Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Pemeriksaan Pertama



Pemeriksaan Pertama

0"Anya, tadi kakekku memberikan banyak makanan untukku. Aku ingin membagikannya denganmu. Tubuhmu lemah dan kekurangan darah, jadi aku membawakanmu daging-dagingan, sayur hijau, kacang-kacangan, susu, dan ikan salmon. Semua bahan makanan ini sangat baik untuk dikonsumsi ibu hamil."     
0

"Terima kasih," Anya menerima pemberian Tara dengan senang.     

"Apakah semua makanan itu bagus untuk orang hamil? Aku akan membelikannya untukmu saat kamu hamil nanti," Nico menggoda tunangan barunya.     

"Apa yang kamu bicarakan?" Tara yang sudah tidak memegang apa pun menonjok lengan Nico dengan keras.     

Anya dan Aiden hanya bisa saling memandang satu sama lain sambil tersenyum. "Kalau kalian ingin bermesraan, pulang saja ke rumah kalian sendiri. Rumah kalian sudah dibersihkan."     

"Apakah bibi yang membantu menyiapkan rumah baru kami? Terima kasih," kata Nico dengan tidak tahu malu.     

"Ibumu yang memintaku untuk menyiapkan dua kamar. Aku tidak akan menanyakan hubungan kalian, tetapi beritahu aku kalau ada berita baik, ya!" goda Anya.     

"Aku akan berusaha keras!" Nico tidak memberi Tara kesempatan untuk menjelaskan dan langsung menariknya keluar pintu.     

"Nico, apakah kamu bodoh? Apakah kamu tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh Anya? Ia menginginkan berita baik darimu. Kamu ingin melakukan apa?" tanya Tara dengan marah.     

"Bibi ingin mendengar berita baik mengenai hubungan kita yang harmonis. Apa salahnya kalau aku ingin membuatmu bahagia?" Nico terlihat polos saat mengatakannya.     

"Berita baik yang ai tunggu adalah kehamilan! Tetapi kamu malah setuju dengannya. Dasar kamu benar-benar …"     

"Sayang, kalau kita punya anak sekarang, anak kita dan anak bibiku bisa tumbuh bersama. Mereka bisa bermain bersama. Bukankah itu menyenangkan," kata Nico sambil tersenyum.     

"Tadi kamu bilang kamu tidak mengerti maksud Anya!" Tara melotot ke arah Nico.     

Nico tertawa terbahak-bahak. "Aku tidak mengerti sebelum kamu menjelaskan. Ayo kita pulang," Nico menarik tangan Tara dan mengajaknya menuju ke rumah.     

"Lepaskan tanganku. Kamu tidak bisa menyentuhku tanpa ijin. Kita sudah menandatangani kontrak. Apakah kamu sudah lupa?" Tara langsung melepaskan tangannya.     

"Tidak oleh bergandengan? Kalau begitu aku juga tidak boleh menggendongmu?" Nico tahu saat ini kaki Tara sedang sakit karena menggunakan sepatu hak tinggi semalaman.     

"Apakah jalannya jauh?" Tara ragu sejenak.     

Nico menunjuk bangunan yang tidak jauh dari sana, tetapi jaraknya juga tidak terlalu dekat karena ukuran tanah rumah Aiden yang terlalu besar.     

"Kamu benar-benar mau menggendongku?" tanya Tara sekali lagi.     

Nico langsung berjongkok dan menepuk pundaknya. "Cepat naik."     

Tanpa menunggu lama, Tara langsung melepaskan sepatu hak tingginya dan bersandar di punggung Nico.     

Hana menyusul Nico keluar rumah untuk mengantar mereka. Tetapi ketika melihat Nico sedang menggendong Tara, ia langsung masuk ke dalam rumah lagi dengan penuh semangat. "Anya, Anya … Aku melihat Nico menggendong dokter Tara kembali ke rumah mereka."     

Anya tersenyum saat mendengarnya. Kemudian, ia langsung menoleh ke arah suaminya dengan manja. "Aiden, aku juga mau digendong."     

Aiden tidak menggendong Anya di punggungnya karena takut melukai janin di perut Anya. Ia menggendong Anya seperti seroang putri dan mereka kembali ke kamar mereka.     

Anya tersenyum dan memeluk leher Aiden dengan manja. "Apakah kamu akan menemaniku ke dokter hari senin nanti?"     

Aiden mengangguk sambil mengecup pipi istrinya.     

Ia tidak akan melewatkan pengalaman pertama mereka bertemu dengan anak mereka.     

…     

Di hari senin pagi, Anya sudah puasa dan hanya minum air putih sebelum pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan kandungannya.     

Di tengah perjalanan, Aiden tiba-tiba menerima panggilan. Wajahnya langsung terlihat muram saat menerima telepOn tersebut.     

"Aiden, ada apa?" Anya merasa sedikit gugup karena hari ini adalah pemeriksaan pertama. Ia menjadi lebih gugup ketika melihat ekspresi di wajah Aiden berubah.     

"Kak Maria menelepon dan mengatakan bahwa ayah pingsan," kata Aiden dengan serius.     

