Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Pagi Hari



Pagi Hari

0Anya menangis di pelukan Aiden. Air matanya terus mengalir satu demi satu, membasahi piyama Aiden. Ia tidak bisa melupakan mimpi buruk yang menghantui tidurnya.     
0

Mimpi itu terasa begitu nyata hingga membuatnya berkeringat. Bajunya terasa sedikit basah, namun ia tidak berani bergerak. Ia tidak berani turun dari tempat tidurnya dan menjauh dari Aiden. Ia membutuhkan Aiden …     

"Itu hanya mimpi. Tidak apa-apa …" Aiden memeluk tubuh Anya sambil membelai rambutnya dengan lembut. Ia membelai rambut Anya, mengelus punggungnya dan membisikkan kata-kata untuk menenangkan Anya.     

"Aku… Aku bermimpi kita terkunci di sebuah tempat yang gelap. Tempat itu … Tempat itu sangat gelap sehingga tidak ada yang bisa terlihat. Tetapi tiba-tiba saja api besar melalapnya, api itu membakar semuanya …" kata Anya terbata-bata, sambil menangis sesenggukan. Kepalanya terkulai lemas di bahu Aiden, tetapi tangannya tetap memeluk Aiden dengan erat seolah tidak mau melepaskan perlindungan dari Aiden. Air matanya masih mengalir karena rasa takut yang menghantui hatinya tidak kunjung pergi.     

Saat mendengar cerita Anya, Aiden hanya membelai kepalanya dengan lembut. Ia membiarkan Anya mengeluarkan semua unek-uneknya agar wanita itu merasa sedikit lega.     

"Kepalaku sakit …" kata Anya tiba-tiba. Semakin ia mencoba untuk mengingat mimpinya, kepalanya terasa seperti terkoyak. Kepalanya terasa seolah akan retak.     

"Itu hanya mimpi buruk. Tidak usah dipikirkan. Lihat, aku disini. Aku bersamamu!" kata Aiden dengan lembut sambil terus membelai rambutnya.     

Namun, rasa sakit di kepala Anya tidak berkurang, malah semakin menjadi-jadi. Ia melepaskan diri dari pelukan Aiden dan memegang kepalanya sambil menangis kesakitan. "Kepalaku sangat sakit. Rasanya seperti akan pecah!" Anya mencengkeram kepalanya dengan keras, berusaha untuk mengurangi rasa sakitnya itu.     

Aiden langsung berdiri dan menyalakan lampu kamarnya agar ruangan itu tidak gelap. Setelah itu ia kembali ke tempat tidur dan meraih Anya ke dalam pelukannya. Tangannya memegang tangan Anya yang mencengkeram kepalanya sendiri dengan keras. Ia tidak mau kalau sampai wanita itu melukai dirinya sendiri.     

Ia berbisik di telinga Anya, berusaha membantu wanita itu untuk melupakan mimpinya. "Ssshh … Pejamkan matamu. Tenanglah. Aku di sini. Aku tidak akan meninggalkanmu."     

Suara Aiden yang dalam terdengar di telinga Anya dan membuatnya merasa sedikit lebih tenang. Ia menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, berusaha untuk tenang. Anya kembali menguburkan kepalanya di bahu Aiden, mencoba untuk melupakan rasa sakit di kepalanya. Bahu Aiden seakan-akan menjadi tempat perlindungannya …     

Mereka sama sekali tidak bergerak, tidak berpindah dari posisi itu meskipun setengah jam telah berlalu. Kepala Anya masih terkubur di bahu Aiden sementara tangan Aiden terus membelai rambut Anya dengan lembut. Rasa sakit di kepalanya semakin berkurang tangisnya pun sudah reda. Anya memejamkan matanya, membiarkan dirinya terlelap di pelukan Aiden.     

Mereka diselimuti keheningan, tenggelam dalam kesunyian yang menenangkan. Tidak ada suara yang terdengar, hanya suara napas mereka yang teratur yang terdengar dalam ruangan tersebut.     

Aiden menunduk untuk melihat wajah wanita yang berada di pelukannya. Mata wanita itu terlihat sembab dan bulu matanya yang lentik masih basah karena air mata. Dahinya sedikit berkeringat meskipun AC di ruangan itu sangat dingin. Wanita itu memejamkan matanya tetapi tangannya tidak melepaskan tubuh Aiden, tidak ingin kehilangan satu-satunya topangan.     

Wajah Aiden melembut saat melihat Anya. Ia benar-benar ingin melindungi wanita ini. Mungkin memang sudah ditakdirkan bahwa hatinya yang dingin itu hanya akan luluh karena Anya, karena matahari kecilnya …     

Hanya dengan memeluknya dengan erat, mencium aroma tubuhnya yang samar, kegembiraan seolah membanjiri hatinya. Sesederhana itu …     

Akhirnya, mereka berdua tidur sambil berpelukan seolah takut kehilangan satu sama lain…     

…     

Di pagi hari, cahaya matahari masuk ke dalam ruangan membuat Anya terbangun dari tidurnya. Ia membuka mata dan menyadari bahwa ia masih bersandar pada tubuh Aiden sementara tangannya masih memeluk pinggang Aiden dengan erat. Posisi mereka masih sama seperti saat tertidur kemarin. Mereka seakan tidak ingin berpisah dari satu sama lain.     

