Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Aku Menyetujuinya



Aku Menyetujuinya

0"Kalau kamu mau, aku bisa membawamu pergi dari Keluarga Atmajaya kapan pun kamu mau. Bukankah kamu ingin pergi ke luar negeri untuk mempelajari parfum?" tanya Raka.     
0

"Setiap tahun aku masih berusaha mengirimkan formulir pendaftaran ke sekolah yang aku inginkan di luar negeri, tetapi sekolah itu memiliki kuota terbatas dan tidak menerima orang asing. Jadi, kemungkinan aku diterima sangatlah tipis. Biarkan saja. Saat ini, kondisi ibuku sedang tidak baik. Aku ingin tinggal di sini dan merawatnya," kata Anya.     

"Keluarga Atmajaya seperti kolam yang dalam, sama sekali tidak terlihat dari luar. Kehidupan mereka sangat rumit. Begitu kamu terjebak, kamu tidak akan bisa keluar lagi …"     

"Raka, di mana kamu?" tiba-tiba saja suara Nico terdengar dari koridor di luar.     

Ketika Maria dan Hana sedang sibuk memasak di dapur, Raka tiba-tiba saja berkunjung. Hana yang membukakan pintu untuk Raka dan Maria segera menelepon Nico untuk meminta bantuan.     

Begitu Nico mendengar bahwa sahabatnya datang ke rumah Pamannya, ia segera datang tanpa berkata apa-apa.     

"Raka, Raka …" Meski tidak ada jawaban dari Raka, Nico tetap berdiri di koridor sambil berteriak dengan keras.     

"Raka, aku benar-benar berterima kasih. Tidak usah mengkhawatirkan aku. Aku berencana untuk menghadapi semuanya selangkah demi selangkah." Anya berjalan menuju pintu dan membuka ruang parfumnya.     

Ketika Nico mendengar suara pintu dibuka, ia segera menghampiri, "Oh! Ternyata seperti ini ruang parfum Bibiku. Hmm … Tidak buruk juga!"     

"Nico, Raka sudah mau pulang. Bisakah kamu mengantarnya?" kata Anya.     

Raka ingin mengatakan sesuatu, tetapi pada akhirnya memutuskan untuk menutup mulutnya.     

Jika Anya berpisah dengan Aiden sekarang juga, ia tidak akan terlibat dalam perseteruan Keluarga Atmajaya.     

Tetapi Anya mencintai Aiden. Jika mereka sampai berpisah, bisakah Anya hidup bahagia?     

"Apa yang kamu bawa di tasmu?" Nico melangkah maju sambil merangkul bahu Raka. Jiwa penasaran Nico sepertinya bisa muncul di situasi apa pun. Saat ia membongkar isi tas temannya itu dan menyentuh amplop di dalamnya, wajahnya langsung berubah.     

"Anya, tidak peduli apa pun keputusan yang kamu ambil, aku akan selalu mendukungmu. Telepon aku kapan pun kamu membutuhkan aku," dengan kata-kata itu, Raka akhirnya pergi bersama dengan Nico, meninggalkan Anya di ruang parfum itu.     

Anya pergi ke arah jendela, melihat Nico dan Raka berdebat sepanjang perjalanan hingga tiba di depan mobilnya.     

Sementara itu, Aiden berjalan menghampirinya dari belakang. Ia memeluk pinggangnya dengan lembut dan melihat ke arah luar jendela.     

Raka berdiri di depan mobil dan menoleh, melihat kembali ke arah ruang parfum Anya. Ia melihat Anya berdiri di jendela menatap ke arahnya dan di belakangnya terdapat sosok Aiden. Ia bisa melihat tangan Aiden melingkari pinggang Anya seakan sedang melindunginya.     

Raka merasa hatinya sakit. Ia langsung mengalihkan perhatiannya dan masuk ke dalam mobil.     

"Raka, ibuku memasak. Apakah kamu yakin tidak mau makan dulu?" kata Nico.     

"Kalau aku ikut makan dengan kalian, semua orang akan merasa tidak nyaman," kata Raka dengan tatapan lesu.     

Nico hanya menghela napas panjang, "Baiklah kalau begitu. Lain kali mampirlah ke rumahku untuk makan."     

"Aku pergi dulu," Raka berpamitan padanya dan pergi meninggalkan rumah tersebut.     

Nico menunggu hingga mobil Raka menghilang dan kemudian menelepon Tara. "Tara, ibuku memasak di rumah Pamanku hari ini. Ia menyuruhku untuk mengajakmu makan."     

"Jika aku tidak bersedia datang, apakah ibumu akan merasa kecewa?" Tara benar-benar tidak ingin pergi.     

"Ya," jawab Nico.     

"Baiklah. Aku akan segera ke sana. Aku ingin ubi manis untuk dibungkus," kata Tara.     

"Aku juga mau. Aku akan memilih ubinya sekarang juga," Nico menutup telepon dan berbalik masuk ke dalam rumah. Ia melihat Anya dan Aiden sedang turun bersama-sama.     

