Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Ingin Menikah!



Ingin Menikah!

0"Ingat, malam ini Keara bukan putri dari Keluarga Pratama, melainkan tunangan Ivan. Kamu harus memanggilnya kakak ipar," kata Aiden.     
0

"Bukankah Keara ingin membatalkan pertunangannya?" tanya Anya dengan penasaran.     

"Apakah kamu sudah mendengar bahwa ia mengumumkan pembatalan pertunangannya secara resmi?" Aiden tidak menjawab pertanyaan Anya.     

"Belum. Tetapi bukankah ia memang berniat untuk membatalkannya …"     

"Keara pernah berselingkuh dariku. Kalau Ivan yang berniat membatalkan pertunangan mereka, hubungan antara Keluarga Atmajaya dan Keluarga Pratama tidak akan terpengaruh. Tetapi Ivan membutuhkan bantuan dan dukungan dari Keluarga Pratama. Ia akan tetap menikahi Keara, suka atau tidak," kata Aiden sambil menatap Anya. "Jadi, kemungkinan besar Keara akan membuat masalah dan mungkin menaruh tanggung jawab atas pembatalan pertunangannya padamu."     

"Aku? Itu artinya, ia ingin membatalkan pertunangannya tetapi tidak ingin membahasnya terlebih dahulu. Ivan yang membutuhkan istri dengan latar belakang kuat juga tidak akan berinisiatif untuk membatalkan pertunangannya. Apakah Keara akan mencelakaiku?" Anya merasa sedikit bingung. "Apa yang akan ia lakukan?"     

"Aku juga tidak tahu apa rencananya. Tetapi kamu tidak perlu khawatir. Ada aku di sini," kata Aiden.     

"Bagaimana mungkin aku tidak khawatir kalau Keara berniat jahat padaku? Jika ia ingin membatalkan pertunangannya, mengapa ia harus mencari alasan dan membuat orang lain bertanggung jawab atas keinginannya?" gerutu Anya dengan kesal.     

"Keara tidak akan berani melakukan apa pun padaku. Ia juga tidak sebodoh itu hingga berani melakukan sesuatu pada Kak Maria atau Nico. Ia juga tidak ingin kesannya menjadi buruk di hadapan ayahku. Jadi, satu-satunya kemungkinan adalah dengan menyerangmu," Aiden menjelaskan.     

Anya terdiam sejenak. "Sepertinya kamu sangat mengenalnya …"     

Aiden tidak menyangka kalimat itu akan keluar dari mulut Anya. Ia pikir, istri kecilnya itu memikirkan apa yang akan dilakukan oleh Keara, tetapi ternyata ia malah cemburu karena Aiden bisa mengetahui rencana Keara dengan jelas.     

Aiden tertawa kecil mendengarnya, "Cemburu?"     

"Tidak!" Anya tidak mau mengakuinya. Tetapi diam-diam ia menggerutu pelan.     

"Tidak peduli meski penampilan, latar belakang keluarga atau kecerdasannya luar biasa, aku lebih suka bunga kecil berwarna putih yang cocok untuk di rumah. Rasanya enak dilihat," Aiden mengangkat dagu Anya dengan lembut dan menciumnya.     

Bunga kecil putih yang dimaksud Aiden adalah Anya. meski tubuh Anya cukup tinggi, bagi Aiden yang bertubuh besar, Anya selamanya akan menjadi istri kecilnya. Dan kulit Anya yang putih membuatnya terlihat seperti bunga berwarna putih.     

Wajah Anya memerah dan ia langsung mengalihkan pandangannya untuk menghindari ciuman Aiden.     

Aiden langsung tertawa terbahak-bahak melihat Anya yang malu-malu.     

