Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Masih Bisa Selamat



Masih Bisa Selamat

0"Anya, kondisi ibumu memburuk. Pak Abdi sudah menunggumu di bawah. Cepat pergilah ke rumah sakit," kata Aiden dari telepon.     
0

Anya terkejut mendengarnya. Ia langsung melompat dari tempat tidurnya dan mengganti bajunya.     

Ia bahkan tidak sempat mandi dan hanya membasuh wajahnya. Kemudian ia turun ke bawah sambil berlari …     

Ketika melihat Anya datang, Abdi dan seorang pengawal Aiden sudah menunggunya. Ia langsung membukakan pintu untuk Anya.     

Sepanjang perjalanan, Anya merasa tercekat. Jantungnya seolah naik ke tenggorokannya.     

Ketika ia pergi dari rumah sakit kemarin, ibunya masih baik-baik saja. Mengapa tiba-tiba kondisinya memburuk?     

Kemarin, ia berpikir bahwa ibunya sudah baik-baik saja dan akan segera keluar dari rumah sakit selama ia cukup beristirahat.     

Abdi tahu bahwa Anya sedang terburu-buru sehingga ia tidak lupa untuk menyuruh Anya mengencangkan sabuk pengamannya. Ia menyetir dengan laju cepat sehingga tidak sampai setengah jam, mereka sudah tiba di rumah sakit.     

Anya menguncir rambutnya yang berantakan dan mengikatnya menjadi cepolan kecil.     

Begitu tiba, ia langsung berlari ke arah lift. Abdi dan pengawal Aiden bahkan tidak sempat bereaksi saat Anya langsung melesat pergi.     

Anya langsung menuju ke lantai teratas, area khusus pasien VIP. Ia bergegas menuju ke kamar ibunya, tetapi menemukan bahwa kamar itu sudah kosong.     

Rasanya ia bisa mendengar suara retakan hatinya. Jantungnya berdebar dengan sangat keras sehingga telinganya tidak bisa mendengar apa pun.     

Tanpa sadar, air matanya mengalir ...     

"Ibu … Ibu …" Anya keluar dari kamar tersebut sambil menangis. Tangannya berusaha untuk mencari ponselnya agar ia bisa menghubungi Aiden. Tetapi tangannya itu bergetar hebat sehingga ia sulit untuk melakukannya.     

"Anya!" Aiden baru saja keluar dari ruang dokter saat melihat Anya berdiri di koridor sambil gemetaran dan menangis seperti anak kecil.     

"Aiden, ibuku … Ibuku tidak ada di kamar. Apakah ia …"     

"Ibumu sedang berada di ICU. Kondisinya sudah pulih dan ia akan kembali ke kamar ini dalam tiga jam. Jangan takut. Semuanya baik-baik saja!" Aiden bergegas melangkah menghampiri Anya dengan langkah panjang dan menarik tubuh istrinya ke dalam pelukannya.     

"Ketika aku tidak melihat ibuku di kamar, aku pikir … Aku benar-benar takut setengah mati. Aiden, aku takut ada yang terjadi pada ibuku. Aku …" Anya menangis di pelukan Aiden dan memegang baju Aiden dengan erat.     

Aiden menepuk punggung Anya, seperti sedang menenangkan anak kecil yang ketakutan. "Tidak apa-apa. Jangan takut. Aku akan membawamu menemui ibumu."     

Anya mengangguk dan menuruti kata Aiden sambil menghapus air matanya.     

Aiden meminta tisu dari pengawalnya dan menghapus air mata di wajah Anya dengan lembut. "Jangan menangis lagi. Ibumu akan ikut sedih kalau melihatmu menangis seperti ini."     

Anya hanya mengatupkan bibirnya dan tidak mengatakan apa pun. Tetapi ia menuruti kata-kata Aiden dan berhenti menangis. Setelah menata perasaannya, ia mengikuti Aiden menuju ke ruang ICU.     

Diana berbaring dengan tenang di ruang ICU. Detak jantungnya dan tekanan darahnya sudah kembali normal.     

Ketika melihat hal tersebut, Anya merasa jauh lebih lega. "Setelah kita pulang kemarin, keadaan ibuku baik-baik saja. mengapa semua ini tiba-tiba terjadi?"     

"Sekitar jam delapan tadi pagi, Bibi Indah dan Keara datang untuk mengunjungi ibumu dan membawa bunga. Mereka tidak menetap terlalu lama. Mereka keluar dari kamar ibumu jam sembilan pagi dan ibumu baik-baik saja saat mereka pergi. Tetapi ketika dokter berkeliling untuk memeriksa keadaan pasien pada jam sepuluh, ia menemukan bahwa ia tidak bisa membangunkan ibumu," Aiden menceritakan apa yang terjadi tadi pagi pada Anya.     

"Ibuku tidak akan seperti ini secara tiba-tiba. Pasti ada sesuatu yang mereka katakan sehingga memicu emosi ibuku," kata Anya dengan mata yang muram.     

"Aku sudah memeriksa bunga yang mereka berikan dan tidak ada apa pun. Di dalam kamar, tidak ada kamera CCTV sehingga tidak ada yang tahu apa yang mereka bicarakan," Aiden menatap Anya dan bertanya, "Apakah kamu mau memasang CCTV di dalam?"     