Wajah tampan pria itu berada tepat di hadapannya. Aiden masih tertidur pulas, matanya masih terpejam dan napasnya teratur. Anya termenung saat menatap wajah Aiden, melihat hidungnya yang mancung dan bulu matanya yang lentik untuk ukuran seorang pria. Betapa beruntungnya ia, setiap pagi Anya bisa melihat wajah yang luar biasa tampan ini.     

Saat melihat wajah itu, ia mengingat kembali bagaimana Aiden memeluknya dengan erat kemarin malam, berusaha menenangkannya ketika ia bermimpi buruk. Pria itu bersikap begitu lembut padanya.     

Ia menarik tangannya, berusaha melepaskan kedua tangannya dari pinggang Aiden. Namun, tangan besar Aiden tiba-tiba saja memeluknya, menarik tubuhnya semakin dekat dengan tubuh pria itu. Saat ini, tidak ada jarak yang memisahkan mereka berdua. Kemarin malam mereka juga berpelukan erat seperti ini. Namun, itu karena Anya sedang bermimpi buruk. Saat ini, Anya sudah tidak panik karena mimpi buruknya dan ia benar-benar sadar. Oleh karena itu wajahnya langsung memerah.     

Aiden menguburkan wajahnya di bahu Anya. Bibirnya menyunggingkan senyum saat melihat telinga Anya yang ikut memerah.     

Anya bisa merasakan bibir Aiden melengkung di bahunya. Ia memukul lengan pria itu dengan kesal. Meski demikian, pukulan itu terasa pelan di tangan Aiden.     

Anya memukulnya karena sadar bahwa Aiden sedang menggodanya.     

Tetapi Aiden tetap tidak mau melepaskan pelukannya. Ia hanya bergumam sambil tetap memeluk Anya, "Selamat pagi …"     

Anya merasa salah tingkah saat berada di pelukan Aiden, apalagi mereka masih di atas tempat tidur sekarang. "Selamat pagi," jawabnya pelan.     

"Aku mimpi indah kemarin malam. Aku memimpikanmu!" kata Aiden sambil tetap memeluk tubuh Anya dengan erat. Suara pria itu terdengar serak karena baru saja bangun dari tidurnya. Namun suara serak itu terdengar sangat menggoda di telinga Anya, membuat tubuhnya sedikit bergidik.     

Anya hanya terdiam, tidak tahu harus berbuat apa. Aiden memimpikannya? Dan itu adalah mimpi indah? Pipinya semakin merona mendengar hal itu.     

"Apakah kamu mau tahu apa mimpiku semalam?" bisik Aiden di telinganya.     

Anya tertegun saat mendengar pertanyaan itu. Apakah ia ingin tahu mimpi Aiden?     

Tanpa menunggu Anya menjawab, Aiden sudah mendahuluinya. "Hmm … Aku akan menunjukkan padamu!" kata Aiden dengan suara yang menggoda di telinganya.     

Ia melepaskan Anya dari pelukannya dan menggeser posisi tubuhnya sehingga saat ini ia berada di atas tubuh Anya sementara Anya terkunci di bawah tubuh Aiden. Kedua lengannya yang kekar menghalangi tubuh Anya sehingga wanita itu tidak bisa bergerak, tidak bisa lari darinya.     

Sementara itu dari bawah, Anya bisa melihat dada pria itu dari piyamanya yang longgar. Ia berusaha untuk mengalihkan pandangannya supaya tidak menatap pemandangan itu. Ia merasa malu saat melihatnya.     

Wajah Aiden perlahan-lahan turun, semakin mendekati wajahnya. Mata pria itu tertuju pada bibirnya dan menatapnya lekat-lekat. Apakah Aiden akan menciumnya?     

'Oh Tuhan, jantungku sudah tidak kuat lagi …' pikir Anya. Ia memejamkan matanya erat-erat.     

Meski matanya tertutup, ia masih bisa merasakan wajah Aiden terus turun ke arahnya dari napasnya yang semakin mendekat. Ketika wajah mereka semakin dekat, Aiden menciumnya. Tetapi bukan bibirnya yang pria itu cium, melainkan dahinya. Aiden mengecup keningnya dengan lembut, membuat Anya kembali tergegun.     

Setelah itu, Aiden bangun dari tempat tidur dan menuju ke kamar mandi dengan senyum nakal di wajahnya. Anya hanya bisa melongo sambil memegang dahinya saat menatap Aiden menutup pintu kamar mandi.     

Anya baru menyadari bahwa pria itu sedang menggodanya!     

Anya meronta-ronta di atas tempat tidur dengan sangat kesal. Jantungnya sudah berdegup dengan sangat kencang, tapi ternyata Aiden hanya menggodanya. Ia benar-benar kesal!     

Namun berkat Aiden, ia bisa melupakan mimpi buruknya semalam. Ia bisa melupakan rasa sakit di kepalanya yang membuat kepalanya terasa akan retak.     

Berkat Aiden, ia melupakan kenangan buruk itu …     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.