"Keluarga yang kaya dan berkuasa seperti keluargamu memang memiliki berbagai cara untuk menjodohkan anak-anaknya. Siapa pun yang bisa menikah dengan Keara akan mendapatkan bantuan dari perusahaan keluarganya. Baik kemampuannya dan latar belakang keluarganya sangat disukai oleh para pria. Ia tidak perlu khawatir untuk mencari pasangan hidup dan ia juga memiliki selera pria yang baik," Anya mengatakannya sambil menatap Aiden dengan tersenyum. "Sayangnya ia terlambat karena kamu adalah milikku."     

Aiden tertawa mendengarnya. "Apakah kamu masih akan membiarkannya merebutku?"     

"Tidak akan!" kata Anya.     

"Hmm … Benarkah?" Aiden memeluk tubuh istrinya dan Anya mengangguk-angguk di dalam pelukan Aiden.     

Setengah jam kemudian, mereka tiba di rumah Keluarga Atmajaya.     

Mobil mereka melaju perlahan menuju ke taman rumah tersebut dan berhenti di depan pintu masuknya. Begitu mereka turun, mereka bisa mendengar suara tawa dari ruang keluarga.     

Aiden menggandeng tangan Anya dan mengajaknya masuk ke dalam bersama-sama.     

Di sofa ruang keluarga lantai satu, seorang pria yang seusia Aiden sedang duduk, membuat semua orang di sekitarnya tertawa dengan candaannya.     

"Anya, Aiden, kalian sudah datang!" Maria baru saja keluar dari dapur dan melihat mereka berdua datang dari pintu. Maria langsung menyambut mereka dengan senang.     

"Bima, apakah ini kekasih Aiden sekarang? Cantik sekali. Pantas saja Aiden terpikat olehnya," Imel menatap Anya sambil tersenyum ramah.     

"Kak Ivan, selamat datang kembali," Aiden seolah tidak mendengar kata-kata Imel dan langsung memusatkan perhatiannya pada Ivan.     

Pandangan Ivan tertuju ke arah pintu masuk. Mendengar suara Aiden, ia langsung bangkit berdiri untuk menyambutnya.     

Anya melihat seorang pria yang mengenakan kemeja berwarna hitam sedang memandang ke arah mereka.     

Begitu mata mereka beradu, Anya merasa napasnya sedikit tercekat untuk beberapa saat. Itu benar-benar Ivan! Sosok kakak yang dulu selalu menjaganya dan menemaninya sejak kecil …     

Ivan masih tampan seperti dulu. Senyuman hangat selalu tersungging di wajah tampannya.     

Setelah melihat Anya, senyumnya sedikit membeku untuk beberapa detik dan kemudian ia kembali normal.     

"Anya, Aiden, lama tidak berjumpa," kata Ivan, menyapa mereka dengan senyuman.     

Hanya Imel yang menyadari bahwa tangan Ivan terkepal dengan rapat di samping tubuhnya. Ia hanya bisa menghela napas panjang.     

"Lama? Berapa lama memangnya? Di malam sebelum ulang tahun ayah, sepertinya aku melihat kakak di dekat Mid Valley," Aiden langsung membongkar rahasia kembalinya Ivan ke Indonesia.     

Ia tidak tahu apa yang direncanakan oleh Imel dan Ivan. Untuk menghentikan mereka, Aiden bahkan sengaja menyulitkan Ivan. Itu sebabnya Ivan tidak bisa hadir di ulang tahun Bima.     

"Aiden, aku sudah lama tidak melihatmu. Kalau aku kembali lebih awal, tentu saja aku akan mengunjungi ayah," jawab Ivan dengan tenang.     

"Mungkin kamu salah lihat," kata Bima untuk menyelesaikan perdebatan mereka.     

"Hari ini adalah makan malam keluarga. Aku rasa tidak pantas ada Ibu Imel di tempat ini," Aiden memandang ke arah Imel dengan dingin.     

Hati Imel terasa sakit. Sudah bertahun-tahun lamanya berlalu sejak ia menjadi kekasih Bima, tetapi hingga saat ini ia belum juga mendapatkan nama belakang secara sah.     

Setiap kali ia datang ke rumah Keluarga Atmajaya, Aiden selalu mencibir dan menghinanya.     

