Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Gelas yang Kosong



Gelas yang Kosong

0"Nyonya Imel yang datang. Tuan Bima khawatir kalau Tuan Aiden tidak nyaman dengan kedatangan Nyonya Imel sehingga ia ingin memintanya untuk pergi," kata pelayan tersebut sambil memandang Anya dengan canggung.     
0

Gerakan tangan Anya berhenti sejenak. Ketika ia mengangkat kepalanya, matanya saling bertatapan dengan Maria.     

Maria menatap ke arah Aiden yang sedang duduk di sofa ruang keluarga dan berkata pada Anya. "Ayah sangat menyayangi Aiden, tetapi ia tidak tahu bagaimana cara menunjukkan rasa sayangnya."     

"Aiden juga tidak tahu bagaimana cara mengekspresikan perasaannya. Kalau ia bersedia untuk kembali ke rumah ini meski harus bertengkar dengan ayah, itu artinya ia sangat memedulikan keluarganya," kata Anya.     

"Setelah kecelakaan yang menimpanya, Aiden keluar dari rumah dan selalu bertengkar dengan ayah ketika kembali. Tetapi ayah masih tetap merasa senang karena Aiden mau kembali ke rumah ini," kata Maria dengan senyum sedih. "Aku juga menyalahkan ayah saat ia tidak mau membayar uang tebusan yang diminta oleh penculik tersebut."     

"Kak Maria …" Anya menatap Maria dengan terkejut.     

"Aiden sudah seperti putraku sendiri. Aku yang mengurusnya sejak kecil. Karena ayah tidak mau memberikan uang itu, akhirnya Aiden lah yang harus terluka. Walaupun aku tidak sampai keluar rumah, aku sempat tidak mau berbicara dengan ayah selama berbulan-bulan."     

Setelah itu, Maria menundukkan kepalanya dengan malu. "Suatu hari, ayah pulang dalam keadaan mabuk. Ia memegang tanganku dan sambil menangis berkata bahwa, jika ia membayar uang tebusannya, ia takut Aiden akan kehilangan harganya di mata penculik itu dan takut orang-orang tersebut akan langsung membunuhnya. Tetapi hingga saat ini, tidak ada satu orang pun yang mengerti dirinya. Kami semua menyalahkannya."     

"Ia tidak mau menyerahkan uang itu, bukan karena ia tidak mau kehilangan uangnya, tetapi karena ia tidak mau putranya mati. Ditambah lagi, Aiden sangat mirip dengannya. Itu sebabnya ia sangat menyayangi Aiden."     

Maria mengangguk sambil mengeluarkan daging panggang dari oven. Ia menaburinya dengan bumbu dan kemudian menyajikannya di atas meja.     

"Dari tiga putranya, ia paling mempercayai suamiku karena suamiku adalah putra sulungnya. Aiden adalah putra kesayangannya karena Aiden sangat mirip dengannya. Ivan lah yang paling tertekan di keluarga ini," kata Maria sambil melihat ke arah pintu. Ia melihat Bima sedang membawa Imel masih ke dalam.     

Mata Imel terlihat merah seolah ia baru saja menangis.     

Wajah Anya terlihat tidak nyaman saat kedatangan Imel. Ia langsung melihat ke arah sofa, takut Aiden akan kehilangan kendali atas emosinya dan pergi tanpa makan.     

Aiden sedang duduk di sofa sambil menelepon seseorang ketika mendengar suara sepatu hak tinggi dari pintu. Ia segera berbicara dengan singkat dan kemudian menutup teleponnya.     

Setelah itu, ia bangkit berdiri, meninggalkan ruang keluarga dan langsung menuju ke ruang makan. Wajahnya terlihat datar dan tanpa ekspresi, seolah ia sama sekali tidak melihat keberadaan Bima dan Imel.     

Bima terlihat sedikit malu dan berkata padanya. "Aiden, Bibi Imel hanya ingin datang mengunjungi Ivan. Ia akan pergi setelah makan malam.     

"Ini adalah rumahmu. Terserah saja apa yang ingin kamu lakukan pada tamumu," kata Aiden tanpa ekspresi di wajahnya. Namun, ia menekankan kata 'tamu' dengan tegas.     

Di Keluarga Atmajaya, tidak ada satu orang pun yang menganggap Imel sebagai anggota keluarga. Ia hanyalah tamu.     

Ketika mendengar bahwa Imel datang, Ivan langsung turun dari lantai atas.     

"Ibu, mengapa kamu datang?" wajah Ivan tidak menunjukkan kemarahan atau pun kegembiraan.     

"Aku pergi ke rumah sakit, tetapi kamu tidak ada di sana. Aku khawatir padamu, jadi aku datang ke rumah. Apakah kamu baik-baik saja?" tanya Imel.     

Ketika Imel dan Ivan sedang mempertunjukkan cinta ibu dan anak, Aiden sudah berjalan menuju ke tempat Anya. Ia meletakkan tangannya di belakang kursi Anya, merangkul seluruh tubuh Anya.     