Anya menggelengkan kepalanya. "Tidak usah memasang CCTV. Di dalam kamar ini ibuku juga harus mandi, berganti pakaian dan sebagainya. Ketika kita pulang kemarin, bukankah kita sudah bilang bahwa selain keluarga, tidak ada yang boleh mengunjungi ibu?"     

Kepala rumah sakit dan beberapa dokter serta suster sedang berdiri bejajaran. Mereka hendak meminta maaf atas keteledoran mereka. Ketika mendengar kata-kata Anya, keringat mengalir di punggung mereka.     

"Maafkan kami, Nona. Semua ini adalah kesalahan dari pihak rumah sakit," kepala rumah sakit dan para dokter beserta para suster membungku bersamaan.     

Anya menoleh ke belakang dan melihat beberapa orang berbaris di hadapannya. Ia merasa sangat marah karena orang-orang di rumah sakit ini tidak mengikuti permintaannya sebagai satu-satunya anggota keluarga Diana.     

Mereka membiarkan Indah dan Keara masuk ke dalam kamar ibunya.     

Tetapi ia juga berterima kasih pada mereka karena menyelamatkan ibunya tepat waktu.     

Kalau sampai terlambat sedikit saja …     

Anya tidak berani membayangkan apa yang akan terjadi.     

"Ibuku baru saja bangun dan masih tidak stabil. Aku tidak ingin ada siapa pun yang mengganggunya. Kemarin aku sudah bilang bahwa tidak ada yang boleh mengunjunginya selain keluarga. Mengapa kalian membiarkan orang lain masuk?" kata Anya dengan dingin.     

"Maafkan kami, Nona. Semua ini salah kami. Nyonya Indah dan Nona Keara datang dan mengatakan bahwa ingin bertemu dengan Nyonya Diana. Suara mereka terdengar sampai ke dalam ruangan dan Nyonya Diana yang mempersilahkan mereka untuk masuk."     

"Ibuku yang menyuruh mereka masuk?" Anya terkejut mendengarnya. Mengapa ibu mau bertemu dengan istri dan putri dari Galih?     

"Benar. Tidak ada pertengkaran yang terjadi di dalam ruangan ketika mereka masuk. Setelah Nyonya Indah pergi, ia bahkan mengatakan agar Nyonya Diana banyak beristirahat. Setelah itu, saya datang untuk memeriksa sendiri kondisi Nyonya Diana dan kondisinya sangat baik. Ia hanya mengatakan bahwa ia lelah dan ingin beristirahat. Namun, pada saat dokter berkeliling untuk memeriksa kondisi pasien, Nyonya Diana kembali koma dan tidak bangun," kepala suster memberitahu situasi yang terjadi.     

"Katakan padaku yang sejujurnya, apakah ibuku koma karena kedatangan tamu?" tanya Anya.     

Wajah dokter yang bertanggung jawab untuk menjaga Diana terlihat sedikit berubah. Ia langsung menoleh, menatap kepala rumah sakitnya. Wajah kepala rumah sakit itu terlihat bingung dan ia berkata, "Nyonya Diana sudah koma untuk waktu yang sangat panjang. Setelah terbangun, kondisinya masih tidak stabil dan memungkinkan untuk kembali koma."     

"Dalam kondisi yang tidak stabil, ada kemungkinan bahwa ia akan koma lagi. Kemarin ayahku juga masuk ke dalam ruangan itu dan bahkan bertengkar dengannya. Namun, tidak ada yang terjadi padanya. Mengapa hari ini ia tiba-tiba koma lagi? Pasti ada sesuatu yang terjadi dan membuat emosinya tidak stabil. Apakah aku benar?" Anya menatap ke arah dokter yang bertanggung jawab.     

Dokter tersebut tidak menjawab. Ia kembali menatap kepala rumah sakit, meminta bantuan dari atasannya. Sementara itu, kepala rumah sakit tersebut hanya bisa memandang Aiden dengan ngeri.     

Pada saat ini, Aiden terlihat seperti harimau yang ganas, siap untuk mengoyak mereka kapan saja.     

Jelas-jelas Aiden mengatakan pada mereka agar tidak ada satu orang pun yang mengganggu istirahat Diana, tetapi mereka malah membiarkan tamu masuk dan membuat Diana kembali koma.     

"Apakah pertanyaanku sulit untuk dijawab? Kalian hanya perlu menjawab iya atau tidak," Anya menatap semua petugas rumah sakit di hadapannya.     

"Maafkan kami!" kepala rumah sakit dan para petugas tersebut meminta maaf kembali pada Anya.     

"Anya, jangan seperti ini!" Aiden memeluk Anya, berusaha untuk menenangkannya. Hatinya ikut sakit melihat Anya sedih seperti ini.     

Tidak ada gunanya untuk memarahi semua orang ini di depan umum.     

"Apakah aku harus diam saja dan berpura-pura tidak tahu? Hari ini ibuku masih bisa selamat. Tetapi kalau ada sesuatu yang terjadi, siapa yang akan bertanggung jawab?" Anya menangis dengan pahit.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.