Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Rasa Sakit Hati yang Terpendam



Rasa Sakit Hati yang Terpendam

0"Anggap saja aku sedang membawamu ke bioskop untuk melihat kemampuan akting semua orang," suara Aiden tidak terlalu keras, tetapi semua orang yang ada di ruangan itu bisa mendengarnya.     
0

Anya benar-benar ingin menggali lubang dan bersembunyi di dalamnya. Mengapa ia harus memancing Aiden sehingga suaminya itu berkata demikian?     

Mengapa mulutnya itu terlalu bocor?     

Seharusnya ia tahu bahwa mulut Aiden sangat tajam dan ia akan mengatakan apa pun yang ia mau tanpa memikirkan perasaan orang lain.     

Bima melotot ke arah Aiden dengan marah. "Kita semua adalah orang munafik. Kita semua berakting. Hanya kamu yang paling asli …" sindirnya.     

"Aku punya ayah, tetapi rasanya aku tidak memilikinya. Kalau kamu tidak memiliki kepribadian yang baik, tidak usah berpura-pura. Kalau kamu tidak menyukaiku, untuk apa kamu memanggil aku ke rumah ini?" Aiden berpikir bahwa mereka hanya akan malam. Begitu masuk, ia merasa seperti melihat sebuah pertunjukkan berpura-pura sebagai keluarga yang harmonis.     

Siapa yang tahu ternyata Bima mengumumkan bahwa ia ingin menikahi Imel. Ia tidak akan datang ke rumah ini kalau ia tahu ini rencana Bima.     

"Jangan marah, Bima. Aiden memang selalu bersikap jujur. Mengapa kamu selalu kesal padanya?" kata Tirta.     

"Lihat saja. Rasanya aku seperti berhutang uang jutaan padanya. Apakah ia putraku atau penagih hutang?" Bima mengatakannya sambil terengah-engah.     

"Apakah hanya sebegitu murahnya hubungan antara ayah dan anak? Tidak heran penculik itu meminta tebusan sebesar milyaran. Kamu lebih baik membiarkan orang-orang itu menyakitiku daripada menyelamatkanku. Ternyata hubungan kita hanya bernilai jutaan," Aiden bangkit berdiri dan menendang meja kopi di hadapannya.     

Suara gedebuk yang keras terdengar dari ruang keluarga. Maria sangat terkejut dan langsung menghampiri asal suara tersebut.     

Keara tahu Aiden memiliki temperamen yang buruk, tetapi ia tidak menyaka Aiden akan menendang meja di hadapan semua orang.     

Tirta juga terkejut. Tetapi bagaimana pun juga, semua ini adalah masalah Keluarga Atmajaya. Ia tidak memiliki kapasitas untuk ikut campur.     

Anya merasa kepalanya berdengung. Bagaimana semua ini bisa terjadi? Ia tidak bisa berkata- apa-apa.     

Ia hanya bisa melihat meja di hadapannya terguling, salah satu kakinya patah. Buah-buahan yang ada di meja langsung menggelinding di tanah.     

Ketika melihat kejadian ini, Maria langsung tersentak.     

"Aiden, minta maaflah pada ayahmu," Maria langsung menghampiri Aiden dan menepuk bahunya, berusaha untuk menenangkannya.     

"Aiden, kamu keterlaluan! Bagaimana kamu bisa menendang meja di hadapan ayah?" tegur Ivan.     

"Ivan, apakah kamu berani sekali lagi bilang aku keterlaluan?" tanya Aiden sambil mengalihkan pandangannya ke arah Ivan.     

Anya melihat situasinya menjadi semakin panas. Ia segera menarik tangan Aiden, "Aiden tenanglah."     

Namun Aiden tetap tidak mendengarkannya. Rasanya semua unek-unek yang terpendam di dalam hatinya tumpah hari ini. "Kalau kamu yang diculik saat itu, ia akan mengeluarkan berapa pun uang yang ia miliki untuk menyelamatkanmu. Tidak hanya satu milyar, bahkan sepuluh milyar pun akan ia bayar. Sementara itu, kalau aku, ia lebih baik membiarkan aku mati."     

"Aiden, ayah juga sedang kesulitan saat itu. Ia tidak memiliki uang kontan sebanyak itu untuk menyelamatkanmu. Kalau para penculik itu tidak mendapatkan uangnya, ayah pikir mereka juga tidak akan berani melukaimu," Ivan berusaha menjelaskan.     

"Ivan, diamlah! Kamu tidak pernah merasakan rasanya dibuang. Kamu tidak pernah merasakan rasanya ditinggalkan. Bagaimana mungkin kamu bisa ikut campur dalam masalah ini dengan mudahnya," kata Aiden sambil memandang Ivan dengan dingin. "Kamu tidak tahu bagaimana rasa sakitnya memiliki kaki yang lumpuh dan tidak bisa digerakkan. Kamu tidak tahu bagaimana rasanya saraf-saraf di tubuhmu mati. Kamu tidak tahu bagaimana perasaanku saat dokter bilang aku tidak akan bisa bangkit berdiri dan berjalan lagi. Apakah kamu bisa mengerti?" Aiden mengatakannya secara sekaligus, wajahnya terlihat sangat dingin dan tanpa emosi seolah ia sudah muak dengan keluarga ini.     

"Aku kehilangan mata, telinga dan juga penciumanku dalam ledakan itu. Apakah kamu tahu rasa sakitnya? Kamu hanya mengalami sakit punggung, tetapi ia sudah mengundang Dokter Tirta untuk datang ke rumah dan memeriksamu. Kamu mendapatkan semua kasih sayang darinya. Apa hakmu menyebut aku keterlaluan?" raung Aiden dengan marah.     

