Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Kebaikan



Kebaikan

0"Apa yang terjadi pada nenek itu?" tanya Anya.     
0

Wajah Aiden terlihat lebih dingin saat membicarakan mengenai nenek yang ditolong oleh Anya. "Nenek itu menerima uang dari seseorang. Ia ditugaskan untuk membawamu ke tempat yang sepi dan gelap di tempat parkir bawah tanah rumah sakit."     

Anya hanya terdiam mendengarnya. Ia sama sekali tidak menyangka wanita tua seperti itu juga bisa melakukan kejahatan.     

"Anya, apakah kamu pernah berpikir apa yang akan terjadi kalau saja aku tidak datang tepat waktu?" mata Aiden terlihat penuh dengan kemarahan saat menatap istrinya.     

Anya hanya bisa menundukkan kepalanya, tidak berani menatap suaminya.     

"Kamu ditinggalkan di pinggir jalan begitu saja karena orang-orang itu tahu bahwa aku sudah menemukan lokasimu dari CCTV di jalan raya. Mereka takut aku akan menemukan mereka kalau mereka tetap membawamu. Pada akhirnya, mereka memutuskan untuk meninggalkanmu dan melarikan diri. Kalau aku tidak berhasil menemukanmu, mungkin kamu sudah dibawa ke rumah sakit lain. Begitu tes kecocokan ginjalmu dan Deny berhasil, ia akan langsung mengoperasimu saat itu juga. Apakah kamu pikir kamu masih bisa selamat?"     

"Tes kecocokan itu, baik berhasil maupun gagal, mereka tidak akan pernah membiarkanmu kembali hidup-hidup. Apakah kamu sadar itu?" tanya Aiden.     

Meski tes kecocokan itu gagal sekali pun, orang-orang tersebut tidak akan mau mengambil resiko dilaporkan oleh Anya. Mungkin saja ia akan langsung membunuh Anya untuk menghilangkan saksi …     

"Aku … Maafkan aku. Aku tidak memikirkannya baik-baik. Aku hanya berniat untuk membantu nenek itu karena nenek itu sudah tua," kata Anya dengan suara pelan.     

Saat mendengar penjelasan Aiden, Anya merasa benar-benar ketakutan. Kalau Aiden tidak menjemputnya hari ini, tidak peduli tes kecocokan itu berhasil atau tidak, ia tetap akan mati.     

Aiden duduk di pinggir tempat tidur dan mengulurkan tangannya untuk membelai wajah Anya dengan lembut. "Aku tahu kamu berniat baik. Tetapi aku hanya memintamu untuk lebih berhati-hati dan tidak mudah percaya pada orang lain."     

Anya hanya bisa terdiam. Ia menutup bibirnya rapat-rapat dan akhirnya berkata dengan suara pelan. "Mengapa orang lain tidak hidup dengan berbuat baik saja? Mengapa mereka harus melakukan kejahatan?"     

Aiden terdiam sejenak. Istri kecilnya ini sedang memikirkan mengapa orang lain tidak bisa berbuat baik dan mengapa orang lain memutuskan untuk berbuat jahat …     

Apakah Anya tidak tahu bahwa pada dasarnya semua orang di dunia ini terlahir jahat?     

Tidak ada satu orang pun di dunia ini yang memiliki hati murni. Mereka lebih mementingkan kepentingan dan diri mereka sendiri …     

"Anya, aku berharap kamu tidak hanya menjadi orang yang baik. Aku juga ingin kamu bertumbuh dewasa, menjadi lebih bertanggung jawab dan berhati-hati. Seperti saat kamu memaafkan Raisa atau mungkin nenek yang baru saja kamu tolong, itu bukan kebaikan tetapi kebodohan. Ketidaktahuan dan kebodohan juga termasuk perbuatan buruk. Kamu harus memahami apa yang baik dan buruk," kata Aiden dengan tenang.     

Anya merasa sedikit kecewa dan ia bertanya kepada Aiden, "Lalu apa sebenarnya kebaikan yang sesungguhnya?"     

"Kalau memang kamu tidak bisa membantu orang lain, setidaknya kamu tidak menyulitkan mereka. Seperti saat melihat perampok, meski kamu tidak bisa membantu untuk melawannya, kamu bisa menelepon polisi dari pinggir. Bukankah itu juga kebaikan? Kamu tidak harus menangis saat melihat orang lain bersedih, tetapi kamu juga tidak boleh menertawakannya …"     

Aiden berhenti sesaat dan menggunakan dirinya sebagai contoh, "Contohnya saja aku. Sebagai CEO sebuah perusahaan besar, kalau aku tidak bisa meningkatkan gaji pegawaiku, setidaknya aku tetap membayar gaji mereka tepat waktu. Aku tidak harus selalu membantu orang lain, tetapi aku juga tidak akan menyulitkan mereka."     

Anya mengedipkan matanya. "Sesederhana itu?"     

"Sesederhana itu. Kalau kamu ingin menjadi orang baik, lakukan apa saja yang kamu mampu. Tetapi kamu juga harus ingat bahwa melakukan kebaikan tidak boleh dengan mempertaruhkan dan merugikan dirimu sendiri," kata Aiden.     

