Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Menjual Rumah



Menjual Rumah

0Tidak sampai setengah jam, Tara tiba di rumah Aiden. Ia langsung menuju kamar Anya, melihat Anya masih mengenakan pakaian tidurnya. Wajahnya tidak terlihat ceria dan cerah seperti biasanya. Ia terlihat kelelahan dan kehabisan tenaga.     
0

"Lihat dirimu! Kamu terlihat seperti tidak tidur semalaman," sambil menghela napas panjang, Tara meletakkan kotak obatnya dan memeriksa Anya.     

Anya melotot ke arah Tara sambil membiarkan Tara memeriksa tubuhnya. Namun Tara tidak menemukan luka sedikit pun. "Apakah ada yang sakit?"     

"Hatiku yang sakit. Aku ingin bercerai dengan Aiden, tetapi ia masih memperlakukanku seperti ini," kata Anya dengan kesal.     

"Aku ingin mengantarmu pulang kemarin, tetapi Aiden memaksa akan mengantarmu. Mana berani aku melawannya? Meski demi kamu sekali pun, aku tetap tidak berani melawan Aiden, jadi …" Tara tidak melanjutkan kata-katanya. "Mana yang sakit? Aku akan memijatmu."     

"Pinggang, kaki, tangan, kepala, hati. Semuanya sakit!" kata Anya dengan lelah. Tanpa sadar ia kembali memikirkan 'hukuman' yang Aiden berikan kepadanya kemarin malam, membuat wajahnya memerah. Kemudian, ia bertanya pada Tara. "Apa yang aku katakan kemarin malam?"     

"Kamu bilang semua pria di Keluarga Atmajaya berengsek dan tukang tipu. Kamu juga bilang kalau Ivan menyukaimu. Jika Imel tidak mengkhianati ibumu, mungkin kamu sudah menikah dengan Ivan dan tidak bertemu dengan Aiden," kata Tara, mengulang kata-kata Anya kemarin.     

"Astaga! Aku mengatakan semua itu?" Anya tidak bisa mempercayainya.     

"Tidak hanya itu. kamu juga bilang Aiden pemarah dan sulit untuk dibujuk. Kamu bilang kamu ingin bercerai dengannya, tidak mau tinggal bersamanya karena ia menipumu hanya untuk taman bunga milik ibumu. Kamu bilang ia menikah denganmu untuk bersaing dengan Ivan …"     

Sambil mengatakan semua itu, Tara menatap Anya dengan kagum. "Anya, kamu mengucapkan semua kalimat itu pada Aiden, tetapi kamu masih hidup hingga saat ini. Bukankah itu keajaiban?"     

Wajah Anya benar-benar pucat seperti selembar kertas kosong. "Mati sudah aku!"     

"Jangan terlalu khawatir. Aku tahu Aiden sangat peduli padamu dan tidak akan mempermasalahkannya," kata Tara, berusaha menghibur anya.     

"Tidak! Kamu tidak paham." Anya memegang kepalanya dan membuat rambutnya berantakan. "Aiden pasti sangat marah! Bagaimana jika ia tidak mau menceraikan aku?"     

"Kamu masih mau bercerai dengannya?" tanya Tara dengan tidak percaya. "Aiden bukan putra Imel. Ia membenci Imel dan kamu juga membencinya. Kalian berdua bisa bekerja sama untuk melawan Imel bersama-sama."     

"Siapa yang mau bekerja sama dengan Aiden? Ini adalah masalahku sendiri dengan Imel. Aku akan menyelesaikannya dengan caraku sendiri," tolak Anya.     

"Anya, aku tidak paham dengan jalan pikiranmu," kata Tara sambil mulai memijat Anya. "Kamu mencintai Aiden dan Aiden mencintaimu. Bukankah itu sudah cukup?"     

Anya tidak menjawab karena ia tahu Tara tidak akan mengerti perasaannya.     

Tidak ada satu orang pun yang berada di pihaknya dan tidak ada satu orang pun yang paham mengapa ia marah.     

Pertama-tama, Aiden sudah mengetahui dirinya saat mereka pertama kali bertemu di Hotel Imperial. Tetapi Anya sama sekali tidak bisa mengingat siapa Aiden.     

Setelah itu, Aiden menawarkan bantuan dengan syarat pernikahan.     

Aiden memancingnya agar ia menggunakan taman milik ibunya sebagai jaminan untuk pernikahan kontrak ini.     

Aiden juga bertanggung jawab atas proyek pembangunan Atmajaya Group. Proyek itu sempat terhenti karena pemilik taman tersebut, yaitu Diana, tidak mau menjual tamannya.     

Tidak mungkin semua ini adalah kebetulan. Aiden pasti sudah merencanakannya.     

Meski Aiden bukan putra Imel, ia dan Ivan sekarang sedang bersaing. Mereka berdua memperebutkan Atmajaya Group. Mengapa ia harus terlibat dalam semau ini?     

Anya yakin Aiden juga sudah tahu mengenai hubungannya dengan Ivan.     

Aiden mengetahui segalanya. Ia sudah menyelidiki Anya, mencari tahu semua tentang Anya.     

Setelah memikirkan semua kemungkinan ini, bagaimana mungkin Anya tidak mencurigai alasan Aiden menikahinya? Selain untuk mendapatkan taman milik ibunya, Aiden juga ingin menggunakannya untuk melawan Ivan.     

