Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Menaklukan Wanita



Menaklukan Wanita

0"Apakah matamu sudah pulih kembali?" Nico duduk di hadapan Aiden sambil menatap wajah Pamannya itu lekat-lekat, terutama pada matanya. Selama ini ia merasa bahwa Pamannya itu sudah bisa melihat kembali, tetapi entah mengapa Pamannya itu tetap berpura-pura buta. Ia ingin tahu bagaimana kondisi Pamannya yang sebenarnya.     
0

"Aku masih tidak bisa melihatmu dengan jelas," Aiden tidak menyangkal dugaan Nico.     

Jawaban Aiden membuat wajah Nico menjadi cerah. Benar seperti dugaannya, Pamannya itu mulai pulih!     

"Paman, apakah menyenangkan berpura-pura buta dan menipu semua orang?" goda Nico. Aiden langsung menendang kakinya dengan keras di bawah meja, namun Nico langsung menghindar dengan gesit sambil nyengir. "Apakah kamu menggoda bibi?"     

"Aku tidak menggodanya!" jawab Aiden. Meski wajahnya tetap dingin dan tidak berekspresi seperti biasanya, Nico bisa melihat telinga Aiden sedikit memerah.     

Hal itu membuat Nico langsung terbelalak. "Paman! Kamu jatuh cinta!" Ini adalah hal yang baru bagi Nico. Ia tidak pernah melihat Pamannya tergila-gila pada seorang wanita seperti ini. "Paman, sebenarnya membuat wanita untuk jatuh cinta itu sangat mudah, tetapi kamu terlalu galak!"     

"Aku? Galak?" Aiden menatap Nico dengan tajam, memberinya tatapan seolah mengatakan 'Apakah kamu sudah bosan hidup?'     

"Paman! Aku adalah keponakanmu, bukan sainganmu. Jangan lihat aku dengan tatapan seperti itu. Kamu begitu menyeramkan. Bagaimana wanita tidak takut untuk jatuh cinta padamu!" Nico mendorong kursinya mundur, menjauhi Aiden.     

Mata Aiden sudah pulih dan samar-samar ia bisa melihat apa yang Nico lakukan. Nico merasa lebih baik mundur dan menjaga jarak agar ia tidak diterkam oleh harimau yang satu ini. Karena apa yang akan ia katakan berikutnya mungkin akan membuat Pamannya semakin kesal. Jika ia menjaga jarak dari Pamannya, mungkin ia bisa langsung kabur jika ada sesuatu yang akan terjadi ...     

"Paman, apakah kamu mau kuajari bagaimana menaklukan wanita?" tanya Nico sambil nyengir. "Walaupun dalam hal pekerjaan aku tidak sehebat kamu, kalau dalam menaklukan wanita aku lebih jago daripada Paman. Aku sudah mencari perempuan sejak aku masih TK. Pengalamanku sudah sangat banyak, jadi aku yakin bisa sedikit mengajari Paman!" kata Nico dengan bangga sambil menepuk-nepuk dadanya.     

"Anya berbeda dari semua wanita yang kau tahu." Ketika Aiden mengatakannya, bibirnya sedikit terangkat ke atas dan ekspresinya menjadi lembut. Tanpa sadar, ia mengingat kembali wajah cantik Anya di benaknya.     

Mulut Nico ternganga melihat Pamannya saat ini. "Paman, kamu benar-benar dimabuk cinta. Kamu seperti orang bodoh yang ..." kata Nico sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.     

PLAK!     

Belum sempat Nico selesai mengolok Aiden, Aiden sudah mengangkat sebuah map di atas meja dan memukulkannya ke kepala Nico. Nico langsung memeluk kepalanya dan berkata dengan memelas. "Paman, apakah kita tidak bisa bicara tanpa kekerasan?"     

Aiden hanya memelototi keponakannya yang nakal ini. Dasar bocah satu ini ...     

"Paman, maafkan aku!" kata Nico sambil mengelus-elus kepalanya. Lebih baik ia tidak terlibat dalam urusan percintaan Pamannya. Pamannya begitu galak kalau ia membahas sesuatu yang berkaitan dengan bibi. Sepertinya Pamannya itu benar-benar tertarik pada bibi.     

Aiden segera mengalihkan topik pembicaraan. Ia menatap Nico dengan serius dan berkata, "Sebentar lagi, perayaan ulang tahun kakekmu akan diadakan. Ivan akan pulang ke Indonesia. Pertempuran yang sulit akan terjadi."     

Mendengar nada Aiden yang serius, Nico langsung duduk dengan tegak dan memasang ekspresi yang sama. Namun, pendapatnya tidak sama dengan pemikiran Aiden. "Paman, aku rasa Paman Ivan tidak berniat untuk bersaing dengan kita."     

"Begitukah menurutmu?" kata Aiden sambil mendengus. "Nico, sejak kapan kamu mulai melakukan segalanya sesuai dengan perasaanmu?"     

