Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Kepura-puraan



Kepura-puraan

0"Kamu mau pergi ke mana?"     
0

Selama berpisah beberapa hari ini, Anya begitu merindukan Aiden. Ia berharap Aiden akan pulang lebih cepat, tetapi ia juga takut mengganggu pekerjaan Aiden.     

Beberapa hari terakhir ini, ia selalu berhati-hati agar tidak terjadi masalah apa pun yang bisa menghancurkan hubungan mereka.     

Ia menyadari bahwa ia mencintai Aiden dan berpikir bahwa Aiden juga memiliki perasaan yang sama dengannya.     

Mereka saling mencintai …     

Namun, kenyataannya tidak seperti itu. Aiden menikahinya karena menginginkan sesuatu darinya. Ia menginginkan taman milik ibunya.     

Semua kelembutannya, kehangatannya, perhatiannya, rasa cintanya …     

Semua itu hanya kebohongan belaka …     

Hanya kepura-puraan …     

Hati Anya terasa sakit. Air matanya membuat pandangannya terasa kabur. Ia tidak bisa menahan kemarahan di dadanya. "Aiden, mengapa kamu membohongiku selama ini? Aku ingin bercerai darimu!"     

Aiden pulang lebih cepat karena ia juga merindukan Anya. Meski ia sedang mengurus masalah yang penting, nyatanya hatinya tidak mau berpisah dari Anya.     

Ia benar-benar merindukan istrinya sehingga segera menyelesaikan urusannya secepat mungkin.     

Siapa yang tahu saat di perjalanan pulang, istrinya tiba-tiba saja ingin meninggalkannya. Ia benar-benar takut Anya akan pergi dan ia tidak bisa melihatnya lagi.     

Selama beberapa hari terakhir ini, ia benar-benar merindukan istrinya seperti orang gila.     

Namun, begitu kembali, Anya malah minta cerai darinya.     

Aiden menatap Anya dengan tenang. "Anya, katakan padaku. Aku berbohong apa kepadamu?"     

Apakah ini tentang matanya? Apakah karena Aiden menggunakan matanya sebagai alasan untuk bisa bercinta dengan Anya?     

Saat mendengarnya, Anya merasakan sakit yang menyesakkan di dadanya. Ia memegang dadanya sambil menatap Aiden dengan tajam. "Kamu masih tidak mau jujur padaku? Aku sudah tahu semuanya. Kamu hanya menikahiku karena menginginkan taman milik ibuku. Sungguh bodoh. Bisa-bisanya aku jatuh cinta padamu."     

Anya benar-benar dalam keadaan yang tidak stabil. Kakinya tidak bisa menapak dengan benar sehingga ia terjatuh di pinggir tangga sambil menangis sejadi-jadinya.     

"Apa yang aku lakukan padamu? Apa salahku sehingga kamu memperlakukanku seperti ini?" Anya menangis karena rasa sakit hati di dadanya.     

Aiden segera menghampirinya dan merengkuh tubuh Anya ke dalam pelukannya.     

Pelukan itu membuat Anya meronta-ronta, tetapi Aiden tidak berniat melepaskannya.     

Ia menatap tubuh Anya yang gemetaran. "Anya, aku hanya menginginkanmu. Aku sama sekali tidak memintamu untuk menjadikan taman ibumu sebagai jaminan. Aku tidak menginginkan taman itu." Aiden berusaha menjelaskan dengan sabar.     

Anya mengangkat kepalanya saat mendengar hal itu. Ia tidak peduli wajahnya terlihat buruk rupa karena air mata. Ia benar-benar merasa marah dan kecewa. "Aku tahu kamu bekerja sama dengan Harris, menipuku agar aku menyerahkan taman itu sebagai jaminan."     

Anya tidak bodoh. Saat perjalanan pulang dari rumah sakit, ia mengingat kembali situasinya dan merasa semakin tertipu. Ia menyadari bahwa semua ini adalah rencana Aiden dan juga Harris. Harris juga terlibat sebagai kaki tangan Aiden ...     

"Nyonya, proyek pembangunan yang dipegang oleh Atmajaya Group sudah dimulai. Taman milik Anda tidak termasuk di dalam kawasan tersebut," Harris melangkah maju dan berkata dengan sopan.     

"Kalian berdua bekerja sama. Apakah kalian pikir aku sebodoh itu untuk mempercayai ucapan kalian?" Anya meronta-ronta, melemparkan pukulan ke dada dan perut Aiden.     

"Nanti tanganmu sakit," Aiden memegang tangan Anya. Ia tidak takut sakit karena pukulan Anya. Ia malah takut Anya akan melukai tangannya.     

"Lepaskan tanganku!" Anya menggigit tangan Aiden yang memegang tangannya agar pria itu melepaskan dirinya.     

Aiden memejamkan matanya dengan kesakitan, tetapi tidak menghindarinya. "Kalau menyakitiku bisa membuatmu lebih tenang, lampiaskan semuanya. Tapi jangan pergi meninggalkan aku."     

Air mata menetes di punggung tangan Aiden. Anya menggigit tangan Aiden hingga bisa merasakan darah di mulutnya.     

