Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Pergi Berburu



Pergi Berburu

0"Apa yang perlu dibersihkan? Apa yang aku katakan adalah kebenaran," Nico sengaja menggodanya.     
0

Alis Raka terangkat. "Nico, apakah kamu ingin terus berpura-pura seperti ini? Aku akan mengunjungi dokter gigi kesayanganmu."     

"Aku bercanda, aku bercanda. Jangan terlalu serius," Nico tertawa dan menghubungi ponsel Aiden. "Paman, bibi sedang lapar. Aku sudah memesankan makanan ringan untuknya. Kapan kamu kembali?"     

"Jam satu siang, pergilah ke restoran di lantai dua untuk makan siang. Aku akan menyusul. Kalian bisa makan duluan. Tidak perlu menungguku," kata Aiden.     

"Apa yang sedang paman lakukan?" tanya Nico dengan penasaran.     

"Berburu," jawab Aiden.     

Di dekat hotel tersebut memang ada area berburu yang disediakan oleh hotel. Tempatnya cukup jauh di belakang hotel dan di daerah hutan.     

"Berburu? Mengapa tidak mengajakku!" kata Nico.     

"Aku akan meminjamkan senapanku padamu besok," jawab Aiden.     

"Baiklah!" mata Nico langsung berbinar dengan cerah.     

"Raka masih berada di hotel. Jaga bibimu," kata Aiden sebelum menutup telepon.     

Nico menatap Raka yang duduk di hadapannya dan berkata sambil tersenyum. "Jangan khawatir, Paman. Aku akan terus memandangi Raka dan tidak membiarkannya bertemu dengan bibi."     

Wajah Raka langsung terlihat muram. Walaupun ia tahu Nico mengatakan hal ini untuk menyenangkan Aiden, Raka merasa sedikit kecewa ketika mengetahui Aiden masih waspada terhadapnya.     

"Ada mangsa," Nico langsung menarik pelatuk senapannya dan kemudian seseorang bersorak. "Berhasil!"     

"Apa yang kamu dapatkan, Paman?" tanya Nico dengan penuh semangat.     

"Babi hutan," jawab Aiden sebelum mematikan ponselnya dan menghampiri hasil buruannya.     

Nico langsung berkata pada Raka dengan penuh semangat. "Raka, pamanku mendapatkan babi hutan. Nanti malam kita akan makan enak!"     

"Kamu tidak membiarkan aku untuk bertemu dengan mereka semua. Aku tidak akan bisa ikut makan," jawab Raka sambil memutar bola matanya.     

Setelah berpikir beberapa saat, Nico mendapatkan ide dan berkata, "Kamu bisa bilang mobilmu mogok di tengah jalan dan kembali lagi untuk menginap satu malam hingga mobilmu dibenarkan."     

Raka menatap Nico dengan tajam. Ia benar-benar kesal harus terlibat dalam kebohongan temannya. "Nico, apakah kamu tidak lelah menggoda semua orang seperti ini?"     

Nico hanya meringis saat melihatnya. "Apa lagi yang bisa aku lakukan untuk menyenangkan diriku? Aku benar-benar pusing menghadapi masalah di keluargaku. Ayahku sudah tidak ada. Kedua pamanku bertengkar. Kakek sangat licik. Sulit bagiku untuk bertahan hidup di tengah keluarga ini …"     

"Selama Aiden tidak melakukan apa pun, Ivan tidak akan memulai pertengkaran," kata Raka. "Kamu harus membantu mereka berdua untuk berdamai, jangan malah memperkeruh masalah. Selama mereka tidak bertengkar, kamu tidak akan menderita."     

"Paman Ivan memang tidak melakukan apapun, tetapi bagaimana dengan ibunya? Aku hanya perlu menunggu pesta pertunanganku dan saham perusahaan hadiah dari kakekku," saat mengatakannya, Nico terlihat penuh harap.     

Raka hanya menghela napas panjang. Setiap keluarga memang memiliki kesulitannya masing-masing.     

"Aku harap kamu bisa mendapatkan yang kamu mau," kata Raka.     

"Lisa berjanji akan membantuku. Kalau aku tidak bisa mendapatkan saham itu, apa gunanya aku bertunangan dengannya?" tujuan utama dari rencana Nico dan Lisa adalah untuk mendapatkan saham dari kakeknya.     

"Kita terjebak dalam keluarga yang rumit. Aku juga harus bertunangan dengan wanita yang tidak aku cintai hanya demi perusahaanku. Kita memang memiliki harta dan kekayaan, tetapi tidak memiliki kebebasan seperti orang biasa," bibir Raka menyunggingkan senyum seolah mengolok dirinya sendiri. "Lebih baik tinggal sendiri di luar negeri, bebas dan bahagia …"     

"Mana bisa kamu pergi tanpa kembali ke Indonesia? Cepat atau lambat, kita harus menghadapi semua ini. Kita tidak bisa kabur," kata Nico. Ia mengangkat USB yang ia pegang dan berkata, "Aku akan kembali ke kamarku dan melihat ini."     

