Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Pesta Pernikahan yang Tertunda



Pesta Pernikahan yang Tertunda

0"Bibi memang sangat cantik. Tidak heran Raka tidak bisa melupakannya." Nico ikut berkomentar saat melihat Anya dari kejauhan.     
0

Ketika mendengar hal ini, Aiden langsung memandang Nico dengan dingin, membuat Nico mundur ke belakang. Lehernya ikut menciut seperti kura-kura yang ingin kabur ke dalam tempurungnya. "Paman, apakah aku salah?"     

"Apakah kamu bertemu dengan Raka semalam?" tanya Aiden.     

"Prosedur pemindahan tanah milik Keluarga Tedjasukmana masih belum selesai. Raka akan mencoba untuk mendesak Keluarga Tedjasukmana lagi minggu ini," jawab Nico.     

"Tanah milik Keluarga Tedjasukmana akan menjadi milikku. Kalau Raka memang ingin menyelamatkan Raisa, ia harus memberikan tanahnya di pusat komersial," begitu mengatakannya, Aiden melihat Anya menghampirinya dengan senyum manis.     

Sambil berjalan menghampiri mobil suaminya, Anya mengambil sampel parfum barunya dari tas dan menyemprotkannya pada tubuhnya.     

Aromanya terasa menyegarkan dan elegan, tidak terlalu berlebihan. Aroma yang menenangkan ini akan bertahan lama hingga ia tiba di rumah Keluarga Atmajaya.     

"Paman, apakah kamu akan memaksa Deny untuk menjual tanahnya pada kita?" Nico mengerti arti di balik kalimat Aiden.     

Aiden sudah tidak berniat untuk meminta tanah Deny lagi karena ia bisa mendapatkan tanah itu dengan cara lain. Sementara itu, yang ia inginkan sebenarnya adalah tanah milik Keluarga Mahendra yang berada di pusat komersial.     

Mata Aiden sedikit memicing dan ia berkata dengan santai, "Natali atau Mona, mari kita lihat siapa yang Deny pilih."     

"Bagaimana ia bisa memilih antara putrinya atau istrinya? Ini adalah masalah yang sulit," Melihat Anya menghampiri mobil mereka, Nico langsung keluar dari mobil seperti seorang gentleman dan menyambut Anya. "Bibi!"     

"Nico, kamu juga ikut pulang?" Anya terkejut melihat ada Nicodi dalam mobil Aiden.     

"Tidak hanya aku, Bibi. Kakek juga memanggil Paman Ivan," Nico mengedikkan bahunya. Meski ia tidak tahu apa yang terjadi, tidak ada satu orang pun yang berani menentang perintah Bima.     

Anya menatap Aiden dengan gelisah. Sementara itu, dari dalam, Aiden memanggil Anya. "Masuklah. Nico kamu pindahlah ke mobil Anya."     

"Aku ingin ikut bersama dengan kalian! Aku bisa duduk di kursi depan," Nico tidak mau pindah. Masih ada banyak hal yang ingin ia tanyakan pada Aiden. Begitu pulang ke rumah, akan ada banyak orang dan tidak mudah baginya untuk berbicara berdua saja dengan Aiden.     

"Jangan bercanda …" Aiden mendengus dengan dingin.     

Nico tetap nyengir lebar, tidak memedulikan sifat pamannya yang dingin. "Aku hanya ingin tahu apa yang paman lakukan sehingga Deny lebih memilih untuk menjual tanahnya padamu dibandingkan Raka?"     

"Kamu tidak perlu tahu,"Aiden menolak untuk mengatakannya.     

"Aku akan bertanya pada ibuku!" Nico menjulurkan lidahnya dengan kesal. Ia tidak percaya masih ada hal yang tidak bisa ia cari tahu di dunia ini.     

Anya masuk ke dalam mobil dan duduk di samping Aiden. Ia menatap Aiden dengan sedikit cemas.     

"Ada berita dari kantor polisi. Katanya, tidak ada bukti langsung yang menunjukkan bahwa Mona yang menyuruh orang untuk menculikmu. Ia hanya menerima sampel darahmu karena ia sedang mencari donor ginjal. Bukan berarti ia yang memerintahkan orang untuk melakukannya," kata Aiden dengan serius.     

Ketika mendengar hal ini, Anya menjadi semakin dan semakin gelisah, "Lalu apa yang harus aku lakukan?"     

"Kamu tidak perlu melakukan apa pun, tidak perlu mengatakan apa pun. Berdiri saja di sampingku," Aiden memegang tangan Anya dengan lembut. "Kamu sangat wangi. Apakah ini parfum barumu?"     

"Hmm .." Anya mengangguk dan bertanya lagi. "Apakah ayahmu akan kesal karena masalah ini?"     

"Tidak usah memedulikan ayahku. Tidak peduli apa pun yang ia katakan, tidak usah mendengarnya. Berdirilah saja di sampingku. Kalau ayah melemparkan sesuatu, sembunyilah di belakangku. Jangan diam saja dan membiarkan dirimu terluka," Aiden menggenggam kedua tangan Anya dan meletakkannya dalam pangkuannya.     

Anya sudah tahu mengenai sifat Bima ...     

Saat Aiden mengubah gambar proyek pembangunan fase dua untuk menyelamatkan tamannya, Bima langsung menghajarnya.     