"Paman, kita tidak perlu bertengkar dengan Paman Ivan. Orang yang benar-benar ingin merebut semuanya dari kita adalah Imel, bukan Paman Ivan. Bukankah Paman Ivan bersedia memberikan perusahaan ini kepada Paman karena ia tidak mau ada perpecahan dalam keluarga?" kata Nico, berusaha untuk membela Ivan.     

Aiden menggunakan jarinya untuk mengetuk-ngetuk meja, menatap Nico dengan dingin dan bertanya, "Bagaimana kamu tahu bahwa Ivan tidak ingin bersaing dengan kita?"     

"Jika Paman Ivan ingin bersaing, ia pasti akan mengambil alih perusahaan sebelum Paman pulang ke Indonesia pada saat itu. Mengapa ia harus menunggu Paman pulang terlebih dahulu?" jawab Nico.     

Aiden tersenyum sinis pada Nico, "Nico, Nico ... Sepertinya hanya ada wanita saja di pikiranmu!"     

Nico langsung protes dengan kesal, "Paman, jangan meremehkan aku!"     

"Nico! Dengarkan aku baik-baik. Kalau tidak, aku tidak tahu apa yang akan terjadi padamu nanti." Aiden menatap Nico dengan serius. "Pada saat itu, Ivan juga tidak rela menyerahkan perusahaan padaku, tetapi ia tidak punya kemampuan untuk mengambil alih seluruh Atmajaya Group."     

"Apa maksud Paman?" tanya Nico dengan heran.     

Aiden tiba-tiba menurunkan pandangannya, menatap kaki Nico. "Apakah kamu kehilangan sesuatu?"     

"Ha?" Nico mengikuti arah pandang Aiden dan melihat ke bawah kakinya, tetapi tidak ada apa pun di sana.     

"Otak adalah hal yang bagus. Jangan sampai kehilangannya!" sindir Aiden sambil memutar bola matanya. Nico benar-benar polos.     

Nico baru sadar apa maksud Pamannya. Aiden menegurnya karena ia tidak bisa berpikir dengan jernih.     

"Paman, aku hanya berpikir kalau kita bisa berhubungan baik dengan Paman Ivan dan tidak bertengkar dengannya, mungkin keluarga kita bisa hidup dengan damai!" kata Nico, tersenyum dengan polosnya.     

Aiden bersandar pada kursinya. "Siapa sebenarnya keluargamu?"     

Nico langsung duduk dengan tegak, tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Ia sadar bahwa apa yang ia katakan pada saat ini tidak ada yang benar di mata Pamannya!     

"Ayahmu yang berusaha mati-matian agar kakekmu tidak menikah dengan Imel. Bukankah itu membuat Imel sangat membenci ayahmu?" Aiden mengangkat alisnya dan matanya terlihat dingin saat mengenang kakaknya.     

Wajah Nico terlihat sangat terkejut. Ia tidak bisa menjawab pertanyaan Aiden.     

"Di keluarga ini, hanya aku yang bisa melindungimu. Aku bisa mengambil alih Atmajaya Group karena ayahmu dan aku telah merencanakan semua situasi ini. Jika aku mati pada kecelakaan satu tahun yang lalu. Apakah kamu pikir kamu masih bisa menempati posisimu sekarang? Apakah kamu pikir kamu tidak akan ditendang keluar dari perusahaan?" tanya Aiden.     

Tiba-tiba, Nico teringat sesuatu yang dikatakan oleh Raka. "Paman, aku mengingat sesuatu. Raka bilang ia, bibi dan Paman Ivan saling mengenal. Mereka semua tumbuh bersama."     

Mata Aiden berubah menjadi galak saat menatap ke arah Nico. "Mengapa kamu baru menceritakan hal sepenting itu sekarang?"     

"Aku sama sekali tidak tahu kalau itu adalah hal yang penting." Suara Nico menjadi semakin dan semakin pelan.     

Anya dan Raka saling mencintai sejak kecil. Namun, sekarang Anya adalah istri Pamannya. Bagaimana bisa Nico menceritakan hal ini dengan mudah?     

"Aku rasa, sahabatmu itu akan mencari masalah denganku," kata Aiden. Kemudian, matanya menatap Nico yang duduk di hadapannya, satu-satunya keluarga yang ia percayai. "Kalau, Raka dan Ivan bekerja sama untuk menyingkirkanku, siapa yang akan kamu bantu?"     

"Tentu saja aku akan membantumu, Paman. Aku masih bisa berpikir dengan jernih!" Nico merasa seperti anak kecil yang ditegur oleh orang tuanya. Tentu saja ia akan membela Aiden. Mana mungkin ia membela orang lain?     

Bibir Aiden melengkung, membentuk senyuman. Selain Anya, hanya Nico satu-satunya keluarga yang ia punyai saat ini. Aiden tahu betapa polosnya Nico sehingga ia harus menyadarkannya agar tidak terjerumus ke jalan yang salah.     

"Tadi katamu, kamu mau mengajariku cara menaklukan wanita?" kata Aiden mengubah topik pembicaraan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.