Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Hari Pertama Kuliah



Hari Pertama Kuliah

0"Malam di ulang tahun ayah, Raisa berinisiatif untuk mendekatiku dan mengajakku untuk bersulang. Aku sudah tahu ada sesuatu yang salah dengan anggur itu," kata Aiden dengan santainya.     
0

Anya langsung menoleh, memandang suaminya dengan mata terbelalak. "Kamu tahu ada sesuatu yang salah dengan anggur itu, tetapi mengapa kamu mengangkat gelasnya dan berniat meminumnya?"     

Aiden tertawa melihat Anya. "Awalnya, aku hanya sedikit ragu. Sampai akhirnya aku mengangkat gelas itu dan hendak meminumnya, aku melihat Raisa sangat antusias dan tidak sabar. Pada saat itu lah aku tahu. Aku mengangkat gelas itu bukan untuk meminumnya, tetapi untuk menguji Raisa. Apakah kamu mengerti?"     

"Jadi, saat aku berlari untuk melindungimu, sebenarnya kamu sudah tahu semuanya?" Anya menatap suaminya dengna kesal.     

"Aku suka melihatmu panik dan marah karena ada yang berusaha untuk mencelakaiku," Aiden menikmati saat Anya berusaha untuk melindunginya.     

"Bagaimana aku bisa lupa kalau kamu adalah Aiden. Tidak ada yang bisa menyembunyikan apa pun darimu. Mana mungkin kamu bisa dijebak dengan mudahnya? Aku begitu bodoh sehingga sangat khawatir Raisa akan mencelakaimu." Anya memutar bola matanya, kemudian ia melanjutkan omelannya dengan kesal. "Apakah kamu tahu betapa sakitnya berlari menggunakan gaun panjang dan sepatu hak tinggi? Kalau aku tidak hati-hati, aku yang akan terjatuh dan membuatku terlihat bodoh. Kamu malah senang melihatku panik. Aku marah! Aku tidak peduli lagi padamu! Huh!" Anya mengalihkan pandangannya dari Aiden dan memunggunginya dengan kesal.     

Aiden hanya tersenyum dan memeluk Anya. "Semarah itu?"     

"Aiden, aku benar-benar mencintaimu. Jangan sembunyikan apa pun dariku lain kali dan jangan mengujiku dengan sesuatu yang membuatku sangat khawatir dan ketakutan. Berjanjilah padaku!" Anya berbalik dan memandang Aiden dengan serius.     

"Kalau aku menyembunyikan sesuatu darimu, itu artinya aku memikirkan kebaikanmu. Apakah kamu mengerti?" Aiden memikirkan mengenai kehidupan Anya yang ia sembunyikan.     

"Aku tahu. Di dunia ini, hanya kamu dan ibuku saja yang tidak akan pernah menyakitiku," Anya memeluk Aiden dan menyandarkan kepalanya di dada suaminya.     

Malam itu, Aiden memeluk Anya dan mencumbunya di dalam pelukannya semalaman. Mereka berdua saling terobsesi satu sama lain sehingga tidak bisa melepaskan diri meski malam sudah berganti terang.     

Aiden benar-benar tidak kenal lelah meski Anya sudah terlelap sekali pun.     

…     

Keesokan paginya, Anya dibangunkan oleh ciuman lembut Aiden di pipinya. "Pemalas kecil, waktunya bangun."     

"Tidak mau. Aku masih mengantuk," gumam Anya dengan tidak jelas dan kemudian ia tertidur lagi.     

Aiden membiarkan Anya tidur lebih lama. Ia turun ke bawah dan meminta Hana untuk menyiapkan sarapan agar Anya bisa makan di mobil.     

Dua puluh menit kemudian, Aiden kembali ke kamar dan membangunkan Anya lagi. Anya langsung menarik selimutnya dan menutupi wajahnya. Ia tidak ingin keluar dari tempat tidur.     

"Anya, kamu harus kuliah. Kalau kamu tidak segera bangun, aku tidak akan membiarkanmu pergi ke kampus …" Aiden menarik selimut Anya. Ia memegang pinggang Anya dan menyentuh kulitnya.     

Tangan dingin Aiden membuat Anya langsung menarik selimut dan membungkus dirinya. Ia menatap Aiden dengan panik. "Dasar kamu serigala. Kalau bukan karena kamu, mana mungkin aku tidak bisa bangun seperti ini."     

Aiden tertawa keras mendengarnya. "Anya, seharusnya kamu senang memiliki suami yang kuat dan bisa memuaskanmu lebih lama."     

"Senang apanya! Meski aku sudah tertidur pun kamu tidak berhenti juga," keluh Anya dengan kesal.     

Aiden duduk di samping tempat tidur dan mengelus kepala Anya dengan lembut. "Lelah?"     

Ketika melihat tatapan Aiden yang melembuat, hati Anya langsung luluh. Ia merentangkan tangannya lebar-lebar ke arah Aiden, "Peluk aku!"     

