Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Perjodohan



Perjodohan

0Aiden benar-benar ingin memeluk Anya. Wanita itu terlihat sedih dan rapuh di hadapannya. Tetapi ia tahu Anya tidak akan menyukai hal itu sehingga Aiden hanya bisa menahan dirinya.     
0

Akhirnya, ia menggandeng tangan Anya dan mengajaknya untuk pergi ke ruang kantornya. Ini kedua kalinya Anya memasuki kantor Aiden. Waktu pertama kali, ia tidak bisa melihat pemandangan dari jendela besar di kantor Aiden karena tirai menutupinya. Namun, kali ini tirai itu terbuka lebar, menunjukkan pemandangan panorama seluruh kota tersebut.     

Sayang sekali Aiden tidak bisa melihatnya ...     

"Aku akan menemani Nico untuk bertemu dengan klien. Aku akan kembali setelah selesai," kata Aiden.     

"Eh? Kamu akan meninggalkan aku sendiri di sini?" Anya melihat sekelilingnya. "Bukankah banyak dokumen penting di tempat ini ..."     

"Kamu tidak akan membocorkan rahasia perusahaan," kata Aiden dengan santai.     

Anya merasa senang dengan kepercayaan yang diberikan oleh Aiden padanya. Ia menatap Aiden sambil tersenyum. "Aku tidak akan mengecewakanmu."     

Pada saat itu, suara Nico terdengar dari pintu. Nico mengintip dari celah pintu kantor Aiden, "Paman, bisakah kita pergi sekarang?"     

Aiden menoleh dan menatap wajah Nico dengan kesal. "Bukankah kamu melarikan diri bersama dengan Raisa?"     

Nico hanya nyengir dan pura-pura bodoh. "Aku sama sekali tidak melihat Raisa. Bibi, apakah kamu melihat Raisa?"     

"Aku ..." Anya tertegun sesaat mendengar pertanyaan yang tiba-tiba itu. Kemudian, ia menjawab dengan tenang, "Aku tidak melihatnya."     

Anya mengingat kembali saat Aiden menyiramkan air panas pada Natali ketika mereka bertengkar. Ia tidak mau kalau sampai hal itu terjadi lagi. Lebih baik ia berbohong saja ...     

Harris menutup mulutnya dan diam ketika melihat Nico dan Anya berusaha membela Raisa. Bagaimanapun juga, Aiden sudah memecat sekelompok karyawan untuk Anya. Harris tidak mau ada hal lain yang terjadi lagi.     

"Kamu juga tidak melihatnya?" Aiden mendengus. Sejak kapan ketiga orang ini sepemahaman tanpa harus berkata-kata?     

"Tidak, Paman. Aku tidak melihatnya. Apa Paman melihatnya?" tanya Nico dengan sengaja.     

Anya langsung menoleh ke arah Aiden. "Aiden, kamu bisa melihat?" tanyanya dengan ekspresi terkejut.     

"Tidak," jawab Aiden. Ia mengatakannya dengan sedikit pelan, berpura-pura sedih agar rahasianya tidak terbongkar.     

Aiden tahu bahwa Raisa yang melakukan semua ini, tetapi ia tidak bisa mengatakannya. Ia tidak bisa membiarkan Anya tahu kebohongannya.     

"Tuan, klien Anda sudah tiba!" kata Harris tiba-tiba, menyelamatkan Aiden dari kecurigaan istrinya.     

Aiden memegang kepala Anya dan mengelusnya. "Kamu pasti lelah. Pergilah ke kamar dan mandilah. Kamu juga bisa istirahat dulu sebentar. Aku akan segera kembali!"     

"Hmm, pergilah. Aku menunggumu," suara Anya terdengar lembut, menggelitik hati Aiden. Suara itu membuat Aiden tidak ingin ikut rapat. Seharusnya, ia membiarkan Nico saja yang pergi seorang diri …     

Ia sudah mengucapkan selamat tinggal, tetapi ia enggan untuk meninggalkan ruangannya.     

Ketika Harris melihat situasi ini, ia langsung memandang ke arah Nico. Matanya seolah mengirimkan sinyal agar Nico membantunya. 'Tuan Nico, kalau Anda tidak segera mengajak Tuan Aiden pergi, Anda harus menghadapi klien Anda seorang diri.'     

Nico menerima sinyal Harris dengan jelas. Melihat ekspresi Aiden yang enggan untuk pergi dari tempat ini, ia melangkah maju dan menarik tangan Aiden. "Paman, ayo cepat. Aku akan membantumu turun." Mereka berjalan menuju ke arah lift, sementara Anya mengikuti mereka di belakang     

Sebelum pintu lift menutup, Anya berdiri di tempatnya sambil melambaikan tangan dan tersenyum. "Aku menantikan makan malam kita."     

