Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Nasihat dari Seorang Sahabat



Nasihat dari Seorang Sahabat

0"Kalau kamu pergi, ayunan ini sudah tidak akan ada lagi. Aku juga akan membuang semua bunga iris di taman."     
0

Anya membeku saat mendengarnya. Ia bisa mendengar suara bingkai ayunan itu berderit seolah akan runtuh kapan pun, tetapi Aiden tidak memedulikannya.     

Ia sudah siap membuang ayunan itu jika Anya benar-benar meninggalkannya …     

"Aiden, kamu membuatku merasa seperti wanita jahat," kata Anya dengan sedih. Matanya menatap lautan bunga iris di taman dengan tatapan menerawang.     

Aiden menatap Anya yang berada di pangkuannya. Mendengar bahwa ia akan menghancurkan ayunannya dan membuang semua bunga iris di taman, istri kecilnya itu langsung merasa bersalah.     

Istrinya itu begitu lembut hingga tidak mampu melukai apa pun.     

Aiden menatap Anya dengan seksama dan berkata, "Bukankah kamu memang wanita jahat?"     

Anya menundukkan kepalanya. Ia memikirkan ibunya yang terbaring di rumah sakit dan apa yang ibunya katakan padanya sebelum kembali koma.     

"Ibuku tidak suka aku berhubungan dengan Keluarga Atmajaya. Bahkan jika kamu bukan putra Imel sekali pun, ibuku tidak akan membiarkan aku menjadi bagian dari Keluarga Atmajaya," bisik Anya dengan suara lirih.     

"Kamu sangat mencintai ibumu," kata Aiden. "Ketika kamu berbicara dengan Raka di ruang parfum, rumah sakit menelepon dan mengatakan bahwa ibumu sudah dipindahkan dari ICU ke kamar rawat inap."     

Begitu mendengarnya, Anya langsung menoleh menatap Aiden. "Apakah dokter mengatakan kapan ibuku akan bangun?"     

"Aku sudah menghubungi ahli bedah jantung untuk memeriksa ibumu. Sementara ini, kita masih tidak mengetahui situasinya." Setelah itu, Aiden berkata dengan kesal. "Beberapa hari lagi, kita akan bercerai dan aku hanya akan menjadi mantan suamimu, tetapi aku masih tetap memedulikan kesehatan ibumu. Kalau aku tidak memberitahumu, apakah kamu akan melupakan keadaan ibumu?"     

"Aku berniat untuk pulang dan membereskan semua barang-barang di rumah. Setelah itu aku ingin ke rumah sakit untuk mengunjungi ibuku. Siapa yang tahu kakak iparmu akan datang secara mendadak ke rumah. Apakah itu salahku?" Anya menatap ke arah Maria yang sedang sibuk di dapur dan berkata dengan suara pelan, "Kakak iparmu tidak tahu kita sedang bertengkar."     

Aiden menatap Maria yang sedang berada di dalam. Ia juga tahu bahwa pertengkaran rumah tangga ini adalah urusan Aiden dan Anya, tidak perlu diketahui oleh orang lain.     

"Jangan bilang pada Kak Maria mengenai perceraian ini," kata Aiden. "Ayo masuk, Tara sudah datang."     

"Bagaimana kamu bisa tahu?" begitu Anya menanyakannya, ia mendengar suara Tara dari dalam rumah.     

"Aku melihat mobilnya," kata Aiden dengan santai.     

"Kalau begitu, apakah Tara melihat kita berdua?" wajah Anya memerha. Ia dan Aiden sama sekali tidak seperti pasangan yang mau bercerai.     

Aiden mencium pipi Anya dengan lembut. "Apa yang kamu takutkan ketika kamu duduk di pangkuan suamimu sendiri?"     

Anya langsung meringkuk dan berusaha untuk melepaskan diri dari pelukan Aiden. "Kita akan bercerai. Tetapi jika seperti ini, siapa yang akan percaya?"     

Aiden menjawabnya dengan tenang, "Kamu yang ingin bercerai. Aku tidak menginginkannya,"     

Ketika Tara melihat Anya, ia langsung menghampirinya dengan senyuman nakal. Ia baru saja tiba di rumah Aiden ketika ia melihat sahabatnya itu duduk di pangkuan suaminya.     

Hubungan mereka terlihat sudah membaik. Jadi, sepertinya masalahnya sudah selesai.     

"Tara, aku ingin membicarakan sesuatu denganmu," Anya menggandeng tangan Tara dan segera membawanya ke ruang parfum.     

Sebelum memasuki ruangan, Tara berteriak dengan keras dari lantai dua, "Nico, jangan curi ubi panggangku!"     

"Kalau kamu sangat menyukai ubi panggang, aku akan membuatkannya untukmu agar kamu bisa membawanya pulang," kata Anya sambil menggelengkan kepalanya melihat tingkah sahabatnya itu.     

"Terima kasih!" kata Tara sambil tertawa.     

"Ikutlah denganku. Aku ingin memberitahumu sesuatu yang serius," Anya menarik Tara untuk masuk ke dalam ruang parfum dan langsung menutup pintunya.     

Tara memandangnya dengan penasaran, "Tempat kerjamu?"     

