Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Tim Pencari



Tim Pencari

0Anya, Tara dan Nico sudah tiba di restoran yang Aiden pesan. Di restoran tersebut, Aiden sudah memesankan sebuah tempat khusus untuk mereka agar mereka bisa makan lebih privat.     
0

Mereka sudah memesan dan beberapa makanan ringan sudah disajikan di hadapan mereka.     

Namun, Anya tidak bisa duduk dengan tenang. Ia merasa khawatir terhadap suaminya. Akhirnya, ia memutuskan untuk menelepon Aiden, tetapi tidak ada yang menjawab.     

"Di mana Aiden?" tanya Tara saat melihat kekhawatiran di wajah Anya.     

"Teleponku tidak dijawab," kata Anya sambil menggelengkan kepalanya. "Nico, coba kamu tanyakan ke arah mana Aiden pergi. Aku merasa sedikit cemas. Aku takut ada sesuatu yang terjadi padanya"     

Nico sedang makan sambil melihat-lihat akun media sosialnya. Perhatiannya benar-benar terpusat pada layar ponsel yang ia pegang.     

Saat jam makan siang, temannya yang merupakan wartawan gosip sudah menyebarkan video pemberiannya ke internet. Sekarang, seluruh internet penuh dengan berita mengenai hubungannya dan Raka. Beberapa orang yang juga menyimpan foto kedekatan mereka langsung memposting foto tersebut untuk memperkuat bukti bahwa mereka benar-benar pasangan.     

Sesekali, tawa terdengar dari mulut Nico saat ia membaca artikel tersebut.     

'Ini sangat lucu!' pikirnya.     

Ia makan dengan begitu senang hingga tidak bisa mendengar suara Anya sama sekali.     

Tara yang melihat Nico sedang memandang ponsel, diam-diam berjalan ke belakang Nico dan mengintip isi layar tersebut.     

"Nico, kamu masih bisa tertawa melihat berita seperti itu?" Tara menggelengkan kepalanya dengan heran. Layar ponsel Nico dipenuhi dengan berita hubungan istimewa antara Nico dan Raka. Tetapi mengapa Nico masih bisa tertawa seperti ini?     

"Bukankah ini lucu? Ini yang aku inginkan." Kemudian, Nico mendongak dan menatap ke arah Anya. "Bibi, apa yang kamu katakan barusan?"     

"Suruh seseorang mencari pamanmu. Aku tidak bisa menghubunginya dan aku sangat khawatir. Aku takut ada sesuatu yang terjadi padanya," setelah mengatakannya, Anya berusaha menghubungi Aiden lagi, tetapi tidak ada yang menjawab.     

Nico melihat jam dan menemukan bahwa waktu sudah menunjukkan pukul 1 lebih 40 menit. Pamannya terlambat cukup lama. Apa benar ada sesuatu yang terjadi?     

"Jangan khawatir, Bibi. Mungkin paman kesulitan membawa hasil tangkapannya dan tidak mendengar suara ponselnya. Kalian makanlah dulu. Aku akan meminta seseorang untuk mencarinya," Nico keluar dari restoran dan menemui salah satu manajer hotel. "Suruh kepala manajermu ke sini."     

"Apa yang bisa saya lakukan untuk Anda, Tuan?" tanya manajer tersebut.     

"Kamu …" Nico menatap manajer tersebut dan berkata, "Kamu tidak bisa membantuku. Suruh kepala manajermu ke sini. Katakan bahwa nama belakangku Atmajaya. Ia mengenalku."     

Begitu mendengar bahwa nama pria di hadapannya adalah Atmajaya, manajer tersebut langsung mengerti. "Tuan, tolong tunggu sebentar. Saya akan segera memanggilkan kepala manajer hotel."     

Kepala manajer itu saat ini sedang makan siang, tetapi saat mendengar bahwa seseorang bernama belakang Atmajaya memanggilnya di restoran hotel lantai dua. Ia langsung meninggalkan makanannya dan mencari tahu siapa orang yang memesan meja di restoran tersebut. Dalam waktu singkat, ia menemukan bahwa nama Aiden lah yang tertera sebagai pemesan ruangan privat di restoran tersebut.     

"Sesuatu telah terjadi. Aku benar-benar tidak beruntung hari ini. Aku mengetahui rahasia besar Nico Atmajaya dan sekarang Aiden Atmajaya memanggilku," jantung kepala manajer itu berdebar dengan sangat kencang. Ia takut kehilangan pekerjaannya sampai keringat mengalir di dahinya. "Kalian semua tidak boleh menjawab dengan sembarangan. Jangan menyulitkan aku."     

"Baik, Pak. Lewat sini," manajer yang memanggilnya itu langsung mengantarkan ke ruangan tempat Nico berada.     

Kepala manajer itu merapikan bajunya dan mengetuk pintu. "Tuan, Anda memanggil saya."     

"Masuklah," jawab Nico.     

Kepala manajer itu masuk dan melihat Nico sedang bersama dua wanita. Tetapi ia tidak melihat Aiden.     