"Kak Maria sedang membuat daging panggang. Kita bisa makan dulu sebelum pulang," bisik Aiden di telinganya.     

Ketika mendengar hal ini, Anya merasa lega. Ia takut Aiden marah dan pergi tanpa makan malam seperti sebelumnya.     

"Anya, apakah kamu suka daging panggang?" mendengar apa yang Anya dan Aiden bicarakan, Maria ikut menimpali. Tangannya sedang sibuk memindahkan piring-piring di meja dan menempatkan sebuah piring besar di depan mereka. "Kamu dan Aiden duduklah di sini. Aku akan meletakkan daging panggangnya di hadapan kalian."     

Anya tertawa mendengarnya, "Terima kasih, Kak!"     

"Pakailah gelang pemberian ayah saat makan malam. Aku akan menyiapkan makanan dan kemudian kembali ke kamar untuk memakai gelang yang sama," kata Maria.     

Anya tidak mengerti mengapa Maria menyuruhnya untuk memakai gelang itu saat makan. Bagaimana kalau gelangnya kotor atau terkenal minyak?     

Namun, saat mengingat bahwa gelang itu diwariskan oleh Keluarga Atmajaya pada menantu mereka, Anya berpikir bahwa mungkin ini adalah aturan dari Keluarga Atmajaya. Apakah ada tradisi bahwa menantu harus menggunakan gelang warisan keluarga di meja makan?     

Anya terlalu lugu dan tidak banyak berpikir. Ia hanya menuruti apa kata Maria.     

Ketika kembali ke ruang makan lagi, Maria sudah mengenakan gelang yang sama dengan milik Anya. Ia menyapa Imel sambil tersenyum.     

"Ayah, saatnya makan malam."     

Anya sedang memotong buah-buahan meja bar dekat dapur dan Aiden sedang berdiri di sampingnya. Tidak tahu apa yang sedang mereka bicarakan, tetapi Anya terlihat tersenyum setiap kali Aiden berbicara.     

Ivan memandang kedua orang itu. Saat melihat senyum di bibir Anya, ia ikut tersenyum.     

Imel menatap putranya dan mengikuti arah pandangnya. Ia melihat Anya tersenyum dan sangat mesra dengan Aiden, membuatnya menggertakkan giginya dengan penuh kebencian.     

"Ivan, kakak iparmu memanggilmu untuk makan malam," Imel menepuk bahu Ivan.     

Ivan langsung mengalihkan pandangannya. Saat melihat berbagai macam masakan yang sudah terjadi di atas meja, ia berkata sambil tersenyum. "Kak, terima kasih sudah memasak begitu banyak makanan. Pasti merepotkan untukmu."     

"Anya juga membantuku untuk menyiapkannya. Ini sama sekali tidak merepotkan," Maria sengaja menyebutkan bantuan dari Anya.     

Bima terlihat senang saat mendengarnya. "Menyenangkan sekali kalau keluarga bisa berkumpul dan makan bersama."     

"Kakek, aku akan duduk di sebelahmu." Tidak peduli berapa usia Nico, ia akan selalu bersikap manja di hadapan kakeknya. Terutama di saat-saat yang dibutuhkan seperti ini …     

Bima duduk di kursi utama tepat di ujung meja. Di sebelah kirinya adalah tempat duduk Aiden dan Anya. Setelah itu, Maria duduk di samping Anya.     

Di sebelah kanan, Nico mengambil tempat pertama, tepat di tengah-tengah Bima dan Imel. Sementara itu, Ivan duduk di samping Imel.     

Sebagai menantu, Anya mengambil inisiatif untuk menuangkan anggur di gelas Bima.     

Setelah itu, Nico berkata, "Bibi, biar aku yang menuangkan anggur untuk kakek. Bibi bisa menuangkan anggur untuk paman Aiden dan ibuku. Paman Ivan, biar aku isi gelasmu …"     

Nico ingin menuangkan anggur untuk pamannya, tetapi posisi Imel saat ini menghalanginya sehingga ia menatap Imel dengan jijik. "Bisakah kamu berpindah tempat? Aku ingin minum anggur dengan pamanku."     

Imel merasa kemarahannya sudah semakin memuncak. Tetapi ia tidak berani berkata apa-apa.     

Ia langsung berpindah tempat dengan Ivan dan duduk di pinggir, tempat terjauh dari Bima.     

Yang membuatnya lebih marah lagi adalah, meski ada berbagai macam makanan di meja makan, satu-satunya makanan yang bisa ambil adalah salad sayuran di samping.     

"Jarang-jarang keluarga kita bisa berkumpul dengan lengkap dan makan malam bersama. Ayo kita bersulang!" Nico bangkit berdiri sambil mengangkat gelasnya, mengajak semua orang untuk ikut bersama dengannya.     

Maria memelankan suaranya dan berbisik pada Anya. "Lihatlah, gelas Imel masih kosong."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.