Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Aku Akan Selalu Berada di Sisimu



Aku Akan Selalu Berada di Sisimu

0"Paman, Paman Ivan sudah pulang. Kakek memintamu untuk mengajak bibi makan malam bersama di rumah malam ini. Kakek juga mengundang Imel dan Keara," kata Nico dari telepon.     
0

Aiden mengerutkan keningnya saat mendengar kata-kata Nico. "Seharusnya saat ini Ivan sedang sibuk mengurusi masalah pekerjaan di luar negeri. Mengapa ia tiba-tiba pulang?"     

"Paman Ivan menjalani operasi karena sempat mengalami Herniasi Diskus. Kakek menyuruhnya untuk beristirahat dan memulihkan diri di rumah. Semua pekerjaannya telah dilimpahkan pada wakil presiden. Setelah makan malam keluarga hari ini, ia akan pergi ke Rumah Sakit Dartha dan dirawat oleh Kakek Tara sendiri," kata Nico.     

"Ivan memiliki tubuh yang sehat dan kuat. Ia tidak akan menderita penyakit seperti ini. Suruh seseorang menyelidikinya, apakah itu sungguh terjadi atau tidak," kata Aiden dengan tenang.     

Anya yang berada di samping Aiden terlihat memucat. "Seharusnya itu benar."     

Aiden menatap Anya dengan curiga dan berkata pada Nico di telepon. "Aku akan menghubungimu lagi dan suruh seseorang untuk segera menyelidikinya."     

Setelah menutup telepon, Anya menatap Aiden dengan hati-hati. "Apakah aku sudah pernah bilang bahwa kami dulu berteman? Aku, Raka dan Ivan. Dulu, Raisa juga selalu mengikuti kita ke mana pun kita pergi."     

"Kamu tidak pernah menceritakannya, tetapi aku mengetahui hubungan kalian," jawab Aiden.     

"Ivan pernah menyelamatkanku hingga tertabrak mobil. Tulang belakangnya terluka dan ia harus dirawat di rumah sakit selama setengah tahun. Aku sempat berpikir bahwa Imel tiba-tiba berbuat jahat pada ibuku karena merasa tidak terima putranya terluka. Karena bagaimana pun juga, sebelumnya Imel sangat baik pada ibuku." Anya menundukkan kepalanya saat memikirkan kejadian masa lalu itu.     

Aiden langsung mengelus kepalanya dengan lembut, "Itu bukan salahmu. Tidak usah dipikirkan.     

"Ivan adalah pria yang baik. Walaupun aku membenci Imel, aku tidak menyalahkannya atas perbuatan ibunya. Aku akan selalu mengingat kebaikan yang pernah ia berikan kepadaku," Anya masih ingat saat kejadian kecelakaan itu. Raka langsung menarik tubuh adiknya, sementara Ivan bergegas untuk menyelamatkannya.     

Aiden mengerutkan keningnya mendengar kata-kata Anya. Mengapa di mata semua orang Ivan adalah gambaran pria yang hangat dan lembut?     

Tidak hanya Anya yang berpendapat seperti itu, Nico pun juga sama. Bahkan Maria juga pernah menasihati Aiden agar tidak terlalu membenci Ivan.     

"Kalau ia benar-benar kembali karena terluka, aku tidak akan melakukan apa pun padanya dan menyulitkannya. Tetapi kalau ia kembali ke Indonesia karena ingin merebut perusahaan Atmajaya, aku tidak akan membiarkannya begitu saja," mata Aiden yang kecokelatan tampak lebih gelap.     

Anya memiringkan kepalanya dan bersandar di bahu Aiden. "Aku mengenal Ivan sebagai sosok yang baik hati dan perhatian pada semua orang. Aku yakin ia tidak berniat untuk mencelakai siapa pun. Kalau bisa, aku harap kita semua bisa hidup dengan damai. Tetapi kalau ada sesuatu yang terjadi di antara kalian, aku akan selalu berada di sisimu."     

Suasana hati Aiden yang semakin muram langsung jauh lebih cerah karena kata-kata Anya.     

"Ketika kita ke rumah Keluarga Atmajaya nanti, Imel dan Ivan akan ada di rumah. Kakek Tara juga akan membawa Tara ke sana. Kamu tidak perlu gugup. Kak Maria pasti akan mengatur tempat duduk Tara di sampingmu," kata Aiden.     

"Cepat atau lambat aku akan bertemu dengan mereka. Tidak usah khawatir. Aku baik-baik saja," Anya tersenyum tipis.     

Pada saat itu, Galih keluar dari kamar Diana.     

"Anya, ibumu bilang kamu ingin mengembalikan uang yang aku berikan untuk tanah itu. Awalnya, aku hanya berniat meminjamkan uang itu pada kalian. Aku akan menyuruh asistenku untuk menghitung semua biayanya. Kamu bisa mengembalikannya nanti," kata Galih sambil tersenyum.     