"Kamu bisa membawa wanitamu ke rumah ini, tetapi aku tidak bisa?" kata Bima dengan marah.     

"Anya berbeda. Sementara itu wanitamu …" Mata Aiden menyapu wajah Imel dengan jijik, "Kalau kamu ingin membawa kekasihmu pulang ke rumah, bawa saja. Nico juga bisa membawa banyak kekasihnya ke rumah. Tetapi tidak tahu berapa banyak kekasih yang ia miliki saat ini."     

Aiden sengaja mengatakannya, hanya untuk menunjukkan bahwa Anya adalah istri sahnya. Sementara itu, Imel hanyalah kekasih Bima semata. Sama seperti Nico yang suka bermain-main dengan banyak wanita …     

"Kamu hanya ingin membuatku marah. Mengapa kamu selalu menentangku?" gumam Bima dengan kesal.     

"Tidak usah dipikirkan, Bima. Aku tidak apa-apa," Imel mengelus tangan Bima dan berusaha untuk menghiburnya.     

"Tidak masalah bagimu jika orang luar hadir di makan malam keluarga. Tetapi anggota Keluarga Atmajaya akan merasa tidak nyaman," gerutu Nico.     

Ia tidak ingin bertengkar dengan Imel. Tetapi melihat kelicikan dan keserakahan wanita tua ini, ia menjadi tidak tahan.     

Nico telah kehilangan ayahnya. Ia tidak suka melihat kedua pamannya bertengkar, apa lagi kedua pamannya itu sangat baik padanya, seperti pengganti sosok ayah untuknya. Ia hanya berharap keluarga ini akan hidup dengan damai.     

Tetapi karena wanita yang satu ini …     

Karena ambisi Imel yang luar biasa, kedua pamannya menjadi musuh dan tidak bisa hidup dengan akur.     

"Nico, bagaimana kamu bisa berbicara pada nenekmu seperti itu?" Bima tidak akan menegur Aiden, tetapi ia tidak menyangka Nico akan melakukan hal yang sama pada Imel.     

"Kakek, apakah kakek sudah terlalu tua dan pikun? Nenekku sudah meninggal lebih sepuluh tahun yang lalu," Nico tertawa.     

"Selama bertahun-tahun, Imel sudah menderita karena aku. Aku masih memikirkan perasaan kalian sehingga aku tidak memberinya nama belakangku. Tetapi bukan berarti kalian bisa menghinanya di hadapanku," kata Bima sambil merangkul pundak Imel. "Hari ini aku memanggil kalian semua bukan karena aku ingin meminta pendapat kalian. Tetapi aku ingin memberitahu kalian bahwa aku akan menikah dengan Imel."     

Mendengar ayahnya tiba-tiba saja mau menikah, Maria langsung berkata, "Ayah! Bukankah malam ini ayah berniat mengundang Paman Tirta dan Tara untuk makan malam?"     

"Tirta bukan orang luar. Aku akan memintanya untuk menjadi saksi nikahku," kata Bima sambil tersenyum.     

Aiden menatap ke arah Nico dan berusaha berbicara dengan matanya. 'Waktunya aktingmu dimulai!'     

Setelah mendapatkan sinyal dari pamannya, Nico langsung mengangguk dan mengancam Bima. "Aku tidak setuju. Kakek hanya bisa memilih salah satu di antara kita, aku atau dia!"     

"Kalian semua memiliki keluarga. Aku sudah tua. Aku juga ingin memiliki keluargaku sendiri dan memiliki pendamping hidup yang bisa menemaniku. Apa salahnya? Aku selama ini hidup sendirian meski istriku sudah meninggal lebih dari sepuluh tahun. Sekarang aku ingin Imel menemaniku."     

Setelah mengatakannya, Bima meraih tangan Imel dan mengangkatnya. "Hari ini, aku tidak minta pendapat kalian. Meski kalian tidak senang sekali pun, aku akan tetap menikahi Imel."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.