Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Pemenangnya adalah …



Pemenangnya adalah …

0"Aku tidak berharap ia akan menjadi juaranya. Tetapi setidaknya, dengan pakaian sebagus itu dan gelang emas warisan Keluarga Atmajaya, ia harus mendapatkan hadiah kedua atau ketiga," dengus Bima.     
0

Maria menutupi mulutnya dan tertawa. "Ayah, aku tahu ayah ingin Anya memenangkan kompetisi ini, tetapi tidak berani berharap. Ayah hanya berusaha untuk menghibur diri."     

"Ia hanya anak kecil. Pengalamannya tidak sebanyak para parfumeur profesional lainnya. Ia bahkan tidak bisa mendapatkan nilai yang setara dengan Keara di babak rempah-rempah. Apakah ia bisa mendapatkan hadiah hiburan?" Bima berpura-pura tidak peduli, tetapi matanya tidak pernah meninggalkan layar TV.     

"Aku yakin Anya akan memenangkan kompetisi ini, bukan hanya hadiah hiburan saja," Maria sangat yakin pada Anya. Walaupun Anya tidak memiliki banyak pengalaman seperti parfumeur profesional dan tidak sehebat Keara dalam hal rempah-rempah, Maria tahu bahwa Anya sangat berbakat. Ditambah lagi, ia adalah putri Diana Hutama.     

"Ayo kita bertaruh. Aku bertaruh Anya akan kalah," kata Bima dengan sengaja.     

"Aku yakin Anya akan menang. Keara yang akan kalah," kata Maria.     

"Keara setidaknya akan berada di tiga peringkat teratas. Dalam beberapa tahun sejak ia menghilang, ia telah mempelajari mengenai rempah-rempah di luar negeri. Keluarga Pratama juga merupakan penguasa rempah-rempah. Sejak kecil, Keara telah mengenal rempah-rempah. Jadi, tidak akan ada halangan baginya untuk memasuki tiga peringkat teratas."     

"Putriku menghilang, tetapi ia malah ikut serta dalam kompetisi parfum yang disiarkan di TV. Aku tidak akan rela kalau ia menang," walaupun dalam hati Maria tidak bisa mengelak bahwa Keara memiliki keuntungan dalam kompetisi ini, ia tetap tidak ingin Keara menjadi pemenang kompetisi ini.     

"Aku dan Aiden sudah menyuruh beberapa orang untuk mencari tahu. Selama Nadine masih hidup, ia pasti akan segera ditemukan," hibur Bima.     

"Nadine pasti masih hidup," kata Maria sambil merenung.     

"Jangan terlalu memikirkannya. Tonton saja kompetisinya. Babak ketiga akan segera berakhir," Bima juga ikut gugup saat mengetahui kompetisi ini akan segera berakhir.     

Di saat yang bersamaan, di kamar rumah sakit Dartha, Ivan juga sedang menyaksikan siaran yang sama melalui ponselnya. Ia sama sekali tidak peduli apa yang tunangannya, Keara, akan dapatkan. Ia juga tidak peduli apakah bawahan ibunya dari Amore akan memenangkan pertandingan.     

Ia hanya memedulikan mengenai Anya.     

Di kamar rumah sakit yang berbeda, Deny juga sedang menyaksikan siaran tersebut.     

Ia mengetahui bahwa Anya ikut serta dalam kompetisi parfum dan meminta salah satu perawat untuk menyalakan TV, bahkan lebih awal dari jam tayang, agar ia bisa melihat putrinya.     

Akhir-akhir ini, terlalu banyak hal yang tidak menyenangkan terjadi.     

Natali baru saja bertunangan, tetapi orang-orang menuduhnya menyuruh orang untuk menculik Anya tepat pada saat pesta pertunangannya.     

Dan sebaliknya, Natali mengungkapkan bahwa Aiden dan Anya telah menculiknya dan menyuruh orang untuk memperkosanya.     

