Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Label yang Melekat



Label yang Melekat

0"Lihatlah, gelas Imel masih kosong," kata Maria sambil tertawa kecil.     
0

Begitu mendengarnya, Anya langsung melihat ke depannya dan menemukan gelas Imel masih kosong.     

Nico bilang ia akan menuangkan anggur di gelas kakeknya dan Ivan. Sepertinya, ia memang sengaja tidak mau menuangkan anggur di gelas Imel.     

Dan karena Imel bertukar tempat hingga ke ujung, kemungkinan besar Bima tidak tahu apa yang terjadi. Atau mungkin Bima tahu tetapi sengaja tidak mengatakan apa-apa?     

"Anya, angkat gelasmu," Aiden membawa tangan Anya ke gelasnya dan membuat Anya tersadar dari lamunannya.     

Di meja makan itu ada tujuh orang. Tetapi hanya enam orang dari Keluarga Atmajaya saja yang saling bersulang dan meminum anggur mereka dengan gembira.     

Imel benar-benar marah hingga giginya terasa sakit karena ia menggertakkannya terlalu gelas. Ia tidak ikut mengangkat gelasnya. Apakah tidak ada satu orang pun yang sadar?     

Tidak ada satu orang pun yang menuangkan anggur ke gelasnya, tidak ada satu orang pun yang peduli apakah ia mengangkat gelasnya atau tidak. Bima bahkan tidak memandang ke arahnya.     

Bima duduk terlalu jauh darinya, mungkin ia tidak menyadarinya . Tetapi Ivan duduk tepat di sampingnya. Namun putranya itu memilih untuk mengabaikannya.     

Hal ini membuat Imel merasa semakin marah. Ia tidak bisa duduk diam dan menikmati makanan hanya dengan sepiring salad sayuran di hadapannya.     

"Bima, aku merasa tidak enak badan. Aku akan pulang dulu. Jangan lupa mengantar Ivan kembali ke rumah sakit nanti," Imel bangkit berdiri dan langsung berpamitan.     

"Bu Imel, kita baru saja mau makan, tetapi kamu malah pergi. Apakah makanan Keluarga Atmajaya tidak sesuai dengan seleramu?" tanya Nico dengan sengaja.     

Makanan Keluarga Atmajaya?     

Hanya ada sepiring salad sayuran di hadapannya. Bagaimana ia bisa tahu rasa makannnya?     

Imel menahan kemarahannya dan berkata dengan sabar, "Tidak, makanannya sangat enak. Tetapi aku lelah hari ini. Aku ingin segera pulang dan beristirahat. Kalian makanlah, tidak usah mengkhawatirkan aku."     

"Kalian makan saja. Biar aku dan Anya yang mengantar tamunya ke depan," Maria menggandeng tangan Anya dan mengajaknya untuk berdiri.     

Anya merasa bingung mengapa Maria mengajaknya untuk mengantar Imel. Tetapi ia tetap menuruti kata-kata Maria.     

Meski tidak ada satu orang pun yang menyukai Imel, setidaknya mereka tidak boleh mempermalukan Bima.     

"Kakek, minumlah. Aku akan mengisi gelas kakek terus," Nico menuangkan anggur ke gelas kakeknya yang sudah tinggal sedikit.     

Melihat semua keluarganya berkumpul di meja makan, tentu saja Bima sangat bergembira. Suasana hatinya sedang sangat baik sehingga ia tertawa dan berkata, "Aiden dan Ivan juga, ayo minum. Jangan diam saja."     

"Paman Ivan, minummu terlalu sedikit. Biar aku isi lagi gelasmu …" kata Nico.     

Sementara itu, Aiden mengangkat gelasnya dan sedikit menyesapnya. Matanya tertuju ke arah pintu, mengkhawatirkan istrinya.     

Maria menggandeng tangan Anya dan mengantar Imel hingga ke mobilnya. Ia juga berkata dengan ramah. "Lain kali kalau ingin datang untuk makan malam, katakan dulu padaku biar aku bisa memasakkan makanan yang kamu sukai."     

Sebenarnya, Maria ingin mengatakan bahwa agar Imel memberi kabar dulu sebelum datang, bukan datang secara tiba-tiba dan mengganggu acara mereka. Itu sangat tidak sopan.     

Imel dengan tidak tahu dirinya menganggap ia sebagai anggota Keluarga Atmajaya sehingga ia bisa datang dan pergi. Namun, ketika mendengar hal ini, ia merasa sangat kesal. Apa lagi saat melihat hubungan Maria dan Anya sangat baik.     

Mata Imel tertuju pada tangan Maria dan Anya yang masih bergandengan dan melihat sepasang gelang. Gelang yang pernah ia lihat di ruang kerja Bima.     

Sudah lama ia meminta gelang itu tetapi Bima tidak mau memberikan kepadanya. Katanya, gelang itu sepasang dan dibuat untuk diwariskan kepada menantu Keluarga Atmajaya.     