"Tapi …"     

"Semuanya sudah diatur. Aku harus segera pergi dari sini," Galih menatap ke arah Aiden sekali lagi, tetapi akhirnya ia tidak mengatakan apa pun.     

Namun, Aiden bisa memahami arti di balik tatapan Galih. Galih berharap Aiden akan menghargai bantuannya terhadap Anya dan ibunya dengan menunjukkan belas kasihan malam ini.     

Kemarin subuh, Aiden telah membeli saham perusahaan Keluarga Pratama secara besar-besaran. Galih benar-benar berharap Aiden segera menghentikannya agar perusahaannya tidak terlalu merugi.     

Anya dan Aiden mengantar Galih ke lift bersama-sama. Sebelum lift itu tertutup, Aiden berkata, "Paman Galih, terima kasih sudah membantu Anya dan ibu mertuaku. Kamu adalah pria yang baik dan pria baik akan selalu diberi keberuntungan."     

Galih membalasnya sambil tersenyum. "Aku bersyukur melihat kalian bisa hidup bahagia. Kalian harus tetap bahagia seperti ini."     

"Selamat tinggal, Paman Galih," Anya melambaikan tangannya pada Galih.     

Setelah mengantar Galih pergi, Anya dan Aiden kembali ke kamar ibunya. Diana menatap mereka dengan lelah. "Aiden, aku titipkan Anya padamu. Tolong jaga putriku baik-baik."     

"Jangan khawatir. Aku akan menjaganya," kata Aiden dengan tatapan tegas.     

Diana tersenyum menatap ke arah Aiden. "Sebelumnya, aku pernah menolak untuk menjual tanahku. Aku pikir, aku bisa mengulur waktu selama satu tahun hingga vanili yang aku tanam tumbuh. Dengan begitu, kami akan memiliki sedikit uang. Aku dan Anya sudah menanamnya sejak tiga tahun lalu dan aku merasa tidak rela kalau tidak sempat melihatnya tumbuh. Tetapi pada saat itu kamu ingin menggusur taman itu dan memindahkannya. Itu sebabnya aku menolak."     

"Semuanya salahku. Aku tidak memahaminya," kata Aiden dengan sedikit malu.     

Ia hanya tahu bahwa Diana menolak untuk menggusur tanahnya, tetapi tidak tahu alasan di baliknya.     

Menurut analisa internal dari perusahaan, mereka memperkirakan bahwa Diana tidak puas dengan harga yang diberikan. Atau mungkin karena taman itu adalah satu-satunya sumber penghasilan dari Diana dan putrinya.     

Tetapi ia tidak menyangka bahwa semuanya karena taman vanili di taman tersebut. Tanaman itu membutuhkan waktu tiga tahun untuk menghasilkan.     

"Aku terlalu keras kepala dan tidak mau memberitahukannya kepadamu. Kalau saja waktu itu kamu memberitahuku bahwa kamu akan mempertahankan taman vanilinya, aku pasti akan langsung menjual tanah sisanya. Dan mungkin semua ini tidak akan terjadi," kata Diana dengan senyum pahit.     

"Ibu, semuanya sudah lewat. Kalau ibu setuju untuk menjual tamannya, aku akan langsung mengaturnya. Aku ingin segera mengembalikan uangnya pada Paman Galih. Aku sudah tidak bisa menunggu," kata Anya.     

"Aku juga tidak suka berhutang pada orang lain. Selama taman vanili itu masih bisa dipertahankan, aku bersedia untuk menjualnya. Aku juga sudah setuju untuk menjual rumah dan membagi uangnya setengah dengan ayahmu. Setengahnya lagi yang kita dapatkan, berikan uang itu untuk membayar Galih. Setelah itu, kita bisa menjual rumah kecil kita dan membeli tanah baru untuk menanam bunga," kata Diana.     

Anya mengangguk, "Apakah ibu ingat paman penjual sayur di dekat rumah kita? Ia ingin membeli rumah kita dan menunggu ibu bangun."     

"Pria itu dan istrinya sangat baik. Mereka sering mengirimi kita sayur-sayuran. Kalau kamu mau menjual rumah itu kepadanya, kamu bisa memberikan harga yang sedikit lebih murah," kata Diana.     

"Baiklah. Aku akan langsung menghubungi mereka," kata Anya.     

"Resep parfumku tidak sempurna dan aku masih harus membuat penyesuaian besar. Imel tidak menggunakan resep itu. Kamu bisa menggunakan resep aslinya sebagai referensi untuk membuat produk baru."     

Diana berpikir sejenak dan kemudian melanjutkan. "Sebelumnya, aku koma lagi sebelum sempat menjelaskan banyak hal padamu. Aku akan berusaha untuk menjaga emosiku dan banyak beristirahat. Tidak usah khawatirkan ibu, kita akan segera kembali bersama lagi. Apa ada lagi yang kamu ingin tanyakan pada ibu?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.