Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Bergamot



Bergamot

0"Di bulan Oktober nanti akan ada kontes parfum. Aku diundang untuk menjadi jurinya. Apakah kamu ingin mendaftar?" tanya Esther.     
0

Wajah Anya terlihat cerah dan matanya berbinar-binar. Namun, sedetik kemudian, ia teringat akan pesan ibunya dan menggelengkan kepalanya dengan sedih. "Ibuku tidak memperbolehkanku untuk ikut serta dalam kontes parfum."     

"Mengapa?" tanya Esther. Ia tidak mengerti alasan Diana melakukannya.     

"Katanya waktunya belum tepat dan aku harus menunggu dengan sabar," jawab Anya.     

Esther mengangguk. "Ibumu pasti memiliki alasan. Deadline pendaftarannya hingga 15 September. Masih ada cukup waktu untuk memikirkannya!"     

"Jika ibuku bangun sebelum pendaftaran itu ditutup, aku akan meminta sarannya. Jika ia belum bangun, aku akan menunggu kesempatan berikutnya," kata Anya dengan senyum tipis.     

Esther bisa melihat kesedihan di wajah Anya saat membicarakan mengenai ibunya sehingga ia langsung mengubah topik pembicaraan.     

"Ngomong-ngomong, aku menyukai dua sampel parfum buatanmu. Aku sangat menyukainya! Kamu memang sangat berbakat!" puji Esther.     

"Bu Esther, jangan terlalu memujiku. Aku masih butuh banyak belajar. Tidak ada kata berhenti untuk belajar," kata Anya dengan rendah hati.     

Esther tertawa. "Bagus sekali kalau kamu mau terus belajar." Kemudian, ia melihat jam tangannya dan berkata, "Aku harus segera ke perusahaan Atmajaya Group untuk menandatangani kontrak. Lalu aku akan bertemu dengan seorang teman untuk membicarakan mengenai parfum baru buatanmu."     

"Aku sudah menemukan orang untuk menyelesaikan prosedur yang dibutuhkan," kata Anya.     

Esther tidak mempertanyakan siapa orang yang dimintai tolong oleh Anya. Ia hanya berkata, "Anya, Aiden sangat memanjakanmu. Tidak peduli apa hubungan masa lalumu dengan Raka, kamu harus mulai belajar menghargai orang-orang yang ada di sekitarmu."     

Anya mengangguk. "Aku sudah melupakan masa laluku."     

"Ini buku catatanku. Kamu bisa melihat-lihat dan mempelajarinya." Kata Esther sambil memberikan sebuah buku bersampul kulit.     

Anya menerima buku itu seperti menerima sebuah harta karun suci yang sangat berharga. "Apakah aku benar-benar boleh melihat isinya?"     

"Itu hanyalah catatan dan pengalaman mengenai beberapa percobaan pembuatan parfum. Aku harap buku itu bisa membantumu," Esther tersenyum saat mengatakannya, kemudian ia segera berpamitan. "Kamu bisa melihatnya. Aku akan pergi ke perusahaan Atmajaya Group."     

"Terima kasih, Bu Esther!" Anya menerima buku itu dengan senang hati.     

Setelah Esther pergi dari Rose Scent, Anya turun ke area pembuatan parfum khusus sambil membawa buku catatan tersebut.     

Mila langsung membawakan sebuah kursi untuk Anya. "Nona, silahkan duduk di sini."     

"Kamu bisa memanggilku Anya, tidak perlu terlalu sopan," kata Anya sambil tersenyum.     

Mila ragu sejenak karena ia sedang berhadapan dengan istri bosnya. Namun, akhirnya ia menuruti apa kata Anya. "Anya, ada wawancara kerja untuk posisi asisten parfumeur pada pukul sepuluh dan Bu Esther sedang tidak ada di toko. Bisakah kamu menggantikannya?"     

Anya terbelalak dan langsung berkata, "Aku hanya bisa membuat parfum. Aku sama sekali tidak memiliki pengalaman mewawancarai seseorang!"     

"Aku akan menemanimu. Kamu hanya perlu menguji pengetahuannya mengenai parfum dan aku bisa membantu dalam hal lainnya." Kata Mila sambil tersenyum.     

"Oh! Baiklah kalau begitu," Anya mengangguk.     

"Ketika orangnya datang, aku akan memberitahumu. Aku tidak akan mengganggumu lagi," Mila berbalik untuk meninggalkan Anya melanjutkan pekerjaannya.     

Anya kembali tenggelam dalam buku catatan Esther, saat tiba-tiba seseorang membawa sebuah buket bunga besar yang sangat indah.     

"Permisi, ada kiriman untuk Nona Anya," kata orang tersebut.     

Mendengar namanya disebut, Anya langsung mengangkat kepalanya dan berkata, "Aku Anya."     

"Ini bunga untuk Anda. Silahkan tanda tangan di sini," orang tersebut segera menyerahkan bunga yang dibawanya dan semua pegawai toko menatap Anya dengan penasaran.     

Setelah menandatangani tanda terimanya, Anya melihat bunga yang dikirimkan untuknya. Itu adalah Bergamot!     

