Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Mainan



Mainan

0Anya terkejut saat menyadari bahwa Aiden menghampirinya dan mengulurkan tangan padanya. Namun, ia tidak berkata apa pun dan langsung menyambut uluran tangannya.     
0

"Aiden, mall ini sedang mengadakan acara. Aku bekerja hingga malam kemarin untuk mempersiapkan bahan dasar parfum. Aku harap Rose Scent tidak tutup pada saat acara itu berlangsung," kata Anya dengan sedih.     

"Anya! Lihat apa yang kamu perbuat pada kami. Kamu hanya menyusahkan kami saja!" teriak Ben sambil melotot ke arahnya, "Kamu dipecat! Cepat tinggalkan Rose Scent."     

Anya merasa sangat marah saat mendengar Ben meracau. "Aku adalah asisten parfumeur Bu Esther dan kamu hanyalah manajer toko. Apa hakmu memecat aku?"     

"Kamu telah mencuri resep parfum milik Bu Esther, apakah kamu pikir kesalahanmu itu tidak besar?" kata Ben.     

Kata-kata Ben membuat semua pegawai di sekitarnya mengangguk setuju. Mereka sudah melihat bagaimana Anya menimbulkan masalah sejak hari pertama kerjanya. Sepertinya Anya selalu dikelilingi oleh masalah. Selama mereka bekerja, tidak pernah sekali pun ada masalah pencurian seperti ini. Siapa lagi kalau bukan Anya yang melakukannya? Hanya Anya satu-satunya biang kerok di toko ini.     

Beberapa dari pegawai tersebut juga merasa kesal karena mendengar toko mereka akan ditutup pada saat mall mengadakan acara. Kalau sampai hal itu terjadi, bonus mereka akan berkurang. Hal itu membuat mereka semakin kesal pada Anya, meskipun Anya tidak melakukan apa pun.     

"Aku tidak mencuri resep itu. Aku akan tetap tinggal selama penyelidikan. Aku akan ikut diinterogasi," kata Anya. Ia sama sekali tidak takut pada polisi karena ia memang tidak bersalah.     

Aiden menggeleng-gelengkan kepalanya dengan tidak sabar. Suaranya terdengar malas, tetapi semua orang di tempat itu bisa merasakan bahwa Aiden mulai kehilangan kesabarannya. Ia sudah melakukan perjalanan panjang dan ingin cepat-cepat pulang untuk bertemu dengan istrinya. Tetapi begitu ia bertemu dengan wanita yang dirindukannya, mereka malah tidak bisa berduaan.     

"Hanya ada dua kemungkinan mengapa resep itu bisa hilang. Satu, pemiliknya mungkin teledor sehingga menghilangkannya atau semua ini adalah rencana seseorang," katanya sambil memandang Ben. Tatapannya terlihat malas saat menatap Ben tetapi entah mengapa Ben merasa seolah tatapan itu bisa membunuhnya.     

Anya terkejut dan berbalik untuk menatap Aiden, "Apa maksudmu …"     

"Ayo kita pulang," jawab Aiden dengan singkat. Ia benar-benar ingin beristirahat dan berduaan bersama dengan istrinya, bukan menghadapi keributan seperti ini.     

"Tetapi aku belum diinterogasi," gumam Anya.     

"Kamu tidak melakukan kesalahan. Polisi akan mengusutnya hingga tuntas." Setelah itu, Aiden memberi instruksi pada Harris tanpa berbalik untuk menatapnya. "Harris, Anya tidak mau Rose Scent ditutup sementara. Lakukan negosiasi untuk membeli semua saham Rose Scent sesegera mungkin."     

"Ha?" Anya terperangah saat mendengarnya. Mulutnya terbuka dan ia tidak bisa berbicara dengan lancar karena begitu terkejutnya. "Ka- … Kamu … Untuk apa kamu membeli Rose Scent?"     

"Untuk mainanmu," kata Aiden dengan santai seolah membeli Rose Scent sama seperti membeli mainan di toko kecil. Kemudian, ia menatap ke arah Anya dan berkata dengan lembut, "Bisakah kita pulang sekarang?"     

"Apakah kamu akan menutup Rose Scent?" tanya Anya.     

"Tidak," jawab Aiden.     

Anya menggigit bibirnya dan memastikan sekali lagi. "Apakah acaranya akan tetap berjalan?"     

"Hmm …" Aiden menganggukkan kepalanya.     

Anya menghela napas lega dan menggandeng tangan Aiden. "Apakah kamu lelah? Ayo kita pulang. Kamu harus beristirahat."     

"Tuan Aiden takut terjadi sesuatu pada Anda sehingga ia langsung pergi menemui Anda begitu pesawatnya mendarat," kata Harris yang berada di sisi Aiden. Ia mengatakannya dengan suara pelan sehingga hanya Anya dan Aiden yang bisa mendengarnya.     

Anya menatap Harris dengan rasa terima kasih karena telah memberitahunya. Kemudian ia menatap Aiden dan tertawa dengan senang seperti seorang anak kecil.     

"Apakah kita akan pulang sekarang? Cepat bantu aku," kata Aiden.     

"Aku pikir …" mata Anya terlihat sedih setelah mendengar kata-kata Aiden. Ia pikir mata Aiden sudah pulih, tetapi ternyata pengobatannya sepertinya gagal. Ia tidak tahu kalau Aiden hanya sedang berpura-pura.     