Walaupun Natali sudah menghapus postingan tersebut dalam media sosialnya dan menjelaskan bahwa ia hanya beromong kosong karena bertengkar dengan Raka, tetap saja Deny sudah terlanjur kecewa padanya.     

Tidak peduli apa pun yang terjadi, seharusnya Natali tidak mengatakan hal seperti itu, membawa-bawa masalah pemerkosaan segala. Itu sama saja dengan menghancurkan reputasinya sendiri.     

Apakah sebagai seorang wanita, Natali tidak memedulikan harga dirinya?     

Selain itu, Mona juga langsung pergi ke rumah Aiden untuk menghina Diana dan Anya.     

Istri dan putrinya ini sama-sama membuat kepalanya pusing. Ia hanya bisa terbaring di rumah sakit karena kesehatannya yang kurang baik, tetapi istri dan putrinya itu tidak bisa diam dan mengurusnya dengan baik.     

Tetapi setidaknya sekarang Deny bisa beristirahat dengan tenang …     

Ia kembali memandang putrinya yang lain sedang berdiri dengan percaya diri, melalui layar TV. Itu adalah putri tertuanya, Anya Tedjasukmana, putri yang ia abaikan sejak kecil.     

Ia menyesal tidak memberikan perhatian dan kasih sayang sejak kecil. Terutama ketika melihat beberapa peserta mendapatkan nilai yang cukup tinggi di babak kedua, sementara Anya mendapatkan nilai yang sangat rendah. Ia merasa itu adalah bagian dari kesalahannya …     

Waktu berlalu dengan cepat dan pada akhirnya bel berbunyi. Babak ketiga telah berakhir.     

Semua peserta diarahkan menuju ruang tunggu dan para juri langsung naik ke atas panggung untuk memeriksa hasil parfum buatan para peserta dan menilainya.     

Anya sama sekali tidak khawatir hingga babak ketiga berakhir, tetapi begitu para juri mulai menghampiri hasil parfum buatan para peserta, ia merasa detak jantungnya semakin cepat.     

Kedua tangan kecilnya memegang ujung bajunya dengan erat, membuat gaunnya terlihat sedikit kusut.     

Matanya memandang para juri dengan seksama, memperhatikan semua ekspresi dan gerak-gerik dari mereka. Berharap bisa mengetahui apa yang mereka pikirkan.     

Setiap juri yang mencium aroma parfum buatannya, parfum nomor 6, menunjukkan ekspresi terkejut.     

Para juri itu memberi nilai parfum kontestan lain dengan sangat cepat, tetapi mereka berkumpul di depan parfum milik Anya sangat lama.     

Ini sempurna …     

Kata-kata tidak bisa menggambarkan hasil karya yang luar biasa ini. Parfum tanpa alkohol, parfum khas hasil buatan Anya, tetapi aromanya tetap sangat menyegarkan.     

"Aku benar-benar menyukai parfum ini. Nomor 6 pantas menjadi pemenangnya."     

"Aku setuju. Nomor 6 pantas menjadi juara."     

Setelah merundingkan hasil babak ketiga dan memilih pemenangnya, salah satu juri itu akhirnya menyampaikan kepada pembawa acara.     

Sebelum mengungumkan nama pemenangnya, pembawa acara itu berterima kasih kepada para sponsor dan iklan yang telah membantu penyelenggaraan acara ini.     

Dan akhirnya, waktunya untuk mengumumkan pemenang …     

"Dengan suara bulat, para juri memutuskan bahwa pemenang hari ini adalah … Nomor 6, Anya Tedjasukmana!" teriak pembawa acara tersebut.     

Anya menutup mulutnya dengan kedua tangannya.     

Ia tidak bisa percaya ini!     

Ia adalah pemenangnya? Apakah ini bukan mimpi?     

Anya terdiam di tempatnya, membuat pembawa acara itu harus memanggilnya lagi. "Anya Tedjasukmana, silahkan naik ke atas panggung," panggilan itu membuat Anya akhirnya sadar.     