Bergamot yang sudah matang, dipotong bersama dengan ranting dan cabangnya, kemudian dikelilingi dengan bunga-bunganya dan diselimuti dengan kertas pembungkus yang sangat indah.     

Siapa lagi kalau bukan Raka yang mengirimnya? Ia berjanji akan mengirimkan bergamot ketika sudah tumbuh.     

"Bunga apa itu? bunganya cantik dan baunya seperti jeruk," kata salah satu pegawai.     

"Aku juga baru pertama kali melihat bunga seperti ini."     

"Ini adalah bergamot. Ini juga bisa dimakan," kata Anya. Tidak ada kartu pada buket itu. Namun, Anya tidak memerlukannya karena ia tahu bahwa pengirimnya adalah Raka.     

Raka pernah bilang bahwa Bergamot yang mereka tanam bersama-sama akan menumbuhkan buah pertama kalinya tahun ini.     

Ironis sekali karena bergamot yang mereka tanam tumbuh dan berkembang, sementara cinta mereka telah mati.     

"Bergamot adalah salah satu rempah yang digunakan untuk membuat parfum. Seseorang yang mengirimkannya pasti sangat memikirkanmu," Mila mengira bahwa Aiden lah yang mengirim bunga itu untuk anya.     

Anya tidak menjawab. Ia memberikan bunga itu pada Mila dan berkata, "Bagikan pada semuanya. Buahnya sangat manis dan kulitnya bisa disimpan di kamar mandi untuk menghilangkan bau tidak sedap."     

"Terima kasih," Mila menerima buket itu dari Anya dan melihat bergamot yang sangat indah. Ia merasa enggan untuk memberikannya pada orang lain. Akhirnya ia membawa bunga itu ke ruang pegawai, memotretnya dan mengirimkannya pada Harris.     

Setelah melihat foto tersebut, Harris langsung meneleponnya, "Siapa yang mengirimnya?"     

"Bukankah Tuan Aiden yang mengirimnya?" tanya Mila dengan terkejut.     

Harris tidak menjawab pertanyaan Mila dan balik bertanya, "Dari toko bunga mana buket itu? Apakah kamu masih ingat?"     

"Toko bunga Fleur," jawab Mila.     

"Baik," Harris langsung menutup telepon dan memeriksanya.     

Bersama dengan Nico, Aiden berjalan keluar dari ruang rapat. Harris langsung bergegas menghampirinya. "Tuan, Nyonya Esther sedang menunggu Anda di ruang tunggu."     

"Suruh ia masuk ke kantorku," kata Aiden dengan tenang.     

"Tuan, saya baru mengetahui bahwa Tuan Raka mengirimkan buket bergamot pada Nyonya. Aku dengar bergamot adalah salah satu jenis rempah," lapor Harris.     

Langkah Aiden langsung terhenti dan seluruh tubuhnya kaku. Aura dingin terpancar darinya meski ia tidak mengatakan apa pun.     

"Bergamot dalam bahasa bunga berarti keberuntungan. Jika Raka memberi Bibi bergamot, bukankah itu artinya ia sudah merelakan Bibi dan mendoakan keberuntungannya di masa depan?" Nico berusaha untuk mencari alasan demi temannya.     

"Ah! Ternyata bunga itu memiliki arti yang dalam. Tuan Raka pasti telah menyerah," Harris juga bisa melihat wajah Aiden yang menyeramkan sehingga ia berusaha membantu Nico untuk menenangkannya.     

Wajah Aiden sedikit tenang mendengar bujukan Nico. "Nico, aku akan pergi ke rumah sakit nanti siang. Jika Deny datang, kamu yang mengurusnya."     

"Paman, ada apa denganmu? Mengapa kamu mau ke rumah sakit?" tanya Nico dengan khawatir.     

"Tuan dan Nyonya akan menemui dokter untuk membahas mengenai pengobatan Nyonya Diana," jawab Harris.     

"Oh!" kemudian, Nico berpikir sejenak sebelum bertanya, "Paman, jika Deny berada di sini, bagaimana aku harus menghadapinya? Apakah aku harus bersikap ramah? Sopan? Tolong beritahu aku!"     

"Kamu bisa berbuat sesuka hatimu. Jangan bersikap sopan pada pria berengsek itu!" kata Aiden dengan dingin.     

Nico langsung tertawa terbahak-bahak. "Baiklah kalau begitu!" katanya sambil bersiul, menantikan pertemuannya dengan Deny.     

"Tuan Nico, kemarin Tuan Deny bertemu dengan Tuan Aiden untuk membahas mengenai pertunangan dengan Natali. Karena Tuan sekarang sudah memiliki Nyonya, jadi Anda …"     

"Paman, kamu tidak akan membiarkan aku menikah dengan Natali kan? Jangan korbankan aku, Paman! Aku mohon …" Nico langsung terlihat panik saat mendengar penjelasan Harris.     

"Kalau begitu menikahlah dengan Raisa!" jawab Aiden dengan santai.     

"Paman, apakah kamu yakin? Jika aku menikah dengan Raisa, Raka akan menjadi kakak iparku. Aku akan semakin sering bertemu dengannya," kata Nico dengan sengaja.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.