"Tuan, saya dengar Anda mencari saya," kata kepala manajer itu sambil tersenyum sopan, meski sebenarnya ia merasa heran.     

"Tadi pamanku pergi ke area berburu di belakang hotel ini. Terakhir kali aku meneleponnya sekitar dua jam yang lalu dan sekarang ia sama sekali tidak bisa dihubungi. Suruh beberapa orang membantuku untuk mencarinya," kata Nico.     

Kepala manajer itu langsung panik. Aiden Atmajaya menghilang? Ditambah lagi, ia menghilang di hotel yang ia kelola …     

Keringat langsung membasahi dahi kepala manajer itu. Dalam hati, ia hanya bisa berharap ada keajaiban. Ia berharap Aiden tidak terluka.     

Kepala manajer itu mendapatkan laporan bahwa Aiden menginap di hotel ini, tetapi mengapa tidak ada satu orang pun yang melaporkan bahwa Aiden pergi berburu? Kalau ia tahu orang sepenting itu pergi berburu di dekat hotelnya, ia pasti akan mengirimkan sekelompok orang profesional untuk menemaninya, memastikan bahwa tidak akan ada yang terjadi …     

Mengapa semua masalah ini harus terjadi padanya dalam sehari?     

Sepertinya, setelah Nico dan Aiden pulang dari hotel ini, ia benar-benar akan kehilangan pekerjaannya.     

Ia menggeleng-gelengkan kepalanya kuat-kuat. Ia masih punya kesempatan!     

Sekarang, hal yang paling penting untuk dilakukan adalah menemukan Aiden.     

Sepuluh menit kemudian, hotel tersebut mengumpulkan beberapa petani dan pemburu lokal yang sudah biasa menghadapi binatang luar. Nico juga ikut serta untuk mencari pamannya. Pihak manajemen hotel sudah menelepon tim pencari, tetapi tim pencari butuh waktu untuk tiba di tempat mereka.     

Sementara itu, Anya dan Tara menunggu di ruangan yang sudah Aiden pesan. Meski di hadapan mereka banyak berbagai makanan yang lezat, mereka sama sekali tidak lapar. Untuk pertama kalinya, Tara merasa kehilangan nafsu makannya.     

"Anya, jangan khawatir. Ledakan saja tidak bisa membunuh Aiden, apa lagi ini hanyalah binatang liar. Aiden akan baik-baik saja," kata Tara.     

Anya tersenyum kecil mendengar hiburan sahabatnya. Mulut sahabatnya ini memang serampangan, tetapi ia bersyukur ada Tara yang menemaninya. "Kamu memang punya cara yang unik untuk menghibur seseorang."     

Tara menggaruk-garuk kepalanya karena ia menyadari bahwa ia sudah salah bicara. "Maksudku, Aiden sudah pernah menjalani cobaan yang lebih besar dari ini. Ia adalah orang yang sangat beruntung. Ia bisa bertahan hidup dalam keadaan apa pun," kata Tara, berusaha untuk menjelaskan maksudnya.     

"Tidak perlu menjelaskan. Aku mengerti maksudmu. Aku berharap Aiden baik-baik saja," Anya merasa hatinya tidak karuan. Ia berharap Nico bisa menemukan Aiden secepat mungkin.     

Raka melihat Nico keluar dari restoran bersama dengan beberapa orang yang sudah mengenakan pakaian lengkap. Orang-orang tersebut membawa senapan yang digantung di punggung mereka.     

"Nico, kamu mau pergi ke mana?" Raka langsung menghentikan Nico saat melihat wajah serius sahabatnya itu.     

"Pamanku belum juga kembali dan aku tidak bisa menghubunginya. Tim pencari akan segera tiba di tempat ini, tetapi aku tidak bisa menunggu. Aku akan mencarinya terlebih dahulu," kata Nico dengan serius.     

Raka berpikir sejenak dan kemudian berkata, "Aku akan ikut denganmu. Semakin banyak orang yang mencari akan lebih baik."     

"Kamu …" Nico melihat pakaian Raka yang masih rapi. "Mana bisa kamu pergi dengan pakaian seperti itu?"     

"Aku akan meminjam pakaian dari hotel," kata Raka sambil memandang kepala manajer.     

Kepala manajer tersebut dengan sigap langsung mengambilkan sebuah tas berisi pakaian dan peralatan yang lengkap pada Raka.     

Tidak butuh waktu lama, Raka kembali dengan pakaian lengkap. Ia menitipkan ponsel, kunci, dompet dan juga baju yang tadi ia kenakan kepala kepala manajer tersebut sebelum mengikuti Nico.     

"Raka, aku akan menyetir motor ini. Kamu bisa duduk di belakangku," entah mengapa, dengan adanya Raka, Nico merasa lebih percaya diri.     

Mungkin karena ia tahu bahwa sahabatnya ini bisa diandalkan.     

"Kamu? Menyetir?" Raka tertawa dengan sinis. "Lebih baik kamu duduk di belakang saja. Ini bukan waktunya main-main." Raka tidak bisa melupakan kejadian saat Nico memboncengnya dan menceburkannya ke dalam danau.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.