketika Deny dan Diana sedang berbincang-bincang, Galih datang diantarkan oleh seorang perawat hingga ke depan pintu.     

Dari koridor, ia melihat sosok Anya dan Aiden sedang menunggu.     

Sebelum ia bisa berbicara, ia mendengar pertengkaran antara Diana dan Deny. "Menyelamatkanmu? Apakah kamu juga menyelamatkanku ketika aku tidak sadarkan diri?"     

"Ada apa?" Galih memelankan suaranya dan bertanya pada Anya dengan khawatir.     

"Ayahku mengalami gagal ginjal dan ingin aku mendonorkan ginjalku, tetapi ibuku tidak setuju," balas Anya dengan suara pelan.     

Tangan Aiden yang memeluk pinggang Anya tanpa sadar semakin erat. Ia tidak akan pernah membiarkan Anya melukai dirinya sendiri.     

Mata Galih menyapu wajah pucat Anya. "Kamu terlalu kurus. Kesehatanmu tidak cocok untuk mendonorkan ginjalmu. Jaman sekarang sudah berkembang. Ada banyak pengobatan baru. Tanpa ginja yang baru sekali pun, dialisis bisa memperpanjang hidupnya."     

Sementara itu, di dalam ruangan, Deny berteriak pada Diana. "Diana, kamu yang ingin bercerai dariku, bukan aku. Sekarang aku akan mati, tetapi kamu menghentikan putriku untuk mendonorkan ginjalnya. Apakah kamu pernah mencintaiku selama ini?"     

"Walaupun aku tidak pernah mencintaimu, aku tidak pernah mengkhianatimu. Kamu berselingkuh dariku saat aku masih hamil. Kamu memiliki simpanan di luar sana dan bahkan memiliki anak haram. Apa lagi yang kamu inginkan dariku?" kata Diana dengan pahit. "Apakah kamu pikir aku tidak ingin memberikan seorang putra untukmu? Ketika hamil Anya, tubuhku sudah tidak mampu lagi. Aku tidak bisa memiliki anak lagi!"     

"Apa?" Deny merasa seperti disambar petir.     

"Aku meminta cerai untuk membantumu. Karena kamu benar-benar menginginkan seorang anak laki-laki dan aku tidak akan pernah bisa memberikannya kepadamu. Apakah kamu pikir aku ingin bercerai? Aku juga ingin putriku tumbuh di keluarga yang lengkap!" Diana merasa sangat sakit hati.     

"Apa yang terjadi ketika Anya lahir?" tanya Deny.     

"Ketika kamu pergi dinas ke luar negeri, wanita itu, wanita simpananmu, datang ke rumah dengan perut yang membesar. Bagaimana mungkin aku tidak shock melihatnya? Karena itulah Anya lahir secara prematur. Bahkan setelah lahir pun, aku tidak bisa membawa putriku pulang ke rumah karena ia terlalu lemah," Diana mengatakannya sambil menangis. "Deny, aku mohon padamu. Pergilah dari kehidupan kami. Jangan ganggu aku dan putriku lagi!"     

"Aku tidak tahu Mona datang padamu. Aku benar-benar tidak tahu," kata Deny dengan menyesal.     

"Semuanya sudah berakhir. Kamu sudah bersama dengan dia sekarang dan memperlakukan putrinya dengan sangat baik, sebagai anak kesayanganmu. Namun, ketika kamu butuh bantuan, kamu mencari putriku. Mengapa kamu memperlakukan kami seperti ini?" kata Diana.     

Setelah sepuluh tahun bercerai, akhirnya Deny tahu mengapa Anya lahir secara prematur. Selain itu, ia juga mengetahui alasan mengapa Diana menceraikannya.     

Karena mantan istrinya itu ingin membantunya mencapai impiannya, memiliki seorang anak laki-laki.     

"Rumah itu, sejak awal aku sudah memberikannya kepadamu. Aku tidak menginginkan ginjal Anya. Beristirahatlah," Deny tampak seperti tanaman yang layu, dimakan oleh usia. Langkahnya menuju ke pintu ruangan itu terasa berat.     

Setelah beberapa langkah, ia berhenti dan bertanya, "Apakah Anya adalah putri Galih?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.