Hanya ada dua gelang, satu untuk Maria dan satu untuk Anya. Ia tidak memiliki apa-apa dan bagaimana dengan menantunya?"     

"Aku tidak pemilih. Aku bisa makan apa saja," setelah itu, Imel tidak bisa menahan dirinya untuk berkata, "Gelang kalian sangat bagus."     

"Gelang ini merupakan warisan Keluarga Atmajaya. Ibu mertuaku yang memberikannya kepadaku dan hari ini ayah memberikannya pada Anya," kata Maria sambil tersenyum.     

Mata Anya sedikit terbelalak. Baru saat ini ia menyadari niat Maria menyuruhnya untuk mengenakan gelang itu. Ia ingin menunjukkan gelang itu pada Imel.     

Imel bukan anggota Keluarga Atmajaya. Walaupun hubungannya dengan Bima bukanlah rahasia, tidak ada satu orang pun di Keluarga Atmajaya yang mengakui keberadaannya. Tentu saja gelang itu tidak akan pernah jatuh ke tangan Imel.     

Dan pada akhirnya, gelang yang kedua itu diberikan kepada Anya.     

Tetapi Bima memiliki lebih dari dua putra. Ketika Ivan menikah, apa yang akan ia dapatkan?     

"Kalian masuklah. Aku akan pulang," wajah Imel terlihat sangat tidak sedap dipandang dan tangannya terkepal erat.     

"Ketika Ivan menikah, apakah kamu perlu bantuanku untuk mempersiapkan hadiah untuk menantumu?" Maria bisa melihat kemarahan Imel sehingga ia sedikit menahan diri.     

"Tidak usah. Aku sendiri yang akan mempersiapkannya. Tentu saja aku tidak akan memperlakukan menantuku dengan buruk," kemudian Imel berbalik dan berkata pada supirnya. "Jalan!"     

"Hati-hati di jalan!" wajah Maria terus menunjukkan senyuman.     

Anya yang berada di sampingnya merasa seperti penonton.     

Ketika mobil Imel sudah menjauh, Anya berkata, "Kak, kamu sungguh hebat! Imel benar-benar marah setengah mati."     

"Tidak usah bersikap sopan pada orang seperti itu. Kita adalah anggota Keluarga Atmajaya sementara ia hanya orang luar. Tidak kusangka ia bisa menahan dirinya. Aku merasa kesal tidak bisa membuatnya marah," Maria tertawa dan menggandeng tangan Anya ke dalam. "Ayo kita makan."     

Setelah Imel pergi, suasana di meja makan menjadi lebih menyenangkan.     

Ivan tidak mengatakan apa pun. Ia makan dengan tenang dan sesekali mengambilkan makanan untuk Nico.     

Karena meja itu terlalu panjang, Maria harus mengatur makanan utama agar berada di hadapan ayahnya. Nico begitu nakal sehingga ia bermanja-manja pada kakeknya untuk mendapatkan tempat terbaik, tepat di hadapan hidangan utama.     

Ia adalah satu-satunya cucu laki-laki di Keluarga Atmajaya sehingga semua orang akan langsung menuruti permintaannya.     

Bima tahu bahwa Imel tidak ingin menyerahkan tempat duduknya, tetapi ia tidak berkata apa-apa. Ivan juga tidak membela ibunya. Meski Imel pergi dengan marah, tidak ada satu orang pun yang menghalanginya.     

Setelah selesai makan, Ivan bangkit berdiri terlebih dahulu dan berpamitan. "Ayah, aku harus segera kembali ke rumah sakit.     

"Paman, setelah selesai makan, aku akan mengantarmu," kata Nico, menawarkan diri untuk memberi tumpangan pada pamannya.     

"Tidak usah, kamu makan lah saja!" kata Ivan, setelah itu ia berpamitan pada semua orang. "Kak Maria, Aiden, Anya, kalian berbincang-bincanglah dengan ayah. Aku akan pergi dulu."     

Maria tidak memiliki prasangka buruk terhadap Ivan dan Ivan tidak pernah melakukan apa pun yang membuat semua orang tidak nyaman. Satu-satunya kesialannya adalah menjadi putra dari Imel.     

Imel yang menyebabkan semua ini kepadanya.     

"Hati-hati di jalan. Aku akan mengirimkan sup untukmu besok pagi," kata Maria.     

"Terima kasih, Kak. Aku pergi dulu, Ayah." Ketika Ivan meninggalkan kursinya, ia menepuk pundak Nico dengan pelan dan berpamitan pada Bima.     

Bima menatap Ivan dengan sedikit tidak enak dan berkata, "Ivan, ayah …"     

"Katakan pada ibumu agar tidak datang ke Keluarga Atmajaya lain kali. Tanpa ibumu, kamu bisa menjadi putra kedua dari Keluarga Atmajaya. Dengan adanya ibumu, kamu tidak akan bisa menghapus label anak haram darimu," Aiden mengatakannya dengan tajam.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.