Beberapa saat lalu, di rumah Keluarga Atmajaya, Bima juga mengamuk hingga melemparkan cangkir teh dan melukai Nico.     

Bagaimana mungkin Anya tidak takut saat Aiden mengatakan Bima akan melempar sesuatu? Sepertinya masalah ini akan menjadi masalah besar …     

Dengan gelisah, Anya mengikuti Aiden menuju ke rumah Keluarga Atmajaya.     

Begitu melewati pintu, Anya bisa mendengar suara tawa dari ruang keluarga. Sepertinya, suasananya tidak seburuk itu …     

Maria datang dengan membawa sepiring buah-buahan dan melihat mereka datang dari pintu. Ia langsung menyambut dengan senang, "Kalian sudah datang. Paman Deny datang untuk membahas mengenai pernikahan Aiden dan Anya."     

Ekspresi di wajah Anya langsung terlihat menegang. Membahas mengenai pernikahan Aiden dan Anya? Kapan Anya mengatakan ia menginginkan hal itu?     

"Anya adalah putri sulung dari Keluarga Tedjasukmana. Meski Keluarga Tedjasukmana tidak semakmur dulu, tentu saja aku tidak akan membiarkan ia menikah tanpa merayakannya," Deny terlihat seperti ayah yang sangat mencintai putrinya ketika melihat Anya datang.     

Aiden langsung mencibir mendengarnya. "Paman Deny, kalau memang kamu ingin menikahkan putrimu, apakah kamu sudah menyiapkan hadiah untuk pernikahan kita?"     

Wajah Deny jadi terlihat canggung saat mendengar pertanyaan Aiden. "Rumah Keluarga Tedjasukmana adalah hadiah hadiah untuk pernikahan Anya dan aku juga akan memberikan perhiasan."     

Nico yang datang dari belakang langsung duduk di salah satu kursi. Ia menggoyang-goyangkan kakinya dengan tidak sabar. "Paman Deny, setahuku rumah itu bukan milikmu."'     

"Paman, lebih baik kamu mendengarkan Anya dan Aiden terlebih dahulu sebelum merencanakan pesta ini sendiri," kata Ivan.     

"Kami tidak berniat untuk mengadakan pesta sementara ini. Aku masih harus kuliah dan belum lulus. Aiden juga masih belum pulih betul dan banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan di kantor. Ketika aku lulus dan perusahaan Atmajaya berjalan dengan lancar tanpa perlu campur tangan Aiden, kami akan memberitahumu kalau kami berniat untuk menggelar pesta," kata Anya.     

Ia tidak memedulikan mengenai pesta. Selama ini, ia selalu hidup dengan sederhana, tidak seperti Keluarga Tedjasukmana yang mewah. Oleh karena itu, ia tidak peduli meski ia harus menikah dengan cara yang sederhana.     

Ditambah lagi, satu-satunya orang yang ingin melihat Anya menikah dan hidup dengan bahagia adalah ibunya. Sementara itu, saat ini ibunya masih berada di rumah sakit ...     

"Semuanya sudah datang. Aku akan meminta ayah untuk keluar," Maria berbalik dan berjalan menuju ke ruang kerja Bima.     

"Ah? Aku pikir Bima tidak ada di rumah …" Deny terlihat sedikit terkejut.     

Ia sudah datang cukup lama, tetapi Bima tidak turun untuk menemuinya. Hanya Maria yang menyambutnya. Kemudian, Ivan datang. Dan setelahnya, Nico, Aiden dan Anya juga datang secara bersama-sama.     

Tetapi ia sama sekali tidak melihat batang hidung Bima sejak awal …     

Deny tidak menyangka kalau Bima selama ini berada di rumah, tetapi ia tidak ingin keluar untuk menemuinya …     

"Deny …" Bima keluar dari ruang kerjanya dan melihat Deny. Ia langsung menyapanya sekilas.     

Deny merasa tenggorokannya sedikit tercekat. Memang Keluarga Atmajaya adalah keluarga nomor satu di kota ini dan ia merasa putrinya sangat luar biasa bisa menjadi bagian dari Keluarga Atmajaya tanpa dukungannya.     

Tetapi Bima juga tidak perlu bersikap arogan seperti ini, membiarkannya menunggu begitu lama.     

"Bima, aku baru dengar bahwa anak-anak kita telah menikah. Aku datang ke rumahmu untuk membahas mengenai pesta pernikahan mereka yang tertunda," kata Deny dengan tidak tahu malu.     

"Katanya kamu memberikan hadiah tanah saat putri keduamu bertunangan. Apa yang bisa kamu berikan untuk putri sulungmu?" tanya Bima.     

Wajah Bima kembali berubah saat membahas mengenai hadiah pernikahan. "Bima, ketika Keluarga Atmajaya dan Keluarga Tedjasukmana dulu bertunangan, aku sudah memberikan tanah yang sekarang kamu gunakan untuk perusahaanmu. Tanah untuk perusahaanmu itu adalah pemberianku. Apa lagi yang kamu minta?"     

"Jangan bercanda. Paman berbicara seolah paman yang membangun perusahaan Atmajaya. Saat itu, kami tidak mendapatkan tanah secara cuma-cuma. Kami membantu keluargamu, membeli tanah itu dengan harga yang tidak murah. Jangan mengatakan seolah-olah kami mengambil keuntungan darimu," mendengar kata-kata Deny, Nico langsung bangkit berdiri dan berteriak dengan marah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.