"Apa yang ingin kamu lakukan?" Raka langsung mengulurkan tangannya untuk mengambil USB tersebut, tetapi sayangnya Nico jauh lebih gesit.     

Hal itu membuat keseimbangan Raka oleng dan tubuhnya menabrak Nico. Salah satu tangannya bersandar di belakang kepala Nico dan tangan yang lainnya memegang bahu Nico.     

Nico langsung berpura-pura manja dan berkata dengan keras untuk menarik perhatian semua orang. "Raka, jangan di sini. Banyak orang yang lihat!"     

Sesuai dengan keinginannya, semua orang langsung memandang ke arah mereka.     

"Wow! Mereka berdua sama-sama tampan."     

"Siapa yang di atas dan siapa yang di bawah ya?"     

"Tentu saja yang lebih agresif yang di atas!"     

"Itu sungguh seksi!"     

Raka langsung mengerang mendengar kata-kata semua orang. "Nico, apakah tidak cukup menggodaku? Apakah kamu senang dikelilingi semua orang?" wajah Raka terlihat muram. Namun, Nico tidak menghentikan godaannya.     

Bahkan karena hebatnya akting Nico, wajahnya pun bisa sedikit memerah saat berkata. "Ada banyak orang yang melihat. Apakah kamu ingin melakukannya di sini?"     

"Jangan pikir aku akan termakan tipu muslihatmu. Serahkan USB itu sekarang," geram Raka.     

Nico benar-benar tidak takut mati. Ia mengulurkan tangannya untuk memegang pantat Raka. Ia tahu Raka tidak akan melukainya.     

Raka langsung terkejut dan melepaskan Nico. Nico mengambil kesempatan ini untuk melarikan diri sejauh mungkin. Sebelum keluar dari restoran, ia membalikkan badan dan menjulurkan lidah ke arah Raka. "Aku tidak akan makan siang denganmu. Dadah, sayang."     

"Nico, dasar gila!" raung Raka dengan penuh kemarahan.     

Nico sama sekali tidak peduli. Ia berlari keluar dari restoran tersebut sambil tertawa terbahak-bahak dan menaiki lift ke lantai atas.     

Begitu kembali ke kamarnya, ia langsung mengeluarkan laptop dari tasnya dan memasukkan USB yang ia dapatkan. Ia melihat bahwa rekaman CCTV itu sangat bagus!     

Setelah mengedit video tersebut, ia mengirimkannya ke temannya yang merupakan wartawan gosip di industri hiburan.     

Teman Nico yang merupakan wartawan gosip tentu saja merasa sangat senang mendapatkan berita terhangat seperti ini. Ia langsung membalas email Nico dengan tanda OK.     

Setelah selesai, Nico melihat jam. Sudah waktunya mengajak bibinya dan Tara untuk makan siang.     

Begitu tiba di depan pintu kamar Tara, Nico mendengar keluhan Tara. "Nico benar-benar pelit. Masa ia membelikan makanan sesedikit ini? Mana cukup semua ini untuk perutku?"     

Nico tertawa saat mendengarnya dan langsung mengetuk pintu, "Aku akan mengajakmu makan."     

Saat mendengar kata makan, Tara langsung berlari membuka pintu. Namun, melihat Nico tidak membawa apa pun, ia langsung menatap Nico dengan galak. "Mana makanannya?"     

"Paman sudah memesan restoran di lantai dua. Saat ini ia sedang berburu. Kita bisa makan dulu sambil menunggunya," jawab Nico.     

"Aiden mamng yang terbaik! Meski ia sedang sibuk, ia selalu memikirkan Anya," Tara langsung bergegas mengambil tasnya di kamar. Anya juga mengikuti Tara keluar dari kamar. "Apakah pamanmu bilang apa yang ia dapatkan hari ini?"     

"Beberapa kelinci mungkin. tetapi saat aku meneleponnya tadi, katanya ia mendapatkan babi hutan," kata Nico sambil tersenyum.     

"Babi hutan?" Anya sedikit mengerutkan keningnya. Ia tidak pernah melihat babi hutan secara langsung dan tidak bisa membayangkan kalau harus memakan daging tersebut.     

Apakah babi hutan tidak agresif? Ia merasa sedikit cemas saat memikirkan Aiden.     

"Jangan khawatir, Bibi. Paman pergi bersama dengan beberapa orang lainnya. Kalau ada sesuatu yang terjadi, banyak orang yang akan melindunginya."     

"Baiklah kalau begitu. Ayo kita turun dan makan."     

Anya tidak tahu apa yang terjadi padanya. Tetapi setelah mendengar bahwa Aiden pergi berburu, entah mengapa ia merasa hatinya tidak tenang.     

Matanya pun ikut berkedut seolah ada hal buruk yang akan terjadi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.