Ia menerima buket bunga dengan iringan tepuk tangan semua orang yang ada di sana. Air mata mengalir di wajah Anya. Ia berusaha untuk menenangkan diri saat menyampaikan pidato kemenangannya.     

"Terima kasih untuk kompetisi parfum ini, telah memberikan saya kesempatan belajar yang sangat berharga. Terima kasih atas penghargaan yang telah diberikan oleh para juri untuk saya. Terima kasih sudah mempercayai saya menjadi pemenang," Anya membungkuk ke arah para juri untuk menunjukkan rasa syukurnya.     

"Sejak kapan Anda menyukai dunia parfum?" pembawa acara itu sudah mendapatkan informasi mengenai Anya dan bertanya dengan sengaja.     

"Sejak kecil, saya selalu melihat ibu berkutat dengan dunia parfum dan membuat saya ikut jatuh cinta dengan dunia yang sama. Ibu juga seorang parfumeur. Ketika saya berusia 10 tahun, ibu terluka dan kehilangan indera penciumannya sehingga ia tidak bisa membuat parfum lagi. Sejak saat itu, impian terbesar saya adalah menjadi seorang parfumeur seperti ibu," air mata kembali mengalir di wajah Anya saat membicarakan mengenai ibunya, tetapi senyum lebar tersungging di bibirnya.     

"Apakah ibu Anda juga datang untuk mendukung Anda hari ini? Siapakah dia?" tanya pembawa acara tersebut.     

Dari jauh, Anya bisa melihat ibunya menggelengkan kepala. Anya memahami bahwa ibunya tidak ingin menunjukkan wajahnya di depan semua orang sejak wajahnya terluka karena ledakan hari itu.     

Ia sengaja datang untuk mendukung putrinya hari ini dengan mengenakan turban, kacamata hitam dan masker.     

Galih menatap ke arah Diana. Ia ikut senang atas kemenangan Anya. Diana telah membesarkan putrinya dengan sangat baik.     

Walaupun setelah kecelakaan itu Diana sudah tidak bisa membuat parfum lagi, ia bisa mendidik putrinya menjadi sehebat ini, hingga memenangkan kompetisi parfum di usia yang sangat muda.     

Indah mengikuti arah pandang Galih dan melihat bahwa suaminya sedang memandang Diana. Tangannya terkepal dengan erat di samping tubuhnya.     

Keberadaan putrinya masih tidak diketahui, tetapi putri haram Galih dan Diana begitu hebat hingga memenangkan kompetisi ini.     

Mengapa?     

Mengapa semua ini harus terjadi?     

"Ibu saya adalah penemu Amore, Diana Hutama. Meski kalian tidak mengingatnya, saya yakin kalian mengingat parfum buatannya. Berapa banyak orang di sini yang menggunakan parfum buatan ibu saya?" tanya Anya dengan suara keras.     

Banyak orang yang menyaksikan kompetisi itu mengangkat tangannya.     

"Dengan ibu sehebat itu, tidak heran Anda juga sangat berbakat. Sekali lagi, selamat untuk Anya Tedjasukmana karena telah berhasil memenangkan kompetisi ini. Untuk Diana Hutama, saya juga ucapkan selamat karena putri Anda yang luar biasa," kata pembawa acara itu sambil tersenyum.     

Di tengah kerumunan, Diana meneteskan air mata bangga. Aiden juga sangat gembira karena kemenangan istrinya.     

Sementara itu, Keara merasa sangat marah …     

Salah seorang staf menunjukkan bahwa waktu sudah hampir habis dan harus dilanjutkan dengan prosesi penyerahan hadiah sehingga pembawa acara itu menanyakan pertanyaan terakhir. "Apakah ada yang ingin Anda katakan? Mungkin untuk orang-orang yang telah mendukung Anda hari ini."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.