"Nico," panggil Anya. "Ayahku bilang agar kamu mengasihaninya," Anya tidak melupakan permintaan Deny.     

"Bibi, apakah Deny sudah mengembalikan vila milik ibumu?" tanya Nico.     

"Vila ibuku?" Anya tertegun dan menatap ke arah Aiden. "Apa yang sebenarnya terjadi?"     

"Formula parfum itu memang milik ibumu sehingga sudah sepantasnya Deny mengembalikannya kepadamu. Sementara itu, vila milik ibumu adalah vila yang ia beli dengan uangnya sendiri, tanpa bantuan dari Deny sepeser pun. Hingga saat ini, vila itu masih tercatat atas nama ibumu. Selama kita bisa membuktikan bahwa ibumu tidak bersedia untuk memberikannya, ia bisa mendapatkan kembali vila itu," kata Aiden.     

"Tidak peduli apakah kamu mau tinggal di vila itu atau tidak, aku tetap akan mengambil kembali vila itu untukmu," kata Aiden dengan tegas.     

Mata Anya terasa panas. Ternyata, Aiden melakukan banyak hal untuknya secara diam-diam.     

Anya bisa mendapatkan resep parfum ibunya dengan mudah, semuanya berkat Aiden.     

Sekarang, Aiden juga berusaha untuk mengambil kembali properti milik ibunya.     

Hanya Anya yang tidak tahu bahwa Aiden sudah banyak berkorban untuknya …     

"Aiden, berapa banyak hal yang kamu sembunyikan padaku? Ceritakan semuanya padaku," kata Anya dengan mata berkaca-kaca.     

"Aku tidak tahu apakah ini termasuk cerita yang ingin kamu dengar atau tidak. Aku berusaha untuk menghentikan Imel dan Ivan agar mereka tidak menghadiri pesta ulang tahun ayahku," kata Aiden dengan santai.     

"Apa yang kamu lakukan pada mereka?" tanya Anya dengan terkejut.     

Nico segera menjelaskan, "Bibi, Paman Ivan pulang ke Indonesia secara diam-diam. Aku tidak tahu apa yang ia rencanakan dengan Imel. Paman Aiden ingin mengenalkanmu ke semua orang pada pesta ulang tahun kakek. Ia takut Imel datang dan membuatmu merasa tidak nyaman. Oleh karena itu aku berusaha menyibukkan Paman Ivan agar ia tidak sempat hadir. Dengan tidak adanya Paman Ivan, Imel juga tidak akan bisa hadir. Bagaimana pun juga, Imel bukan bagian dari Keluarga Atmajaya,"     

"Jadi, kamu pergi ke luar negeri untuk mempersulit Ivan?" Akhirnya Anya menyadari.     

Aiden menggandeng tangan Anya dan membawanya untuk duduk di sofa. "Aku suka membuat kekacauan," katanya sambil menyeringai.     

"Kalau aku tidak datang ke pesta ulang tahun ayahmu …"     

"Kalau kamu tidak pergi, aku juga tidak akan pergi …" sela Aiden.     

Anya belum memutuskan apakah ia akan menghadiri pesta ulang tahun Bima atau tidak. Ia tahu Bima tidak menyukainya, tetapi sebelumnya ia berusaha untuk membuat Bima luluh padanya. Namun sekarang ia merasa ragu karena ia berniat untuk menceraikan Aiden.     

Jika ia benar-benar ingin bercerai, ia mungkin datang ke pesta ulang tahun itu.     

"Bibi, apakah kamu membuat ubi panggang?" Nico mengingat pesan dari Tara.     

"Aku sedang memanggangnya di oven, kamu bisa mengambilnya. Sisakan untuk Tara," kata Anya.     

"Baiklah," Nico langsung pergi setelah mendengar kata makanan. Ia tidak mau menjadi pengganggu di antara Anya dan Aiden saat mereka sedang membahas masalah penting. Jadi lebih baik jika ia segera pergi dari tempat itu dan meninggalkan mereka berdua.     

Setelah Nico pergi, di sofa ruang tamu itu hanya tersisa Anya dan Aiden.     

Anya terlihat linglung. Ia bersandar di sofa dengan malas sambil menatap Aiden sesekali, "Apakah kamu marah ketika Raka datang untuk menemuiku?"     

"Apakah kamu masih takut aku marah?" mata Aiden terlihat menyipit dan berkilau dengan tatapan yang tidak bisa Anya mengerti.     

"Aku … Aku tidak menyangka Raka akan datang," Anya langsung mengakui kesalahannya.     

"Anya … Aku tahu kamu tidak mencintaiku sebesar seperti yang kamu katakan. Kamu bahkan tidak mempercayaiku sedikit pun," kata Aiden dengan suara dalamnya.     

"Kalau memang kamu bersikeras ingin bercerai, aku menyetujuinya."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.