"Baru saja, Raka datang untuk membawakan aku uang dan ia bertemu dengan Aiden," wajah Anya sulit untuk dibaca saat mengatakannya.     

Tara langsung terlihat panik. "Apakah kalian berdua tertangkap basah oleh Aiden? Apakah Raka masih hidup?"     

"Mereka bertengkar. Kemudian, aku menyuruh Raka untuk kembali tanpa mengambil uangnya. Bukan itu inti ceritaku. Aku ingin memberitahu bahwa Aiden sudah setuju untuk bercerai denganku. Hari senin kita akan mengurus semuanya," wajah Anya terlihat khawatir.     

"Sudah berakhir. Semuanya sudah berakhir! Aiden tidak menginginkanmu lagi," Tara menghela napas panjang.     

Wajah Anya terlihat kesal saat mendengar respon Tara. "Aku yang ingin bercerai darinya dan ia menolak pada awalnya. Bagaimana bisa ia yang tidak menginginkanku lagi?"     

"Jika ia benar-benar enggan untuk berpisah denganmu, Aiden tidak akan pernah melepaskanmu. Tetapi ia sekarang mau bercerai denganmu. Bukankah itu artinya ia tidak menginginkanmu lagi?" kata Tara. "Apakah kalian akan tinggal terpisah?"     

"Tidak. Aku berjanji untuk tinggal di sini selama dua hari dan memikirkan ulang semuanya," kata Anya.     

"Kalian akan bercerai hari senin. Kamu pikir, apa yang akan ia lakukan selama dua hari? Tubuhmu sangat mungil, mana mungkin kamu bisa menahan stamina Aiden? Setelah bercerai, kalian tidak akan berhubungan lagi. Jadi, dua hari ini ia pasti akan melahapmu hingga tak bersisa," kata Tara dengan waspada.     

Wajah Anya langsung memerah saat mengingat apa yang Aiden lakukan padanya dari kemarin malam hingga matahari terbit.     

Saat ia kembali di siang hari pun, Aiden masih bergairah dan bercinta dengannya sekali lagi.     

Anya merasa cemas saat memikirkan hal itu. Apa yang akan terjadi pada dirinya selama dua hari?     

Ia tidak akan bisa bertahan satu hari saja, apa lagi dua hari!     

"Sekarang, apakah kamu takut? Aiden tampan dan kaya. Ia sangat menyayangimu dan memanjakanmu. Di mana lagi kamu bisa menemukan suami seperti itu? Bisakah kamu tidak bersikap berengsek dan meminta cerai?" kata Tara dengan marah.     

Bibir Anya terkatup rapat dan menipis seperti anak kecil yang mau menangis.     

"Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang?" ia memeluk tangan Tara. "Tara, tolong bantu aku. Kemarin malam dan tadi siang, Aiden tidak menggunakan pengaman. Apakah aku akan hamil?" tanya Anya dengan panik.     

"Apakah kamu bodoh? Kamu masih bisa menggunakan pil kontrasepsi darurat." Setelah mengatakannya, Tara baru menyadari sesuatu dan menatap Anya dengan curiga. "Kalian melakukannya lagi di siang hari?"     

"Bukankah kamu yang menyuruhku untuk berbicara dengannya? Kakak iparku sedang masak di bawah. Aku mengajaknya untuk berbicara empat mata untuk membahas mengenai masalah kita, tetapi ia malah melakukan itu kepadaku," wajah Anya langsung merona. "Aku menolak, tetapi Aiden sangat kuat."     

"Ha ha ha …" Tara tertawa dengan hambar. "Apakah kamu benar-benar setengah hati melakukannya? Atau sebenarnya kamu juga menikmatinya?" Ia memutar bola matanya, tanda ia tidak percaya bahwa Anya tidak lagi mencintai Aiden. "Katakan padaku sejujurnya. Apakah kamu benar-benar ingin bercerai?"     

"Aku sudah mendapatkan kembali surat perjanjian jaminan taman ibuku. Meski Aiden bukan putra Imel, ibuku tidak akan pernah membiarkanku menjadi bagian dari Keluarga Atmajaya. Pada awalnya, aku sama sekali tidak tahu mengenai hubungan Imel dan Keluarga Atmajaya. Setelah tahu, aku rasa lebih baik menghindari perselisihan. Aiden akan bersaing dengan Ivan dan aku tidak ingin terlibat di dalamnya," bisik Anya.     

Tara menyentil dahi Anya dengan keras. "Anya, mengapa kamu begitu egois? Mengapa kamu hanya memikirkan dirimu sendiri?"     

"Ketika kamu benar-benar membutuhkan uang untuk pengobatan ibumu, Aiden lah yang membantumu. Bahkan ia mendatangkan dokter dari luar negeri untuk ibumu. Ketika ayahmu dan saudara tirimu menindasmu, Aiden lah yang membelamu. Kalau tidak ada Aiden, kamu tidak akan pernah bisa meluncurkan parfum buatanmu. Mungkin kamu sudah dipenjara karena mencuri resep parfum milik Esther." Tara mengingatkan kembali semua yang Aiden lakukan untuk Anya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.