"Ada apa?" Aiden bisa melihat Anya menatapnya dengan sedih, tetapi ia tidak mengatakan apa pun.     

"Tidak ada apa-apa. Aku akan menuntunmu," Anya mengabaikan tatapan orang-orang di sekelilingnya. Semua orang di kota ini sudah tahu kalau ia adalah kekasih Aiden, jadi tidak mengherankan jika mereka bersama-sama di depan umum.     

Semua orang di toko tersebut merasa keheranan melihat Anya pergi meninggalkan tempat itu.     

Resep milik Esther menghilang dan ditemukan di tas Anya sehingga Anya menjadi tersangka utamanya. Namun, tersangka utamanya malah akan meninggalkan tempat kejadian sementara para polisi akan menyelidiki mereka satu per satu.     

Ketika meninggalkan Rose Scent, Anya bisa mendengar pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh para polisi tersebut. Ia tidak bisa mendengar jawaban yang diberikan oleh rekan-rekannya, tetapi ia juga tidak ingin tahu.     

Ia hanya ingin segera pergi dari tempat itu …     

Begitu mereka masuk ke dalam mobil, Aiden menaikkan pembatas di antara kursi depan dan tengah sehingga Abdi tidak bisa melihat kondisi di belakang. Aiden ingin menikmati waktunya untuk berduaan bersama Anya meski hanya dalam perjalanan pulang yang sebentar ini.     

Mereka berdua duduk berdampingan di mobil sambil menyandarkan tubuhnya dengan nyaman. Anya mengulurkan tangannya, mendekatkan tubuhnya ke arah Aiden dan membelai wajah Aiden dengan lembut. Ia merasa kasihan pada suaminya. Aiden pasti kelelahan karena harus langsung menemuinya meskipun ia baru saja tiba di Indonesia. "Mengapa kamu selalu muncul ketika aku merasa kesulitan?" tanyanya.     

Aiden menyandarkan kepalanya di tangan Anya dan memejamkan matanya sambil tersenyum. "Apakah aku berhasil menaklukan hatimu?" katanya sambil bercanda.     

Anya ikut tersenyum mendengar jawaban itu. "Hmm … Bagaimana mungkin tidak? Ketika aku membutuhkan bantuan, kamu selalu muncul seperti seorang pangeran."     

"Kalau begitu, bukankah kamu seharusnya berterima kasih kepadaku?" suara Aiden terdengar lebih rendah dari biasanya.     

Wajah Anya langsung memerah mendengarnya, "Bagaimana kamu ingin aku mengucapkan terima kasih?"     

"Cium aku!" kata Aiden dengan santai. Ia mengatakannya sambil setengah bercanda.     

"Bagaimana kalau tunggu kita tiba di rumah?" kata Anya dengan malu-malu. Saat ini mereka sedang berada di mobil. Meskipun orang luar tidak bisa melihat ke dalam mobilnya, meskipun ada pembatas di antara Abdi dan mereka, Anya tetap merasa gelisah. Mereka sedang berada di luar!     

"Tidak mau," Aiden mencondongkan tubuhnya dan mencium bibir Anya tanpa aba-aba.     

Tangan Anya yang membelai wajah Aiden terhenti dan bersandar di bahu Aiden sambil sedikit gemetaran. Matanya yang polos mengedip sekali, dua kali, tiga kali … Seolah lupa bagaimana caranya bereaksi.     

Aiden tidak memedulikan Anya yang terdiam karena terkejut. Bibirnya terus bergerak untuk memperdalam ciuman mereka. Tangannya berpindah ke pinggang Anya dan menarik tubuhnya untuk mendekat. Napasnya menjadi panas saat mereka semakin larut dalam ciuman.     

Aiden menggeram rendah sementara matanya masih terpaku pada wanita di hadapannya.     

Anya hanya bisa mendorong tubuh Aiden dengan malu-malu. Namun, saat ia hendak mundur, Aiden memegang tubuhnya dan belakang kepalanya agar kelinci kecil ini tidak bisa kabur dari pelukannya.     

Sekali lagi, Aiden mendekatkan kepalanya ke arah Anya. Kali ini, ciumannya mendarat dengan ringan dan lembut.     

Anya merasa tubuhnya menegang saat berada di dalam pelukan erat Aiden. Ia merasa khawatir dengan keadaan di sekitarnya. Mereka sedang berada di luar rumah! Bagaimana kalau ada yang melihat mereka?     

Namun, ciuman lembut Aiden membuat kepalanya terasa melayang. Tangan Aiden yang berada di pinggangnya mengelusnya dengan lembut, membuatnya larut dalam ciuman yang semakin lama semakin menggairahkan.     

"Anya …" Aiden mengucapkan nama Anya dengan lembut. Suara dalamnya terdengar sangat menggoda di telinga Anya. Napasnya yang panas terasa menggelitik, tetapi tidak membuat Anya merasa tidak nyaman.     

Entah sejak kapan, sosok Aiden terasa sangat akrab baginya. Tubuhnya luluh dalam pelukan Aiden, sehingga ia melupakan segalanya, merasa bahwa hanya ada mereka berdua.     

Tanpa sadar, Anya mulai membalas ciuman Aiden, mengikuti gerak bibirnya. Tangannya yang gemetaran sekarang memegang bahu Aiden dengan lebih tegas.     

Aiden tersenyum tipis saat merasakan balasan dari Anya. Bibir mereka saling bertautan dan menari di bawah matahari siang, membuat suhu di tempat tersebut seolah makin panas …     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.