Ia berpikir bahwa menyakiti Aiden akan membuat rasa sakit di hatinya semakin berkurang. Tetapi ia tidak merasa lega sama sekali …     

"Tuan Aiden mengatakan bahwa Nyonya harus memiliki taman sendiri jika ingin menjadi parfumeur. Ia meminta kepala desainer untuk merevisi gambar dan menjaga taman bunga itu untuk anda. Ia juga sudah sudah memesan sebuah vila di kawasan pembangunan tersebut. Taman belakang vila itu tepat menuju ke arah taman bunga milik Anda," kata Harris.     

Anya merasa sangat marah sehingga tidak bisa mendengar kata-kata Harris.     

Rasa sedih setelah melihat kondisi ibunya, rasa sakit hati yang ia rasakan pada Aiden, seolah membuat telinganya tidak bisa mendengar.     

Usianya yang masih muda juga membuat emosinya bergejolak hebat.     

Di matanya, Harris adalah kaki tangan Aiden. Oleh karena itu, ia akan membantu Aiden untuk berbicara dan selalu membelanya.     

"Apakah kamu adalah Ivan? Apakah kamu putra dari Imel?"     

Memikirkan mengenai apa yang telah Imel lakukan pada ibunya, Anya merasa semakin marah.     

Aiden terdiam karena terkejut saat mendengar pertanyaan Anya. Ivan?     

"Jangan berpura-pura. Sungguh bodoh aku tidak bisa mengenalimu selama sepuluh tahun. Kamu membiayai rumah sakit ibuku dan menikahiku hanya untuk taman itu. Kamu bilang ingin membantuku untuk mendapatkan resep parfum ibuku, padahal sebenarnya kamu berniat untuk memberikannya pada Imel."     

"Apa maksudmu?" Aiden mengerutkan keningnya.     

Mengapa Anya mengiranya sebagai Ivan?     

"Ibumu telah menyakiti keluargaku sepuluh tahun yang lalu, tetapi kalian masih tidak mau melepaskan kami. Aku tidak akan pernah memberikan resep parfum itu padamu. Aku tidak akan pernah memberikan taman itu kepadamu. Aku ingin cerai dan aku akan mengembalikan semua uangmu," kata Anya dengan pahit.     

Semua yang terjadi hari ini membuatnya tidak bisa berpikir jernih. Ia meracau, mengira Aiden dan Ivan adalah orang yang sama.     

Aiden menatap Harris dengan kebingungan dan Harris membalas tatapannya dengan ekspresi serupa.     

"Apakah menyenangkan bekerja sama untuk menipuku? Aku sudah mengetahui kebohongan kalian!" kata Anya. Ia mendorong tubuh Aiden dan berlari menuruni tangga sambil membawa tasnya.     

Ia berlari begitu cepat, tetapi Aiden merangkul pinggangnya dengan lebih cepat.     

Melihat hal itu, Anya kembali terdiam. Ia berbalik dengan tatapan sedih. "Kamu tidak buta, kan? Aku sudah curiga kamu hanya berpura-pura buta. Kamu benar-benar pembohong. Aku tidak akan pernah mempercayaimu lagi. Biarkan aku pergi."     

Setelah mengatakannya, ia menepis tangan Aiden. Tidak sengaja, kukunya menggores wajah Aiden sehingga ada bekas cakaran yang terlihat di wajah tampan Aiden.     

Namun, Aiden sama sekali tidak peduli.     

Aiden memeluk pinggang Anya dengan erat dan berbisik di telinganya. "Anya, aku tahu sulit untuk mempercayaiku sekarang. Tetapi di luar sudah gelap. Tidak aman jika kamu keluar sendirian."     

Anya benar-benar membenci Aiden karena setelah semua kebohongannya, ia masih berpura-pura peduli padanya.     

"Jangan munafik. Kamu tidak peduli padaku! Apakah kamu juga berniat untuk membunuhku? Jika aku mati, kamu bisa mendapatkan taman itu," kata Anya dengan pahit.     

Aiden merasa marah saat mendengarnya. Ia berusaha untuk menghadapi kemarahan Anya dengan sabar. Tetapi ia tidak bisa menahan diri saat mendengar Anya menuduh ingin membunuhnya.     

Ia bahkan sama sekali tidak bisa menyakiti Anya …     

"Mengapa kamu tertawa?" Anya semakin marah ketika melihat Aiden tersenyum.     

"Aku sudah bilang kamu bodoh. Jika kamu meragukanku, tanyakan langsung kepadaku. Apa yang kamu lihat dan apa yang kamu dengar belum tentu merupakan kebenaran. Tanyakan pada hatimu, apakah perasaanku padamu memang palsu? Apakah aku ingin menikahimu demi sebuah taman? Apakah aku benar-benar ingin membunuhmu?" tanya Aiden.     

Anya memegang kepalanya yang terasa sakit. Ia menatap Aiden dengan pandangan kabur karena air mata, "Aku tidak tahu. Aku tidak bisa berpikir. Aiden, jika kamu dan Ivan adalah orang yang sama, aku tidak akan pernah memaafkanmu. Tolong biarkan aku pergi sekarang."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.