Mata Anya memerah, bisa merasakan rasa sakit yang suaminya rasakan. Ia memeluk Aiden dengan erat, berharap pelukannya bisa sedikit menyembuhkan luka di hati Aiden.     

Mendengar hal ini, Maria juga diam-diam menghapus air matanya.     

"Aiden …" Keara terkejut melihat sikap Aiden. Tidak ia sangka, ternyata Aiden menderita rasa sakit yang luar biasa seperti ini.     

"Percaya atau tidak, aku tidak pernah berniat untuk menyerahkan nyawamu begitu saja. Bukannya aku enggan untuk memberikan uang itu, aku hanya salah memperkirakan konsekuensinya. Hatiku juga sakit melihatmu terluka seperti itu," kata Bima dengan sedih.     

"Kalau begitu, jangan melakukan sesuatu yang akan lebih menyakitiku. Kalau kamu bersikeras menikahi wanita itu, aku akan menguburkanmu bersama dengan wanita itu dan putranya," setelah mengatakannya, Aiden meraih tangan Anya dan meninggalkan ruangan tersebut.     

"Dasar anak kurang ajar! Apa yang kamu katakan? Kamu berniat untuk membunuh kami semua?" Bima bangkit berdiri dengan marah.     

"Tidak percaya? Lihat saja!" mata Aiden seolah mengatakan bahwa ia tidak bercanda. Ada kebencian dan rasa ingin membunuh yang luar biasa di dalamnya.     

"Aiden, Aiden …" Maria langsung mengejar Aiden ke depan pintu.     

"Kak Maria, Ivan pulang dengan alasan untuk memulihkan dirinya dan Imel ingin menikah dengan ayah. Kakak sendiri juga mengerti kan rencana apa yang sedang mereka buat? Peringatkan Nico untuk berhati-hati. Aku tidak mau makan bersama dengan wanita itu dan putranya. Aku akan pulang lebih dulu," kata Aiden dengan sedikit lebih tenang.     

Ia memang tidak menyukai ayahnya dan Ivan, tetapi ia tetap menghargai Maria dan Nico.     

"Aku tahu. Aku akan mencoba membujuk ayah. Jangan khawatir. Ivan berbeda dari ibunya. Ia juga akan tinggal selama beberapa hari di rumah. Aku akan mencoba untuk berbicara dengannya," kata Maria dengan tenang.     

"Kak Maria, masuklah. Aku yang akan menemani Aiden. Jangan khawatir," kata Anya.     

Selama perjalanan pulang, Aiden tidak mengatakan apa pun. Anya memegang tangan Aiden dengan lembut.     

Pengawal yang mengantar mereka bertanya dengan hati-hati. "Tuan, ke mana kita akan pergi?"     

"Pulang," jawab Aiden dengan singkat.     

Anya langsung mengirimkan pesan pada Hana, memberitahu bahwa mereka akan pulang untuk makan malam.     

Saat ia baru saja mengirimkan pesan, ponselnya berbunyi. Raka meneleponnya lagi.     

Aiden sedang marah. Mana mungkin ia berani mengangkat telepon Raka di depannya. Sehingga Anya langsung menutup teleponnya tanpa memikirkannya.     

Tetapi Raka tidak menyerah dan terus meneleponnya lagi.     

"Jawab saja teleponnya," kata Aiden dengan tidak sabar.     

"Raka yang menelepon," Anya menatapnya dengan berhati-hati.     

"Nyalakan speakernya." Aiden ingin mendengar bagaimana penjelasan Raka mengenai kejadian sepuluh tahun lalu. Keluarga Mahendra menyelamatkan Anya, tetapi juga memberikan Anya kembali pada ayahnya …     

Anya tidak bisa menolak Aiden. Aiden sedang sangat marah, tetapi telepon Raka malah seperti korek api yang sudah siap menyalakan bomnya.     

Sepertinya Raisa benar-benar tidak beruntung. Tidak ada gunanya untuk memohon …     

Anya memencet tombol jawab. "Raka, aku sedang berada di mobil. Apa yang bisa aku bantu?"     

Raka tertegun sejenak. Anya tidak pernah berinisiatif untuk memberitahu di mana ia berada. Tetapi tiba-tiba saja Anya memberitahunya saat ini. Itu artinya ia sedang bersama dengan Aiden di dalam mobil dan Aiden juga bisa mendengar pembicaraan mereka …     

"Aku dengar Kak Ivan sudah kembali. Apakah kamu sudah bertemu dengannya?" tanya Raka.     

"Iya. Dia kembali untuk pemulihan. Kalau kamu ingin mencarinya, telepon saja. Aku baru saja pulang dari rumah Keluarga Atmajaya," kata Anya.     

Raka langsung paham. Kalau Anya pulang dari rumah Keluarga Atmajaya pada jam segini, itu artinya mereka tidak sempat makan malam.     

Begitu bertemu dengan Ivan, Aiden pasti bertengkar dengannya dan suasana hatinya pasti sedang tidak baik sekarang.     

"Aku meneleponmu untuk meminta maaf. Ayahku bilang saat itu Bibi Mona sampai berniat untuk bunuh diri karena keguguran. Ayahmu bersikeras untuk membawamu pulang. Kalau ayahku tidak mengembalikanmu, ia mengancam akan menghancurkan reputasi Keluarga Mahendra. Ayahku tidak punya pilihan lain. Anya, aku minta maaf. Aku benar-benar tidak tahu," kata Raka dengan menyesal.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.