Aiden melepaskan pegangan tangan Nico dan berniat turun saat melihatnya. "Kamu temui klien ini sendiri," kata Aiden     

"Paman, aku berjanji setelah klien kita menandatangani kontrak kerjanya, aku akan membiarkanmu kembali. Aku yang akan mengurus sisanya!" setelah mendengar kata-kata terakhir Anya yang manis dan melihat bibinya itu melambaikan tangan, Nico sudah tahu ia pasti akan mendapatkan masalah besar. Pamannya itu seperti berada di cengkeraman tangan bibinya. Apa pun yang Anya mau, Aiden akan langsung melakukannya tanpa berpikir dua kali …     

Aiden sudah terpikat oleh kecantikan Anya sehingga ia tidak peduli pekerjaan penting seperti tanda tangan kontrak ini.     

Tanpa menunggu jawaban Aiden, Nico langsung memencet tombol lift. Ia tidak melepaskan tangan Aiden hingga pintu lift itu menutup.     

"Paman, aku tahu mengapa kamu sangat menyukai bibi," Nico menghapus keringat dingin yang mulai mengalir di dahinya. Hampir saja ia harus menghadapi klien seorang diri …     

Aiden bertanya dengan serius, "Apakah semua dokumennya sudah lengkap? Aku harus segera pergi untuk makan malam dengan Anya."     

"Kata orang, bahkan iblis pun pada akhirnya akan ditaklukan …" gumam Nico. Ia sedang membicarakan Pamannya. Pamannya yang dingin dan kejam, Pamannya yang galak dan keras, telah mabuk kepayang karena seorang wanita mungil yang sedang berada di ruang kantornya …     

Aiden hanya menatap Nico dengan tajam mendengar kata-kata keponakannya itu.     

"Apa yang kukatakan itu benar! Paman sudah jatuh ke tangan bibi," Nico bergeser menjauh dari Aiden. Ia memepetkan tubuhnya pada dinding lift, berusaha memberi jarak sejauh mungkin dari iblis yang satu ini …     

"Kamu pikir aku tidak akan mempermasalahkan saat kamu membawa Raisa pergi?" kata Aiden sambil mendengus. Mungkin ia tidak akan membicarakannya di depan Anya, tetapi bukan berarti ia akan melupakannya begitu saja.     

"Paman, mengapa kamu tidak mau melupakannya saja? Toh, bibi juga tidak mempermasalahkan," kata Nico sambil tertawa. Ia berjalan mengikuti Aiden keluar dari lift.     

"Kamu sangat perhatian terhadap Raisa. Apakah kamu jatuh cinta padanya?" tanya Aiden.     

Nico hampir saja tersedak ludahnya sendiri saat mendengar pertanyaan itu. "Paman, jangan membuat aku takut."     

"Setelah aku membatalkan pertunanganku dengan Keluarga Tedjasukmana, Keluarga Mahendra berkata ingin menikahkan putrinya, Raisa, dengan keluarga kita. Aku sudah menikah. Jadi, hanya kamu yang bisa menjadi pasangannya. Lagi pula usia kalian setara. Aku rasa kalian cocok. Aku akan membicarakannya dengan ibumu nanti …" kata Aiden sambil menimbang-nimbang. Ia seperti ingin melemparkan Nico ke kandang singa.     

"Paman, aku bersalah. Maafkan aku. Aku akan mendengarmu lain kali," Nico memohon belas kasihan pada Aiden.     

Ia tidak mau menikah dengan wanita galak seperti Raisa. Seumur hidup, ia tidak pernah melihat wanita segalak itu. Ia tidak mau menghabiskan seumur hidupnya dengan ocehan dan omelan wanita itu.     

Ia sudah mengenal Raka sejak kecil, sehingga ia tahu betul bagaimana sifat Raisa. Ia tidak akan bisa bertahan jika harus menikah dengan Raisa.     

"Kamu tidak bisa kabur. Kamu adalah orang yang paling tepat untuk keluarga Mahendra," kata Aiden dengan santai.     

"Aku punya pacar," kata Nico dengan terburu-buru.     

"Tidak. Kamu tidak punya pacar," kata Aiden.     

"Aku akan mencari pacar sekarang juga," Nico tidak menyerah. Ia benar-benar tidak mau dijodohkan dengan Raisa. "Paman Ivan juga masih single. Bagaimana kalau menjodohkan Paman Ivan dengan Raisa ketika ia kembali."     

"Tidak," kata Aiden dengan tegas.     

"Mengapa tidak?" rengek Nico. Mengapa ia yang harus jadi korban perjodohan? Mengapa harus dia …     

Mata Aiden sedikit menyipit. "Jika Ivan menikah dengan Raisa, itu akan semakin berbahaya untuk kita …"     

"Tetapi aku juga tidak mau menikah dengan Raisa. Aku menyukai wanita lembut dan manis seperti bibi!"     

Aiden menoleh ke arah Nico ketika mendengar jawabannya.     

Ups … Sepertinya Nico tidak sengaja memicu bom waktu yang sedang tenang …     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.