Di mana letak ketulusan Aiden padanya?     

Pernikahan mereka penuh dengan rencana terselubung. Penuh dengan tipuan. Dan Anya harus membayar semua itu dengan hatinya …     

Pada saat itu, ponsel Anya berbunyi. Sebuah nomor asing terlihat di layarnya.     

Anya menatapnya sambil berpikir sejenak dan kemudian memutuskan untuk mengangkatnya.     

"Anya, ini aku. Jangan tutup dulu. Ada hal penting yang harus aku sampaikan kepadamu," suara Raka terdengar dari ujung telepon.     

Sebelumnya, Anya telah memblokir nomor ponsel Raka sehingga Raka tidak bisa menghubunginya. Ia harus menggunakan nomor baru untuk menghubungi Anya.     

"Kalau kamu mau memberitahu mengenai pertunanganmu, aku sudah tahu. Selamat untuk kalian," kata Anya.     

"Anya, hubunganku dan Natali tidak seperti yang kamu pikirkan …" kata Raka, namun ia tidak langsung menjelaskannya. "Lupakan saja, aku akan menjelaskannya padamu nanti. Aku ingin memberitahumu mengenai Aiden. Ia menikahimu untuk mendapatkan taman milik ibumu. Kamu harus berhati-hati."     

Anya terkejut. Kata-kata Raka itu membuat kecurigaannya semakin terbukti.     

"Bagaimana kamu bisa tahu?" tanya Anya.     

"Aku menyelidiki alasan mengapa proyek pembangunan Atmajaya Group terhenti dan menemukan bahwa ada seseorang yang tidak bersedia untuk menjual tanahnya. Awalnya, mereka berniat untuk langsung menggusur tanah tersebut dan memberi kalian kompensasi. Namun, tiba-tiba saja Aiden diculik dan terluka sehingga proyek itu terhenti. Ketika ia perlahan pulih, tiba-tiba saja ia menikahimu. Ia pasti punya rencana. Baru-baru ini, proyek pembangunan itu kembali berjalan. Apakah taman ibumu baik-baik saja?" tanya raka.     

Mata Anya memerah. "Raka, terima kasih sudah memberitahuku. Taman ibuku akan baik-baik saja. Meski aku harus mati, aku tidak akan pernah membiarkan taman itu hancur."     

"Anya, jangan melakukan hal-hal bodoh. Aku mencari seseorang yang bisa memberikan gambar perencanaan proyek tersebut. Jika kamu tidak setuju dengan penggusurannya, seharusnya mereka tidak bisa menyentuh tamanmu." Hibur Raka.     

"Raka, bisakah aku meminjam uang padamu? Setelah aku menjual rumah dan menjual hasil tanamanku musim ini, aku akan mengembalikan uangmu. Aku akan mengembalikannya sebelum tahun baru," kata Anya.     

Raka tidak menanyakan untuk apa uang itu, tetapi ia merasa senang. Apa pun yang Anya butuhkan, ia bersedia untuk membantunya.     

"Kirimkan nomor rekeningmu padaku. Ini adalah nomor telepon cadanganku. Hanya kamu yang mengetahuinya," kata Raka.     

"Terima kasih. Aku berjanji akan segera mengembalikannya," suara Anya terdengar tercekat.     

"Tidak perlu terburu-buru. Bilang saja kalau uangnya kurang," kata Raka dengan lembut.     

"Apakah kamu tidak bertanya untuk apa uang itu?" tanya Anya.     

"Tidak peduli apa pun yang kamu lakukan, aku akan mendukungmu. Aku akan menunggumu untuk menceritakannya padaku,�� jawabnya.     

"Terima kasih," Anya menutup teleponnya sambil meneteskan air mata. Kemudian, ia berbaring di atas tempat tidur sambil menangis.     

Tara yang duduk di sebelahnya menepuk bahunya, berusaha untuk menghibur sekaligus menasehatinya. "Anya, aku rasa caramu tidak benar. Kamu meminjam uang dari mantan kekasihmu dan memberikannya pada suamimu. Jika Aiden tahu, ia pasti akan membunuhmu."     

"Aku tidak peduli. Aku ingin bercerai. Aku harus segera membayar semua hutangku. Aku tidak bisa melihat taman ibuku diratakan dengan tanah," kata Anya sambil meneteskan air mata.     

"Tapi Harris dan Nico sudah berkata bahwa tamanmu tidak termasuk dalam proyek pembangunan itu. Aiden sudah mengganti desainnya untukmu dan ia tidak akan menggusur tamanmu. Mengapa kamu tidak mempercayainya?" Tara memandang Anya dengan bingung. "Anya, bicaralah pada Aiden."     

"Tidak ada yang perlu dibicarakan. Aku sudah memutuskan." Anya bangkit berdiri dan berjalan menuju ke ruang ganti. Ia melihat kaus dan celana pendeknya sudah dibuang oleh Aiden.     

Ia terpaksa mengambil baju yang ada di lemari. Semua baju-baju itu dari Aiden. Memakainya rasanya membuat dadanya semakin sakit …     

Melihatnya berganti pakaian, Tara langsung bertanya. "Kamu mau ke mana?"     

"Menjual rumah," kata Anya dengan tenang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.