Anya masih ingat betapa Aiden selalu menjaga jarak darinya dan terlihat dingin. Sekarang suaminya itu begitu hangat dan lembut.     

Seperti seekor koala, Anya memeluk tubuh Aiden erat-erat. Aiden membawa istrinya itu ke kamar mandi dan membantunya memilih baju untuk ke kampus.     

Aiden memilih sebuah baju yang dijahit khusus untuk Anya, sebuah atasan berwarna putih dengan renda yang indah dan celana panjang cokelat yang terlihat trendy.     

Anya masih kuliah sehingga Aiden tidak memilihkan baju dengan merk yang mencolok. Ia memilih baju yang terlihat sederhana tetapi tetap menawan.     

Ketika Anya keluar dari kamar mandi dan melihat baju pilihan Aiden dengan senyum di wajahnya.     

Aiden benar-benar mengenalnya. Ia tidak mau mengenakan baju yang mahal saat hari pertama kuliah. Baju yang Aiden pilih tidak terlalu mencolok, tetapi bahannya sangat nyaman digunakan.     

"Aku akan memakainya," Anya membawa baju itu ke dalam ruang gantinya.     

Semua baju dan celana Anya dibuat khusus sesuai dengan ukurannya. Tidak tahu mengapa, celana itu terasa sedikit sesak. Sepertinya beratnya semakin bertambah akhir-akhir ini.     

Memang baju itu muat untuknya, tetapi bagaimana setelah ia makan?     

��Apakah kamu sudah ganti pakaian?" Aiden merasa sedikit bingung saat Anya tidak keluar juga.     

Anya perlahan berjalan keluar. "Baju dan celananya memang sangat nyaman. Tetapi aku khawatir karena ukurannya terlalu pas. Setelah makan, mungkin celana ini tidak bisa dikancing."     

Aiden menghampiri Anya sambil tersenyum. Ia memegang pinggang Anya tepat di bagian samping celana tempat sebuah pita berada. Anya langsung merasa celana di pinggangnya sedikit melonggar. "Wow, bagaimana bisa?"     

"Sebelumnya kamu terlalu kurus. Ketika memesan celana ini, aku sudah memperkirakan kamu akan sedikit lebih gemuk. Oleh karena itu, aku menyuruh penjahitnya untuk merancang agar ukurannya bisa diperlebar dan diakali dengan menggunakan pita," kata Aiden sambil tersenyum.     

"Aiden, kamu sangat perhatian!" Anya begitu tersentuh dengan perhatian kecil Aiden. Ia memeluk leher Aiden dan mengecup bibirnya. Tetapi Aiden tidak mau melepaksannya dan malah menciumnya lebih dalam.     

Saat mereka sibuk berciuman, Hana mengetuk pintu kamar mereka dengan sedikit cemas. "Anya, kamu akan terlambat ke kampus."     

Wajah Anya lansgung memerah dan mendorong tubuh Aiden dengan sedikit malu meski sebenarnya Hana tidak bisa melihatnya. "Ayo kita berangkat."     

Aiden tertawa dan menggandeng tangan Anya, mengajaknya untuk masuk ke dalam mobil.     

Begitu pintu mobil ditutup, mobil mereka melesat ke kampus Anya dengan cepat.     

Anya membuka meja kecil di dalam meja dan mulai sarapan. Ia menyantap makanannya dengan santai dan tidak menyadari bahwa Aiden sedang mengerutkan keningnya.     

Aiden adalah orang yang sangat menjaga kebersihan. Biasanya ia tidak akan membiarkan siapa pun makan di dalam mobil. Bahkan ia sendiri hanya pernah minum air putih di dalam mobilnya.     

Tetapi Anya sudah pernah makan di mobilnya lebih dari sekali. Meski ia tidak mengatakan apa pun, tetap saja ia merasa sedikit tidak nyaman dengan aroma makanan itu.     

Setelah Anya selesai makan dan meletakkan kotak makannya di dalam tas, Aiden menghentikan Abdi. "Berhenti dan lemparkan kotak makan ini ke bagasi."     

Begitu mendengar kata 'lempar', Anya baru menyadarinya. Ketika Pak Abdi menghentikan mobilnya. Ia langsung membuka pintu jendelanya untuk menghilangkan aroma makanan di dalam mobil. Ia juga segera membersihkan tangannya dengan tisu basah.     

Begitu tiba di kampusnya, Anya menatap suaminya dan berkata dengan hati-hati. "Lain kali aku akan bangun lebih pagi dan tidak akan makan di mobil. Aromanya begitu kuat. Kamu akan merasa menderita."     

"Aku tidak apa-apa. Apakah kamu sudah kenyang?" Aiden mengulurkan tangannya dan mengelus kepala Anya, disambut dengan anggukan dari istrinya itu.     

"Aku sudah menelepon kampusmu. Kamu hanya perlu menyerahkan surat permohonan magang," kata Aiden.     

"Aiden, apakah kamu sudah memberitahu ayah mengenai rencana magangku di perusahaan Atmajaya?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.