Anya menggigit bibirnya. Ia benar-benar ikut bersama dengan Aiden untuk memeriksa kondisi ayahnya.     

"Mengapa ayah tiba-tiba pingsan? Ayo kita pergi ke rumah Keluarga Atmajaya dulu. Kita bisa melakukan pemeriksaan lain kali," kata Anya.     

Aiden mengerutkan keningnya. "Sulit untuk mendapatkan jadwal pemeriksaan dengan Dokter Norah. Kamu tunggu saja di rumah sakit. Setelah melihat kondisi ayah, aku akan segera kembali. Kalau tidak memungkinkan, aku akan mengirim pengawalku untuk menjemputmu nanti."     

Anya merasa sedikit ragu. Ia tahu Dokter Norah adalah dokter yang terkenal sehingga mereka harus membuat janji dari jauh-jauh hari. Mereka sangat beruntung kali ini karena ada seseorang yang membatalkan janji.     

Demi kebaikan bayinya, Anya harus mencari dokter yang terbaik di kota ini.     

Tetapi Aiden tidak bisa menemaninya untuk pemeriksaan pertama. Entah mengapa Anya merasa kecewa.     

"Kalau ayah tidak apa-apa, aku akan segera menyusulmu," Aiden mengecup kening Anya. "Kamu sudah puasa sejak pagi dan perutmu kosong. Kalau kamu tidak melakukan pemeriksaan hari ini, bukankah puasamu akan sia=sia?"     

Anya tertawa dan akhirnya setuju. "Benar, aku memang sangat lapar. Jadi aku harus segera ke dokter."     

"Kita pulang untuk menjemput ibu dan Bu Hana dulu agar mereka bisa menemanimu," kata Aiden.     

Setelah menjemput Diana dan Hana, Aiden menggunakan mobilnya sendiri untuk menyetir ke rumah Keluarga Atmajaya.     

"Hati-hati di jalan. Jangan mengebut," kata Anya sebelum berpisah dengan suaminya.     

"Aku akan segera kembali," hibur Aiden. Ia mengelus kepala Anya sebelum pergi.     

Begitu tiba di rumah sakit, Anya dan Diana langsung duduk di ruang tunggu, sementara Hana duduk di meja pendaftaran untuk mengisi formulir terlebih dahulu.     

Dokter Norah menyambut mereka dengan hangat. Setelah menanyakan mengenai kondisi dan situasi Anya, ia memberikan beberapa daftar pada Anya untuk melakukan pemeriksaan yang lebih rinci.     

Seorang suster menemani mereka dengan sangat sabar.     

Anya melakukan beberapa pemeriksaan ditemani oleh ibunya. Tetapi saat ingin memasuki ruang pemeriksaan USG doppler, dokter yang sedang bertugas hanya memperbolehkan suami pasien yang menemani.     

"Dokter, aku adalah ibunya. Ini pertama kalinya putriku hamil dan ia sangat gugup. Aku tidak akan mengganggu. Aku hanya akan diam saja dan menemanimya!" Diana memohon saat melihat putrinya gugup harus masuk seorang diri.     

Dokter dan asisten di ruang tersebut saling bertukar pandang sebelum akhirnya setuju.     

Hana juga tidak diperbolehkan masuk sehingga ia hanya bisa menunggu di luar bersama pengawal Aiden.     

Hana segera menelepon Aiden untuk memberi kabar. "Tuan, kami sedang berada di ruang Ultrasound nomor enam di lantai 3. Dokter tidak memperbolehkan siapa pun selain suami untuk menemani pasien. Tetapi akhirnya ia setuju untuk membiarkan Nyonya Diana masuk. Saya sedikit khawatir."     

"Aku mengerti," jawab Aiden.     

"Tuan, kapan Anda akan tiba?" tanya Hana.     

"Aku sudah tiba di rumah sakit," Aiden segera naik ke lantai tiga bersama beberapa pengawalnya yang mengenakan pakaian hitam. Ia membuka ruang ultrasound secara paksa dan langsung masuk ke dalam.     

Anya dan Diana yang berada di dalam langsung terkejut. "Aiden?"     

"Ayo kita pulang sekarang juga," Aiden langsung menghampiri Anya dan menggendong istrinya.     

"Tuan, Anda tidak bisa …" Dokter itu bangkit berdiri. Namun, sebelum ia bisa berbicara, mata Aiden yang menakutkan membungkam mulutnya.     

"Aku belum menjalani pemeriksaan," gumam Anya.     

"Tidak perlu pemeriksaan."     

Anya merasa kebingungan setengah mati. Diana yang berada di ruangan itu juga tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.     

Mereka tidak mengerti betapa seriusnya masalah ini hingga mereka melihat beberapa polisi membawa pergi dokter tersebut.     

"Aiden, katakan padaku apa yang sebenarnya terjadi. Aku juga punya hak untuk tahu," kata Anya dengan panik.     

"Natali memberi mereka uang sebesar 100 juta rupiah untuk membuatmu keguguran di saat pemeriksaan," kata Aiden sambil menahan emosinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.