"Aku paham," Anya menganggukkan kepalanya dengan patuh.     

"Benarkah?" Aiden menatapnya dengan seksama.     

Anya langsung tersenyum pada suaminya. "Terima kasih sudah mengajariku, Pak Guru. Aku senang bisa belajar darimu."     

"Siapa yang mau dipanggil guru olehmu … Panggil aku suami," Aiden mencubit hidung Anya dengan gemas.     

"Suamiku, suamiku, suamikuuu …" Anya memanggilnya tiga kali berturut-turut. Pada panggilan terakhir, Anya sengaja memanjangkan panggilannya, membuat Aiden meleleh.     

"Dasar," Aiden mengangkat dagu Anya dengan lembut dan mengecup bibirnya.     

Hari ini, ia benar-benar ketakutan setengah mati. Tidak pernah seumur hidupnya ia merasa ketakutan seperti ini. Ketika tahu Anya diculik, Aiden bahkan bisa mendengar suaranya sendiri gemetaran.     

Untung saja ia bisa menyelamatkan Anya tepat waktu. Untung saja Anya baik-baik saja …     

Untung saja …     

Aiden benar-benar ketakutan saat memikirkan ia hampir saja kehilangan wanita yang dicintainya.     

Anya merasa pusing karena ciuman Aiden yang panjang. Suaminya itu tidak mau melepaskannya hingga ponsel Aiden tiba-tiba berbunyi.     

Aiden langsung menegakkan tubuhnya dan mengangkat panggilan tersebut di dekat jendela, sedikit menjauh dari Anya. "Bagaimana?"     

"Tuan, saya sudah menangkap orang-orangnya. Sampel darah itu dikirimkan ke Rumah Sakit Dartha," kata pria di seberang telepon.     

"Siapa yang menyuruh mereka melakukannya?" tanya Aiden.     

"Mereka adalah organisasi kriminal dan menerima perintah tersebut tanpa tatap muka. Mereka tidak pernah bertemu dengan klien mereka. Selama ada uang, mereka akan melakukan perintah orang tersebut."     

"Serahkan orang-orang itu pada polisi dan segera kembalilah," Aiden menutup teleponnya dan langsung menghubungi Tirta.     

Begitu panggilan tersebut tersambung, Aiden langsung menjelaskan semua pada Tirta.     

Setelah mendengar apa yang terjadi, Tirta langsung terkejut. Tidak ia sangka bahwa rumah sakitnya telah dieksploitasi oleh penjahat.     

Mereka melakukan kejahatan ini di laboratorium rumah sakitnya!     

"Aiden, jangan khawatir. Aku akan segera mencari tahu siapa yang mengambil sampel darah ini. Kalau sampel darah itu sudah dikirimkan ke laboratorium, aku akan segera meminta hasilnya untukmu," kata Tirta.     

"Aku ingin tahu hasil tesnya, terutama hasil hubungan darah," kata Aiden dengan suara pelan agar Anya tidak bisa mendengarnya.     

Tirta terkejut saat mendengar permintaan Aiden. Apakah Anya sebenarnya bukan putri Deny?     

"Aku mengerti. Aku sendiri yang akan memberikan hasil tes itu kepadamu," kata Tirta.     

"Baiklah," setelah itu, Aiden langsung menutup telepon.     

Satu jam kemudian, cairan infus Anya sudah habis dan ia bisa pulang ke rumah.     

Begitu tiba di rumah, waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Hana sudah menyiapkan berbagai makanan untuknya, takut Anya akan jatuh sakit karena terlambat makan.     

Melihat Anya pulang, Hana langsung bergegas menghampirinya dan memeluknya dengan erat. "Anya, untung kamu baik-baik saja. Cepat makan. Jangan sampai sakit!"     

"Terima kasih, Bu Hana," Anya tersenyum tipis dan tidak banyak berbicara. Ia terlihat sangat kelelahan dan sudah tidak punya tenaga untuk melakukan apa pun.     

Setelah makan, ia segera mandi air hangat dan mengganti pakaiannya dengan pakaian rumah yang nyaman. Ia memutuskan untuk menghabiskan sore harinya dengan duduk di sofa ruang keluarga sambil memakan buah dan bersantai.     

Saat ia sedang membaca bukunya dan bersandar dengan malas di sofa, Aiden menghampirinya dan memberikan ponselnya kepadanya. "Paman Galih menelepon. Ia dengar bahwa ibumu jatuh koma lagi sehingga ia ingin mengunjunginya. Tetapi ia dihentikan oleh petugas rumah sakit."     

"Aku tidak akan membiarkan dia mengunjungi ibuku. Ibuku tidak akan seperti ini kalau bukan karena dia!" Anya tidak mau menjawab telepon tersebut. Tetapi ia tidak tahu bahwa panggilan tersebut sebenarnya sudah terhubung.     

"Paman Galih, kamu sudah dengar apa yang Anya katakan. Ia tidak mau istirahat ibunya diganggu. Pulanglah!" kata Aiden dengan dingin.     

"Aiden, Anya kedengarannya marah padaku. Mengapa ibunya tiba-tiba kembali koma?" tanya Galih.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.